Puisi: Kapling (Karya Isma Sawitri)

Puisi "Kapling" karya Isma Sawitri menggambarkan perasaan kebingungan, ketidakpastian, dan perasaan tergusur dalam konteks perubahan sosial dan ....
Kapling


Kita tersuruk terpuruk
tengah malam lama sudah ditinggalkan
hari ini memang terkutuk
mereka gusur tanah garapan

Masa kini adalah hari depan yang musti diperkelahikan
tapi lengan-lenganmu terkapar, Indonesiamu memudar
di depanmu mereka beraksi dengan otot-otot, cakar-cakar, eska-eska
mereka selalu gusar, mereka terlalu gusar

Jangan tanya adakah lagi yang tersisa
jangan mencari tempatmu berpijak di sebelah mana
jangan mengigau tentang sebuah titik di atas peta
sekarang kapling kita ada di sana, hamparan langit satu-satunya.


Sumber: Horison (September, 1988)

Analisis Puisi:
Puisi "Kapling" karya Isma Sawitri adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan perasaan kebingungan, ketidakpastian, dan perasaan tergusur dalam konteks perubahan sosial dan politik di Indonesia. Puisi ini menciptakan gambaran yang kuat tentang perasaan individu yang merasa kehilangan tempat mereka dalam perubahan yang cepat.

Deskripsi Perubahan Sosial dan Politik: Puisi ini menciptakan gambaran tentang perubahan sosial dan politik yang cepat di Indonesia. Kata-kata seperti "terkutuk," "gusur," dan "terlalu gusar" menciptakan atmosfer yang penuh dengan ketidakpastian dan konflik. Ini mencerminkan perasaan kehilangan dan perubahan yang cepat dalam masyarakat.

Ketidakpastian dan Kebingungan: Puisi ini menggambarkan perasaan ketidakpastian dan kebingungan yang dialami oleh individu dalam konteks perubahan ini. Lengan-lengan yang terkapar menciptakan gambaran kelemahan dan ketidakmampuan untuk menghadapi perubahan yang cepat dan drastis.

Pesan Tentang Masa Depan: Puisi ini menyiratkan pesan tentang pentingnya mempersiapkan masa depan dan menghadapi perubahan dengan bijak. Kata-kata "hari depan yang musti diperkelahikan" menciptakan ide bahwa individu harus bersiap menghadapi masa depan yang penuh dengan ketidakpastian.

Metafora Kapling dan Hamparan Langit: Puisi ini mengakhiri dengan metafora kapling sebagai "hamparan langit satu-satunya." Ini bisa diartikan sebagai pesan bahwa individu harus mencari tempat dan identitas mereka dalam dunia yang terus berubah dan mencari kebebasan dan makna dalam keadaan yang sulit.

Gaya Bahasa dan Struktur: Isma Sawitri menggunakan bahasa yang sederhana namun mendalam dalam puisi ini. Struktur puisi ini terdiri dari tiga bait yang menciptakan ritme yang mengalir, mencerminkan perasaan yang terus berubah dalam konteks perubahan sosial dan politik.

Puisi "Kapling" karya Isma Sawitri adalah karya sastra yang menggambarkan perasaan kebingungan, ketidakpastian, dan perasaan tergusur dalam konteks perubahan sosial dan politik di Indonesia. Puisi ini menciptakan gambaran tentang perasaan individu yang merasa kehilangan tempat mereka dalam perubahan yang cepat. Ini adalah pengingat akan pentingnya mempersiapkan masa depan dan mencari makna dalam kondisi yang sulit.

Isma Sawitri
Puisi: Kapling
Karya: Isma Sawitri

Biodata Isma Sawitri:
  • Isma Sawitri lahir pada tanggal 21 November 1940 di Langsa, Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.