Puisi: Nuh (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Nuh" karya Goenawan Mohamad bukan hanya sebuah narasi tentang kisah Nabi Nuh dari sudut pandang yang baru, tetapi juga sebuah refleksi ...
Nuh

Pada hari Ahad kedua, kota tua itu tumpas. Curah hujan
tak lagi deras, meskipun angkasa masih ungu, dan hari gusar.
Rumah-rumah runtuh, seluruh permukaan rumpang, dan
tamasya mati bunyi, kecuali gemuruh air. Memang ada jerit
terakhir, yakni teriak seorang anak.

"Ia jatuh," kata laporan yang disampaikan kepada Nakhoda.
"Dari sebuah atap yang bongkah. Air bah menyeretnya
Kakinya memang lumpuh sebelah. Dengan cepat ia pun
tenggelam, seperti yang lain-lain: neneknya, ibu-bapaknya,
saudara-saudaranya sekandung. Ia tenggelam, seraya memekik,
begitu juga seluruh kota."

Nakhoda itu tersenyum. Segera diberitakannya kabar terakhir itu
kepada Nuh yang sedang berdoa di kamarnya dalam bahtera.
Orang alim itu terdiam sebentar, lalu bangun dan berjalan ke
buritan. Ia ingin menyaksikan sendiri benarkah gelombang telah
selesai membunuh.

Memang: banjir itu tak lagi ganas, seakan-akan naga yang
kenyang bangkai.

Dan di sisa kota itu ia lihat mayat, terapung, menggelembung,
hampir hitam, beribu-ribu, seperti menantikan sesuatu.
Ia lihat gagak dan burung-burung marabou, bertengger di atas
perempuan-perempuan tua yang terserak busuk. Di permukaan
air itu bahkan hutan-hutan takluk dan senja seakan terbalik,
seperti pagi. Nuh pun berbisik, "Kaum yang musyrik, yang tak
dikehendaki ..."

Ia menghela napas, lalu kembali ke anjungan. Bau bacin
menyusup dari cuaca, bahkan sampai ke ruang doa, dan ia
merasa kota itu akan segara jadi payau. Maka tatkala langit
teduh, Nuh segera meminta agar bahtera diarahkan ke sebuah
dataran tinggi yang masih utuh, di utara. Ia berkata, "Keadilan,
perkara besar itu, telah dibereskan Tuhan." Dan ia mendarat.

Lepas dari air, ia merunduk di tepian itu dan diucapkannya
syukur. Lalu segera disuruhnya persiapkan korban hewan di
kaki bukit. Harum daging bakar pun sampai ke langit, dan
membuat surga berbahagia. "Ya, Maha Dasar, tak ada lagi yang
bisa keluar," begitulah sembah yang diucapkannya, ketika hari jadi
terang dan jemaat berdoa untuk kota-kota yang akan datang,
yang kukuh, patuh. Kota-kota Nuh.

1998

Sumber: Misalkan Kita di Sarajevo (1998)

Analisis Puisi:

Puisi "Nuh" karya Goenawan Mohamad mengangkat kisah Nabi Nuh (Noah) dari Al-Quran dengan nuansa yang kaya akan simbolisme dan refleksi atas keadilan, kepahlawanan, dan keagungan Tuhan.

Lanskap Bencana dan Kehancuran: Puisi ini dibuka dengan gambaran kota tua yang hancur lebur karena banjir besar yang mengingatkan pada kisah banjir besar dalam legenda Nabi Nuh. Deskripsi kehancuran yang begitu detail, dengan rumah-rumah runtuh dan gemuruh air, menciptakan atmosfer keputusasaan dan kegusaran.

Peran Nabi Nuh: Nabi Nuh digambarkan sebagai sosok yang bijaksana dan penuh keimanan. Dia menerima laporan tentang bencana tersebut dengan kedamaian dan kesabaran, menunjukkan kepemimpinan dan keberanian dalam menghadapi ujian Tuhan.

Keadilan Tuhan: Ketika Nabi Nuh menyaksikan bahwa gelombang telah mereda, ia menginterpretasikannya sebagai tanda bahwa Tuhan telah menegakkan keadilan-Nya. Meskipun bencana telah melanda, keadilan Tuhan akhirnya ditegakkan dan orang-orang yang patut mendapat hukuman telah dibasmi.

Simbolisme Mayat-Mayat Terapung: Gambaran mayat-mayat terapung yang bergelembung di air menggambarkan betapa dahsyatnya bencana tersebut. Mayat-mayat tersebut juga menjadi simbol kehancuran dan pembersihan atas dosa-dosa manusia yang tidak taat kepada Tuhan.

Pemilihan Korban Hewan: Nabi Nuh memilih untuk mempersembahkan korban hewan sebagai ungkapan syukur atas keselamatan yang diberikan Tuhan. Tindakan ini juga mencerminkan kepatuhan dan rasa syukur atas rahmat yang diberikan Tuhan.

Harapan Baru: Dengan mendaratnya bahtera di dataran tinggi yang masih utuh, puisi ini menyoroti harapan baru dan kesempatan untuk membangun kembali kehidupan setelah bencana. Hal ini mencerminkan sikap optimisme dan keyakinan akan rencana Tuhan yang penuh keadilan.

Puisi "Nuh" karya Goenawan Mohamad bukan hanya sebuah narasi tentang kisah Nabi Nuh dari sudut pandang yang baru, tetapi juga sebuah refleksi mendalam tentang keadilan, kepatuhan, dan harapan akan keselamatan. Dengan gambaran yang kuat dan bahasa yang indah, puisi ini mengeksplorasi tema-tema fundamental tentang kemanusiaan dan keimanan yang relevan bagi pembaca dari berbagai latar belakang dan keyakinan.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Nuh
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.