Analisis Puisi:
Puisi "Pidato Seorang Petani Menjelang Akhir Hayatnya" karya Dodong Djiwapradja menggambarkan momen pengucapan terakhir seorang petani yang mendekati akhir hayatnya.
Tema Kehidupan dan Kematian: Puisi ini mengangkat tema tentang siklus kehidupan dan kematian. Petani sebagai representasi kehidupan yang penuh dengan kerja keras dan keterbatasan manusia, pada akhirnya harus menghadapi kematian sebagai bagian dari keberadaannya.
Sikap Penerimaan: Meskipun menghadapi kematian, sang petani menyampaikan pidatonya dengan sikap penerimaan yang tenang. Dia menerima takdirnya dengan lapang dada, mengenali bahwa waktu telah tiba untuk mengakhiri perjalanannya di dunia ini.
Rasa Syukur dan Penghargaan: Petani menyampaikan rasa syukur dan penghargaannya kepada teman-teman seperjuangannya yang telah menemani dan bekerja bersamanya. Dia mengakui bahwa tanah dan hasil pertaniannya bukan milik pribadi, melainkan milik bersama.
Harapan untuk Generasi Berikutnya: Dalam pidatonya, petani menyampaikan harapan agar generasi berikutnya bisa lebih baik daripada mereka. Dia menginginkan agar anak cucunya mampu melampaui pencapaian mereka dan hidup dengan lebih baik.
Pertanyaan Filosofis: Puisi ini menghadirkan pertanyaan-pertanyaan filosofis tentang makna hidup dan kematian. Sang petani merenungkan apakah upacara pemakamannya hanya seremonial belaka atau memiliki makna yang lebih dalam dalam perjalanan rohnya setelah meninggal.
Kesimpulan yang Tenang: Puisi berakhir dengan gambaran yang tenang saat sang petani menghembuskan nafas terakhirnya. Dia meninggalkan dunia dengan ketenangan dan keberanian, menghadapi malaikat maut seperti datangnya saat yang tak terelakkan.
Puisi "Pidato Seorang Petani Menjelang Akhir Hayatnya" menghadirkan momen refleksi yang dalam tentang kehidupan, kematian, dan penerimaan takdir. Melalui kata-kata yang sederhana namun sarat makna, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti hidup dan menghadapi kematian dengan sikap yang bijaksana dan tenang.