Puisi: Hari Ulang Tahun Perkawinan (Karya Sapardi Djoko Damono)

Puisi "Hari Ulang Tahun Perkawinan" tidak hanya membahas perayaan formal dalam pernikahan, tetapi lebih fokus pada kehidupan sehari-hari dan momen ...
Hari Ulang Tahun Perkawinan

Pada hari ulang tahun perkawinan kita yang kesekian, yang kita sendiri lupa hari bulan apa, kau tidak menyalakan lilin atau mengundang teman makan-makan. Kapan pernah? Pada hari yang sudah kita lupakan itu kita duduk di beranda ngobrol tentang kapan dan di mana kita bertemu pertama kali, cinta pada pandangan pertama, kucing-kucingan di kampus, dan memutuskan untuk kawin entah hari bulan apa. Aduh, kumat!

Kadang-kadang kita mengangguk ketika ada tetangga lewat atau basa-basi bertanya mau ke mana atau berkomentar "kok tumben jalan-jalan sendirian," atau cengar-cengir saja. Lho, kenapa kau memandangku seperti sudah lama tidak ketemu? Pada hari perkawinan yang sudah terkubur dalam ingatan itu aku seperti mendengarmu bertanya apakah dulu itu aku memang benar-benar menyayangimu atau apa begitu. Gombal!

Pada hari ulang tahun perkawinan kita itu yang mungkin saja kebetulan jatuh hari ini kau tiba-tiba bangkit dari bangku dan masuk rumah meninggalkanku sendirian di beranda memandang pohon mangga yang beberapa buahnya setiap malam berjatuhan dimakan codot.

Kubikinkan teh apa kopi?

Sumber: Melipat Jarak (2015)

Analisis Puisi:
Puisi "Hari Ulang Tahun Perkawinan" karya Sapardi Djoko Damono membahas dinamika hubungan pernikahan dengan latar belakang perayaan hari ulang tahun perkawinan.

Latar Belakang yang Sederhana: Puisi ini mengambil latar beranda rumah, memberikan kesan kebersamaan dalam suasana yang santai. Penggunaan beranda sebagai latar memberikan nuansa kedekatan dan keakraban dalam kehidupan sehari-hari.

Sentuhan Realitas Keseharian: Puisi menciptakan gambaran tentang keseharian pasangan yang mungkin terlupakan, seperti obrolan santai tentang kenangan masa lalu, pertemuan pertama, dan momen-momen kampus. Hal ini memberikan kehidupan pada puisi dan membuatnya mudah diidentifikasi oleh pembaca.

Kehilangan Arti Ulang Tahun Perkawinan: Puisi menyajikan gambaran pasangan yang hampir lupa atau tidak memperhatikan hari ulang tahun perkawinan mereka. Ini mencerminkan adanya kebiasaan dan keseharian yang mungkin meredupkan perayaan-perayaan formal, tetapi sekaligus menunjukkan kedekatan yang lebih mendalam dalam hubungan.

Refleksi tentang Cinta dan Hubungan: Puisi ini menciptakan momen refleksi tentang cinta, pertanyaan tentang apakah cinta pada pandangan pertama benar-benar terjadi atau tidak. Dengan sentuhan humor ("Aduh, kumat!"), puisi menghadirkan suasana santai yang bisa dialami banyak pasangan dalam perjalanan pernikahan mereka.

Pertanyaan dan Ketidakpastian: Puisi menuturkan pertanyaan-pertanyaan yang menciptakan ketidakpastian, mungkin merujuk pada pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul dalam pikiran setiap pasangan tentang kebenaran perasaan mereka.

Perubahan Suasana Menuju Akhir Puisi: Perubahan suasana terjadi menuju akhir puisi ketika pasangan tersebut tampaknya memiliki momen yang membingungkan atau membuat salah satu dari mereka meninggalkan beranda. Ini menciptakan nuansa misteri dan mengundang interpretasi tentang perasaan yang mungkin terjadi dalam hubungan mereka.

Puisi "Hari Ulang Tahun Perkawinan" tidak hanya membahas perayaan formal dalam pernikahan, tetapi lebih fokus pada kehidupan sehari-hari dan momen-momen kecil yang membentuk sebuah hubungan. Dengan gaya bahasa yang sederhana dan sentuhan humor, Sapardi Djoko Damono menggambarkan dinamika pernikahan yang dapat dihubungkan oleh banyak pembaca.

Puisi Sapardi Djoko Damono
Puisi: Hari Ulang Tahun Perkawinan
Karya: Sapardi Djoko Damono

Biodata Sapardi Djoko Damono:
  • Sapardi Djoko Damono lahir pada tanggal 20 Maret 1940 di Solo, Jawa Tengah.
  • Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada tanggal 19 Juli 2020.
© Sepenuhnya. All rights reserved.