Puisi: Kaum Beragama Negeri Ini (Karya Mustofa Bisri)

Puisi "Kaum Beragama Negeri Ini" karya Mustofa Bisri menyoroti kemunafikan dalam praktik keberagamaan. Penyair menyebut bahwa mereka sering ...
Kaum Beragama Negeri Ini

Tuhan, lihatlah betapa kaum beragama negeri ini
mereka tak mau kalah dengan kaum beragama lain
di negeri-negeri lain,
demi mendapatkan ridha-Mu
mereka rela mengorbankan saudara-saudara mereka
untuk berebut tempat terdekat di sisi-Mu
mereka bahkan tega menyodok dan menikam
hamba-hamba-Mu sendiri
demi memperoleh rahmat-Mu
mereka memaafkan kesalahan
dan mendiamkan kemungkaran
bahkan mendukung kelaliman
untuk membuktikan keluhuran budi mereka
terhadap setan pun mereka tak pernah berburuk sangka.
 
Tuhan, lihatlah betapa baik kaum beragama negeri ini
mereka terus membuatkan-Mu rumah-rumah mewah
di antara gedung-gedung kota
hingga tengah-tengah sawah
dengan kubah-kubah megah dan menara-menara menjulang
untuk meneriakkan nama-Mu
menambah segan dan keder hamba-hamba kecil-Mu
yang ingin sowan kepada-Mu
nama-Mu mereka nyanyikan dalam acara hiburan
hingga pesta agung kenegaraan
mereka merasa begitu dekat dengan-Mu
hingga masing-masing merasa berhak mewakili-Mu
yang memiliki kelebihan harta membuktikan
kedekatannya dengan harta yang Engkau berikan
yang memiliki kelebihan kekuasaan membuktikan
kedekatannya dengan kekuasaan yang Engkau limpahkan
yang memiliki kelebihan ilmu membuktikan
kedekatannya dengan ilmu yang Engkau karuniakan
mereka yang Engkau anugerahi kekuatan
seringkali bahkan merasa diri Engkau sendiri
mereka bukan saja ikut menentukan ibadah
tapi juga menetapkan siapa ke sorga siapa ke neraka
mereka sakralkan pendapat mereka
dan mereka akbarkan semua yang mereka lakukan
hingga takbir dan ikrar mereka
yang kosong bagai perut beduk.
 
Allahu Akbar Walillahil Hamd.

Rembang, menjelang Idul Adha, 1418/1998

Sumber: Negeri Daging (2002)

Analisis Puisi:
Puisi "Kaum Beragama Negeri Ini" karya Mustofa Bisri adalah kritik sosial terhadap perilaku dan tindakan sebagian kaum beragama di negeri ini. Puisi ini berbicara tentang bagaimana beberapa individu atau kelompok yang mengaku beragama menggunakan agama untuk memenuhi kepentingan pribadi dan politik mereka.

Ironi dalam Tindakan Agama: Penyair menciptakan gambaran ironis di mana sebagian kaum beragama mengejar kedekatan dengan Tuhan, tetapi dengan cara yang bertentangan dengan nilai-nilai sejati agama. Mereka rela mengorbankan saudara-saudara mereka, menyodok, menikam, bahkan mendukung kelaliman demi mendapatkan rahmat Tuhan. Hal ini menunjukkan ironi bahwa tindakan agama mereka seharusnya harus menginspirasi kebaikan dan belas kasihan, tetapi sebaliknya, mereka melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama itu sendiri.

Pencitraan Agama: Penyair mencatat bagaimana kaum beragama mendirikan bangunan-bangunan mewah, menara-menara megah, dan kubah-kubah besar sebagai simbol keagamaan. Mereka merasa bahwa dengan cara ini, mereka lebih dekat dengan Tuhan. Ini mencerminkan bagaimana beberapa individu atau kelompok sering mencitrakan diri sebagai orang yang sangat religius dengan cara yang mencolok, sementara sebenarnya tindakan mereka mungkin jauh dari nilai-nilai agama yang sejati.

Kemunafikan dalam Keberagamaan: Puisi ini menyoroti kemunafikan dalam praktik keberagamaan. Penyair menyebut bahwa mereka sering mendiamkan kemungkaran dan mendukung kelaliman. Mereka bahkan "tidak pernah berburuk sangka" terhadap setan. Hal ini mencerminkan betapa sebagian orang menggunakan agama sebagai alat untuk mencapai kepentingan pribadi, bahkan jika itu berarti mengorbankan prinsip-prinsip moral.

Penyalahgunaan Ilmu, Kekuasaan, dan Kekayaan: Penyair menggambarkan bahwa sebagian kaum beragama sering kali menyalahgunakan ilmu, kekuasaan, dan kekayaan mereka untuk mencapai kepentingan pribadi. Mereka merasa memiliki hak untuk menentukan siapa yang masuk surga atau neraka, dan mereka merasa diri sebagai wakil Tuhan sendiri. Ini menciptakan ketidaksetaraan dan keegoisan dalam praktik keberagamaan.

Penekanan pada Kosongnya Ikrar dan Tindakan: Puisi ini menekankan bagaimana seringkali tindakan dan ikrar mereka yang terdengar mulia sebenarnya kosong, tanpa nilai sejati dan berdasar pada pencitraan semata. Penyair menegaskan bahwa seharusnya aksi dan tindakan nyata lebih penting daripada penampilan dan kata-kata yang hampa.

Puisi "Kaum Beragama Negeri Ini" mengkritik perilaku dan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama sejati. Ini adalah panggilan untuk lebih mendalami makna sejati keberagamaan dan menjalankannya dengan penuh ketulusan dan integritas, bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi atau politik.

Mustofa Bisri
Puisi: Kaum Beragama Negeri Ini
Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)

Biodata Mustofa Bisri:
  • Dr. (H.C.) K.H. Ahmad Mustofa Bisri (sering disapa Gus Mus) lahir pada anggal 10 Agustus 1944 di Rembang. Ia adalah seorang penyair yang cukup produktif yang sudah menerbitkan banyak buku.
  • Selain menulis puisi, Gus Mus juga menulis cerpen dan esai-esai keagamaan. Budayawan yang satu ini juga merupakan seorang penerjemah yang handal.
  • Gus Mus adalah seorang kiai yang memiliki banyak profesi, termasuk pelukis kaligrafi dan bahkan terlibat dalam dunia politik.
© Sepenuhnya. All rights reserved.