Puisi: Yogyakarta, Rinduku Masih Untukmu (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Yogyakarta, Rinduku Masih Untukmu" karya Diah Hadaning memadukan perasaan rindu yang mendalam dengan deskripsi visual yang indah tentang ....
Yogyakarta, Rinduku Masih Untukmu


Ketika sepotong puisi terlepas dari buku
yang menjepit setumpuk janji pagi hari
kau tersenyum bersama hangatnya mentari
Yogyakarta, ternyata kau masih ramah sekali
mendekapku dengan hati-hati
selagi aku sembunyi di sudut malamku
sambil menyusut peluh kelihatan campur debu
di punggung anak kesayanganku
yang selama ini setia menunggu
di sela-sela kesibukan kuliah kerja.

Ketika kutinggalkan 
ketika kukenangkan 
ketika kurindukan
ketika ku kembali pulang
Yogyakarta, kau masih yang dulu juga
belantara puisimu masih menanti, memanggil
aku menyelusup di semakmu
tapi aku seharusnya tak pergi sendiri
ada dia yang setia di simpang jalan utara.


Yogya, 1977

Analisis Puisi:
Puisi "Yogyakarta, Rinduku Masih Untukmu" karya Diah Hadaning adalah sebuah karya yang penuh dengan perasaan nostalgia dan rindu akan kota Yogyakarta. Puisi ini menciptakan gambaran yang hangat dan penuh cinta terhadap kota tersebut, serta menggambarkan hubungan emosional antara penyair dan tempat tersebut.

Rasa Rindu: Puisi ini segera mengungkapkan perasaan rindu penyair terhadap kota Yogyakarta. Rindu ini tampaknya mendalam dan berkelanjutan, mengikuti penyair bahkan saat dia meninggalkan kota itu.

Personifikasi Kota: Kota Yogyakarta di personifikasikan dalam puisi ini, sebagai entitas yang masih "ramah" dan "mendekap" penyair dengan "hati-hati." Ini menciptakan kesan bahwa kota itu memiliki karakter dan perasaan, yang memperkuat ikatan emosional penyair terhadapnya.

Janji Pagi Hari: Puisi ini mengacu pada "setumpuk janji pagi hari," yang mungkin merujuk pada komitmen dan harapan yang muncul pada awal hari atau awal hubungan. Kehadiran puisi dalam kehidupan penyair mungkin menjadi salah satu dari janji-janji ini.

Simpang Jalan Utara: Penyair menyebutkan adanya seseorang yang "setia di simpang jalan utara." Simpang jalan ini bisa menjadi simbol bagi pilihan dalam hidup atau kemungkinan kehadiran seseorang yang penting dalam kehidupan penyair.

Siklus Rasa Rindu: Puisi ini menciptakan siklus rasa rindu yang tak kunjung berakhir. Ketika penyair meninggalkan Yogyakarta, rindunya masih ada dan ketika dia kembali, kota itu masih "yang dulu juga." Ini menyoroti sifat abadi dari rasa rindu dan hubungan emosional dengan tempat.

Bahasa yang Hangat dan Deskriptif: Bahasa yang digunakan dalam puisi ini sangat deskriptif dan evokatif. Kata-kata seperti "mentari," "sembunyi di sudut malam," dan "hangatnya mentari" memberikan nuansa visual yang kuat yang menggambarkan suasana Yogyakarta.

Aliran Perasaan: Puisi ini mengalir secara alami, menggambarkan perasaan penyair dengan cara yang hangat dan tulus. Ini menciptakan ikatan emosional dengan pembaca dan memungkinkan mereka merasakan rasa rindu yang sama.

Puisi "Yogyakarta, Rinduku Masih Untukmu" adalah sebuah karya yang memadukan perasaan rindu yang mendalam dengan deskripsi visual yang indah tentang kota Yogyakarta. Puisi ini merayakan hubungan antara manusia dan tempat, dan bagaimana perasaan itu dapat bertahan lama meskipun jarak dan waktu yang berlalu.

Puisi Yogyakarta, Rinduku Masih Untukmu
Puisi: Yogyakarta, Rinduku Masih Untukmu
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.