Puisi: Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu" karya Wiji Thukul menyampaikan pesan sosial dan kritik terhadap ketidakadilan sosial serta ....
Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu


apa guna punya ilmu
kalau hanya untuk mengibuli

apa gunanya banyak baca buku
kalau mulut kau bungkam melulu

di mana-mana moncong senjata
berdiri gagah
kongkalikong
dengan kaum cukong.

di desa-desa
rakyat dipaksa
menjual tanah
tapi, tapi, tapi, tapi
dengan harga murah.

apa guna punya ilmu
kalau hanya untuk mengibuli

apa guna banyak baca buku
kalau mulut kau bungkam melulu.


Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)

Analisis Puisi:
Puisi "Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu" karya Wiji Thukul adalah karya sastra yang menyampaikan pesan sosial dan kritik terhadap ketidakadilan sosial serta pemanfaatan ilmu dan kekuasaan yang tidak bermoral.

Kritik Terhadap Pemanfaatan Ilmu dan Pengetahuan: Puisi ini mengecam pemanfaatan ilmu dan pengetahuan yang tidak etis. Penyair menyampaikan pertanyaan retoris tentang guna dari ilmu jika hanya digunakan untuk "mengibuli." Ini mencerminkan kekecewaan terhadap intelektual atau pemegang pengetahuan yang seharusnya memberikan kontribusi positif bagi masyarakat, tetapi justru terlibat dalam manipulasi dan penindasan.

Ketidakadilan Sosial: Puisi ini menggambarkan ketidakadilan sosial yang terjadi di desa-desa, di mana rakyat dipaksa untuk menjual tanah mereka dengan harga murah. Ini mencerminkan situasi di mana pemilik kekuasaan atau kaum cukong memanfaatkan kekuatan ekonomi dan politik mereka untuk merugikan rakyat kecil. Puisi ini mengkritik tindakan ini sebagai bentuk penindasan.

Monopoli Kekuasaan dan Senjata: Penyair menggunakan bahasa yang kuat untuk menggambarkan monopoli kekuasaan yang dilakukan oleh mereka yang memiliki senjata. Moncong senjata yang "berdiri gagah" adalah simbol dari kekuasaan yang dipertahankan dengan kekerasan. Puisi ini menunjukkan ketidakadilan dalam distribusi kekuasaan dan kekayaan di masyarakat.

Ketidakadilan dalam Pertukaran Tanah: Penyair menyoroti ketidakadilan dalam pertukaran tanah, di mana rakyat dipaksa untuk menjual tanah mereka dengan harga murah. Hal ini menggambarkan ketidaksetaraan dalam perdagangan dan ekonomi yang merugikan rakyat kecil. Puisi ini menjadi suara bagi mereka yang tak memiliki suara untuk melawan ketidakadilan tersebut.

Penutup yang Menggugah Pikiran: Puisi ini diakhiri dengan pengulangan pertanyaan tentang guna ilmu dan pengetahuan jika hanya digunakan untuk mengibuli dan mulut tetap bungkam. Ini merupakan pengingat bahwa memiliki ilmu dan pengetahuan adalah tanggung jawab moral untuk berbicara melawan ketidakadilan dan kecurangan.

Puisi "Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu" karya Wiji Thukul adalah karya yang kaya dengan kritik sosial terhadap ketidakadilan, penyalahgunaan ilmu dan kekuasaan, serta pemanfaatan kekuasaan dengan senjata. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan peran mereka dalam melawan ketidakadilan sosial dan mengingatkan bahwa ilmu dan pengetahuan harus digunakan untuk kebaikan bersama, bukan untuk kepentingan individu atau golongan tertentu.
Puisi: Di bawah Selimut Kedamaian Palsu
Puisi: Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
  • Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.