Puisi: Tangan-Tangan Lapar (Karya Dodong Djiwapradja)

Puisi "Tangan-Tangan Lapar" karya Dodong Djiwapradja menggambarkan kondisi sosial yang keras dan penuh dengan kekurangan, terutama di lingkungan perko
Tangan-Tangan Lapar


Di mana-mana - ya di mana saja!
Tangan-tangan lapar kian memanjang - kian memanjang
Dan jalan-jalan gemuruh oleh si kurus

Pagi, siang, pun malam hari
Dan pada hari-hari peringatan

Di mana-mana - ya di mana saja!

(Pasti di kolong jembatan)
Mereka bikin perkemahan
Di Senen - di Tanah Abang
Tikus pun butuh sebuah pesta

Dan hampir tiap tikungan, terdengar ingar-bingar
Terkadang tepuk tangan atau tertawa yang panjang
Demi nafsu! Adalah mereka kaum petualang
para panjang tangan dan para pemetik bunga

Di mana-mana - ya dimana saja

Tangan-tangan lapar kian memanjang - kian memanjang

Ada yang mati di pinggir kali


1959

Analisis Puisi:
Puisi "Tangan-Tangan Lapar" karya Dodong Djiwapradja menggambarkan kondisi sosial yang keras dan penuh dengan kekurangan, terutama di lingkungan perkotaan.

Gambaran Kemiskinan: Puisi ini menggambarkan kemiskinan dan kelaparan yang dihadapi oleh sekelompok orang di dalam kota. Mereka adalah para pengemis, pemulung, atau kaum gelandangan yang harus bertahan hidup dengan sumber daya yang sangat terbatas. Puisi ini menyiratkan bahwa ketidaksetaraan ekonomi dan sosial ada di mana-mana, terutama di perkotaan.

Aktivitas Tangan-Tangan Lapar: Judul puisi, "Tangan-Tangan Lapar," merujuk kepada tangan-tangan orang miskin yang kelaparan. Mereka dijelaskan sebagai "kaum petualang" dan "para panjang tangan dan para pemetik bunga." Ini mengindikasikan bahwa mereka harus berjuang untuk bertahan hidup dan mungkin terlibat dalam tindakan yang tidak selalu dianggap legal.

Kondisi Perkotaan yang Sulit: Puisi ini menciptakan gambaran tentang keadaan di perkotaan, di mana para tangan lapar menciptakan perkemahan sementara di berbagai tempat, seperti di bawah jembatan, di Senen, atau di Tanah Abang. Mereka juga ditemukan di setiap tikungan jalan, menandakan bahwa mereka tersebar di mana-mana dalam kota.

Tertawa demi Nafsu: Penyair mencatat bahwa kadang-kadang terdengar tawa yang panjang dan tepuk tangan. Ini mungkin merujuk kepada sejumlah kecil hiburan yang dapat dinikmati oleh mereka yang hidup dalam kondisi yang sangat sulit. Namun, tawa dan tepuk tangan ini juga menunjukkan bahwa mereka harus bertahan dan mencari kesenangan dalam kondisi yang keras.

Puisi "Tangan-Tangan Lapar" memberikan gambaran tentang kehidupan yang keras dan ketidaksetaraan ekonomi di perkotaan. Ini adalah sebuah pengingat yang kuat tentang perlunya perhatian dan upaya untuk mengatasi masalah kemiskinan dan ketidaksetaraan yang terjadi di masyarakat. Dodong Djiwapradja menciptakan sebuah gambaran yang kuat tentang kehidupan para tangan lapar dan mengundang pembaca untuk merenungkan masalah sosial yang mendalam ini.

Puisi
Puisi: Tangan-Tangan Lapar
Karya: Dodong Djiwapradja
    Biodata Dodong Djiwapradja:
    • Dodong Djiwapradja lahir di Banyuresmi, Garut, Jawa Barat, pada tanggal 25 September 1928.
    • Dodong Djiwapradja meninggal dunia pada tanggal 23 Juli 2009.
    © Sepenuhnya. All rights reserved.