Puisi: Rumahku (Karya Chairil Anwar)

Puisi "Rumahku" menggambarkan perjalanan hidup dan kompleksitas perasaan penyair terhadap kehidupan, cinta, dan keinginan. Dengan pilihan kata dan ...
Rumahku

Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak

Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan

Kemah kudirikan ketika senja kala
Di pagi terbang entah ke mana

Rumahku dari unggun-timbun sajak
Di sini aku berbini dan beranak

Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu.

27 April 1943

Sumber: Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)

Analisis Puisi:
Puisi "Rumahku" karya Chairil Anwar adalah ungkapan lirik yang mencerminkan kompleksitas perasaan, kehidupan, dan harapan.

Metafora Rumah dan Kaca: Rumah digunakan sebagai metafora untuk dunia pribadi dan batin penyair. Unggun-timbun sajak menggambarkan kumpulan kata-kata yang menjadi rumahnya. Kaca yang jernih mencerminkan ketulusan dan keterbukaan dalam mengekspresikan diri.

Motif Kehidupan dan Pencarian: Penyair menggambarkan perjalanan hidupnya sebagai sebuah lari dari gedong yang lebar halaman. Metafora ini dapat diartikan sebagai upaya melarikan diri dari keterbatasan atau masalah yang mungkin dihadapi penyair dalam hidupnya.

Ketidakjelasan Jalan dan Kemah di Senja: Penyair merinci keadaan ketidakjelasan hidup dengan menjelaskan pembangunan kemah di senja. Senja, sebagai peralihan dari siang ke malam, mewakili fase peralihan dalam hidup atau mungkin pencarian jati diri yang belum terjawab.

Keinginan untuk Menangkap Waktu: Dengan ungkapan "aku tidak lagi meraih petang," penyair mungkin merujuk pada keinginan untuk menangkap waktu yang terus berlalu. Hal ini mencerminkan keinginan untuk menghargai setiap momen dan melihat ke depan tanpa penyesalan.

Pencapaian dalam Keluarga: Dengan menyebutkan bahwa di rumah itu ia "berbini dan beranak," penyair menghadirkan citra kebahagiaan dalam rumah tangga. Namun, disertai dengan ungkapan "rasanya lama lagi," mungkin menunjukkan rasa kecewa atau ketidakpastian terhadap masa depan.

Pemakaian Kata dan Bunyi: Chairil Anwar menggunakan kata-kata yang indah dan berirama dalam puisi ini, memberikan nuansa keindahan bahasa. Pemilihan kata yang penuh makna dan bunyi yang merdu menciptakan kesan estetis dan mendalam.

Ironi Cinta dan Keinginan: Meskipun terdapat ungkapan tentang berbini dan beranak, penyair menyampaikan ironi dengan menyebutkan "Biar berleleran kata manis madu jika menagih yang satu." Ini mungkin mencerminkan pandangan kritis terhadap konsep cinta dan kehidupan rumah tangga.

Puisi "Rumahku" menggambarkan perjalanan hidup dan kompleksitas perasaan penyair terhadap kehidupan, cinta, dan keinginan. Dengan pilihan kata dan imajinatif yang kaya, Chairil Anwar menciptakan puisi yang menggugah pemikiran dan menyelami ke dalam kompleksitas eksistensi manusia.

Chairil Anwar
Puisi: Rumahku
Karya: Chairil Anwar

Biodata Chairil Anwar:
  • Chairil Anwar lahir di Medan, pada tanggal 26 Juli 1922.
  • Chairil Anwar meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 28 April 1949 (pada usia 26 tahun).
  • Chairil Anwar adalah salah satu Sastrawan Angkatan 45.
© Sepenuhnya. All rights reserved.