Puisi: Di Beranda Waktu Hujan (Karya Sapardi Djoko Damono)

Puisi "Di Beranda Waktu Hujan" karya Sapardi Djoko Damono menggambarkan perasaan kehilangan dan kerinduan seseorang terhadap kenangan dan ....
Di Beranda Waktu Hujan


Kau sebut kenanganmu nyanyian (dan bukan matahari
yang menerbitkan debu jalanan, yang menajamkan
warna-warni bunga yang dirangkaikan) yang menghapus
jejak-jejak kaki, yang senantiasa berulang
dalam hujan. Kau di beranda.
sendiri, "Ke mana pula burung-burung itu (yang bahkan
tak pernah kau lihat, yang menjelma semacam nyanyian,
semacam keheningan) terbang; ke mana pula siut daun
yang berayun jatuh dalam setiap impian?"

(Dan bukan kemarau yang membersihkan langit,
yang pelahan mengendap di udara) kausebut cintamu
penghujan panjang, yang tak habis-habisnya
membersihkan debu, yang bernyanyi di halaman.
Di beranda kau duduk
sendiri, "Di mana pula sekawanan kupu-kupu itu,
menghindar dari pandangku; di mana pula
(ah, tidak!) rinduku yang dahulu?"

Kau pun di beranda, mendengar dan tak mendengar
kepada hujan, sendiri,
"Di manakah sorgaku itu: nyanyian
yang pernah mereka ajarkan padaku dahulu,
kata demi kata yang pernah kuhafal
bahkan dalam igauanku?" Dan kausebut
hidupmu sore hari (dan bukan siang
yang bernafas dengan sengit
yang tiba-tiba mengeras di bawah matahari) yang basah,
yang meleleh dalam senandung hujan,
yang larut.
Amin.

1970

Sumber: Hujan Bulan Juni (1994)

Analisis Puisi:
Puisi "Di Beranda Waktu Hujan" karya Sapardi Djoko Damono adalah karya sastra yang menggambarkan perasaan kehilangan dan kerinduan seseorang terhadap kenangan dan cinta yang telah berlalu. Puisi ini menciptakan suasana hujan sebagai simbolik yang melambangkan perubahan dan waktu yang terus berjalan.

Simbolisme Hujan: Hujan dalam puisi ini digunakan sebagai simbol perubahan dan pelupaan. Hujan yang tak henti-henti menghapus jejak-jejak kaki dan membersihkan debu dapat diartikan sebagai metafora untuk waktu yang terus berlalu dan merubah segala sesuatu.

Kenangan dan Kerinduan: Puisi ini menggambarkan penyair yang merenungkan kenangan dan merasakan kerinduan terhadap masa lalu. Kenangan dianggap sebagai nyanyian yang menghilang dan matahari sebagai simbol kebahagiaan yang terkikis oleh waktu.

Penggunaan Beranda: Beranda dalam puisi ini adalah tempat fisik di mana penyair berada, tetapi juga menjadi representasi perasaan terperangkap dalam nostalgia dan kerinduan. Beranda menjadi tempat di mana penyair merenungkan masa lalu dan kehilangan.

Kesendirian dan Pertanyaan yang Tidak Terjawab: Penyair duduk sendiri di beranda dan merenung tentang pertanyaan yang tidak terjawab. Dia mencari keberadaan burung-burung, dedaunan, dan nyanyian yang pernah ada dalam hidupnya, tetapi semuanya telah menghilang.

Kontras Siang dan Sore: Puisi ini menciptakan kontras antara siang dan sore. Sore yang basah dan larut adalah saat yang lebih penting dalam puisi ini, karena hujan datang dan mencuci segalanya.

Akhir yang Religius: Puisi ini diakhiri dengan kata "Amin," yang sering digunakan dalam konteks religius untuk menandakan persetujuan atau harapan. Hal ini mungkin mengisyaratkan harapan penyair akan kesembuhan atau pemulihan dari perasaan kehilangan.

Puisi ini menggambarkan perasaan nostalgia, kehilangan, dan perubahan dalam hidup. Penggunaan imaji hujan yang terus-menerus menciptakan kesan bahwa waktu terus berlalu, menghapus kenangan dan merubah segala sesuatu.

Puisi Sapardi Djoko Damono
Puisi: Di Beranda Waktu Hujan
Karya: Sapardi Djoko Damono

Biodata Sapardi Djoko Damono:
  • Sapardi Djoko Damono lahir pada tanggal 20 Maret 1940 di Solo, Jawa Tengah.
  • Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada tanggal 19 Juli 2020.
© Sepenuhnya. All rights reserved.