Puisi: Berlin, 1993 (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Berlin, 1993" karya Goenawan Mohamad adalah refleksi yang kuat tentang suasana Berlin pasca perubahan politik yang signifikan, terutama ...
Berlin, 1993

Berlin berteriak
dalam bengis sirene
Kau tersentak:
"Jangan tinggalkan aku di Friedrichstrasse"

Kucium pelupukmu, kelopak yang gelap
di kaca etalase:
Kenapa luka itu tak pernah nampak
seusai berita dan parade?

Pohon-pohon linden sebelum Mei
seperti rangka, seperti berdiri,
nyeri, di kamp tahun '42
pagi hari.

Kulihat rautmu yang turki,
rambutmu yahudi
Berlinmu yang lain,
setelah aku pergi.

Aku pun bertanya, bisakah kita berlindung
pada senja yang tak memihak,
pada malam sejenak,
dan metamorfose?

Berlin hanya berteriak
hanya berteriak
dalam serak
dan bengis sirine.

1994-1996

Sumber: Misalkan Kita di Sarajevo (1998)

Analisis Puisi:

Puisi "Berlin, 1993" karya Goenawan Mohamad adalah refleksi yang kuat tentang suasana Berlin pasca perubahan politik yang signifikan, terutama setelah reunifikasi Jerman pada tahun 1990.

Suasana Berlin Pasca-Reunifikasi: Puisi ini menggambarkan suasana Berlin yang penuh dengan ketegangan dan perubahan setelah reunifikasi Jerman. Sirene yang bengis, teriakan Berlin, dan kesan tentang Friedrichstrasse memberikan gambaran tentang atmosfer yang tegang dan cemas.

Kesendirian dan Kerinduan: Dalam beberapa baris, penyair menyampaikan kesendirian dan kerinduan yang mendalam. Dialog terbuka dalam puisi ini, "Jangan tinggalkan aku di Friedrichstrasse," menciptakan gambaran tentang kesepian seseorang yang mungkin merasa terpisah atau terabaikan.

Simbolisme Luka dan Nostalgia: Penyair menggunakan simbolisme luka yang tidak pernah sembuh untuk menggambarkan trauma dan kenangan yang tidak mudah dilupakan. Referensi terhadap pohon-pohon linden dan peristiwa bersejarah dari masa lalu Jerman menunjukkan nostalgia dan rasa sakit yang tertanam dalam ingatan kolektif.

Identitas yang Berubah: Dalam konteks perubahan politik dan sosial, Berlin juga mengalami perubahan identitas. Penyebutan tentang "rautmu yang turki, rambutmu yahudi" menyoroti keragaman dan kompleksitas identitas kota tersebut, yang berubah setelah perubahan politik.

Pertanyaan tentang Kemanusiaan: Puisi ini mengajukan pertanyaan tentang kemanusiaan dan harapan akan perdamaian dan rekonsiliasi. Pertanyaan apakah kita bisa menemukan perlindungan dan kedamaian dalam senja yang tidak memihak menggambarkan kerinduan akan kedamaian di tengah-tengah kekacauan dan perubahan.

Kesimpulan Berteriak: Puisi ini ditutup dengan gambaran Berlin yang masih berteriak dalam keserakan dan kebengisan sirene, menciptakan kesan bahwa perubahan dan perjalanan kota ini masih jauh dari selesai.

Dengan demikian, puisi "Berlin, 1993" adalah karya yang penuh dengan lapisan emosional dan simbolisme yang menghadirkan gambaran yang kuat tentang perubahan politik, identitas, dan kerinduan akan kedamaian di tengah-tengah ketegangan dan perubahan.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Berlin, 1993
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.