Puisi: Sepanjang Gunung Sahari (Karya Ajip Rosidi)

Puisi "Sepanjang Gunung Sahari" karya Ajip Rosidi menciptakan gambaran kehidupan perkotaan yang keras dan kurang belas kasihan.
Sepanjang Gunung Sahari


Kami lupakan lapar dengan perempuan
Bersusu hitam: daki dan mentari
Kami lupakan kesibukan kota
Derum mobil dan kapal terbang
Anak-anak berkejaran mengakhiri hari
Yang lahir tak kami ingini

Kami bicara tentang kebakaran
Ibu hangus ayah tertembak
Kampung habis dan kota kepadatan
Namun kami tak menangis
Kan menangis air mata habis

Yang siang hari perempuan kami punya
Malam milik siapa saja
Pagi-pagi datang lesu dan habis daya
Menciumi kami keras dan liat
Pandangnya mengadukan kegarangan kota
Yang merampas kesegarannya
Namun mereka tak menangis
Kan menangis air mata habis


1954

Sumber: Surat Cinta Enday Rasidin (1960)

Analisis Puisi:
Puisi "Sepanjang Gunung Sahari" karya Ajip Rosidi adalah karya sastra yang menghadirkan berbagai elemen yang memerlukan analisis mendalam. Puisi ini menggambarkan pengalaman sekelompok orang yang hidup dalam kota dan menghadapi kenyataan kerasnya kehidupan perkotaan.

Kontras antara Alam dan Kota: Puisi ini memulai dengan menyajikan kontras yang kuat antara alam dan kota. Pada siang hari, mereka melupakan lapar dengan perempuan yang menyusui, yang mengingatkan pada kehidupan di desa atau alam. Namun, ketika malam tiba, kota menjadi milik semua orang, dan kehidupan perkotaan yang keras dan kasar mengambil alih.

Kritik terhadap Kehidupan Kota: Puisi ini secara tersirat mengkritik kehidupan perkotaan yang sibuk, terburu-buru, dan seringkali tanpa belas kasihan. Derum mobil dan kapal terbang mencerminkan kesibukan kota yang mengesampingkan nilai-nilai kehidupan yang lebih sederhana dan manusiawi.

Ketidakpedulian dan Kehilangan Sensitivitas: Puisi ini mencerminkan bagaimana kehidupan perkotaan dapat membuat orang menjadi kurang peduli terhadap kepedihan dan penderitaan orang lain. Meskipun ada tragedi dan penderitaan di sekitar mereka, orang-orang dalam puisi ini tampak kehilangan kemampuan untuk merasakannya secara mendalam.

Motif Air Mata: Motif air mata muncul dalam puisi ini. Meskipun ada kekerasan dan tragedi, orang-orang dalam puisi ini tampaknya telah kehilangan kemampuan untuk menangis. Ini dapat diartikan sebagai tanda kehilangan empati dan kemanusiaan dalam kehidupan perkotaan yang keras.

Penyesalan dan Ketidakberdayaan: Puisi ini mengekspresikan penyesalan dan ketidakberdayaan terhadap kondisi kehidupan yang ada. Orang-orang dalam puisi ini tidak dapat mengubah situasi mereka, dan meskipun mereka menyadari ketidakadilan dan kekerasan yang terjadi di sekitar mereka, mereka merasa tidak berdaya untuk melakukan perubahan.

Puisi "Sepanjang Gunung Sahari" menciptakan gambaran kehidupan perkotaan yang keras dan kurang belas kasihan. Ini mengajak pembaca untuk merenungkan dampak negatif modernitas dan kehidupan perkotaan terhadap kemanusiaan dan empati.

Puisi Ajip Rosidi
Puisi: Sepanjang Gunung Sahari
Karya: Ajip Rosidi

Biodata Ajip Rosidi:
  • Ajip Rosidi lahir pada tanggal 31 Januari 1938 di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat.
  • Ajip Rosidi meninggal dunia pada tanggal 29 Juli 2020 (pada usia 82 tahun) di Magelang, Jawa Tengah.
  • Ajip Rosidi adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.