Puisi: Justru pada Akhir Tahun (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Justru pada Akhir Tahun" menciptakan keseimbangan antara tema ketidakpastian cinta, rasa kehilangan, dan konflik batin. Melalui kata-kata ...
Justru pada Akhir Tahun


Bermukimlah di peti mati dan jangan menangis lagi
aku terpaksa berkhianat dan cintamu jadi siksa
keengganan-kehilangan jadi ketakutan bangsawan
sangsi yang ini mendorong ingin punya segala
dan jadilah hatiku asing pada pangkalan dan persinggahan

Berilah aku kenikmatan atau keedanan dan bukan cinta
cinta memang kudamba tapi jadi asing di dekatnya
begitu agung ia, mungkin tak kukenal bila singgah di dada
dan oleh luka-luka tak kupercaya lagi kehadirannya

Terkutuklah saat-saat aku sadari diri begini
tampak tindakku seolah berbunga dosa
tindak yang di sisi hatiku sungguh bening.
(Percayalah! Matamu 'kan mengutuk segala dusta)

Tolonglah memupus lari sangsiku.
(demi cintamu yang tidak waras kepadaku!)
Pendamlah cintamu dalam perbuatan edan
atau sekali-sekali khianatilah aku
atau bermukimlah di peti mati dan jangan menangis lagi
atau bunuh aku dengan tikaman mesra duka cinta
dan segalanya akan putus begitu
bukankah itu mesra, Sayangku?


Sumber: Mimbar Indonesia (November, 1955)

Analisis Puisi:
Puisi "Justru pada Akhir Tahun" karya W.S. Rendra menggambarkan perasaan kompleks penyair terhadap cinta, pengkhianatan, dan ketidakpastian di akhir tahun. Berikut adalah analisis mendalam terhadap puisi ini:

Tema Ketidakpastian Cinta: Puisi ini menggambarkan tema ketidakpastian dalam cinta. Penyair menciptakan suasana kontradiktif antara rasa cinta yang diidamkan dan keengganan terhadap cinta itu sendiri. Keinginan untuk memiliki segalanya bertentangan dengan ketakutan akan kehilangan dan pengkhianatan.

Gaya Bahasa Melankolis: Gaya bahasa puisi ini menciptakan atmosfer melankolis. Kata-kata seperti "bermukimlah di peti mati" dan "hatiku asing pada pangkalan dan persinggahan" menunjukkan suasana hati yang suram dan penuh rasa kehilangan.

Kontras Antara Cinta dan Kehilangan: Penyair menunjukkan kontras antara keinginan untuk mencintai dan ketakutan terhadap kehilangan. Meskipun cinta diinginkan, namun penyair melihatnya sebagai siksaan. Kontradiksi ini menciptakan dinamika emosional yang rumit.

Ironi dalam Pencarian Kenikmatan: Puisi mengeksplorasi ironi di balik pencarian kenikmatan dalam cinta. Keinginan untuk kenikmatan di luar cinta seolah menjadi reaksi terhadap ketidakpastian dan keengganan terhadap cinta yang sejati.

Ketidakpercayaan pada Cinta: Penyair menyampaikan ketidakpercayaan pada cinta, bahkan sampai pada tingkat meragukan kehadiran cinta itu sendiri. Penggunaan kata "tampak tindakku seolah berbunga dosa" menunjukkan bahwa cinta dianggap sebagai sesuatu yang tercemar dan meragukan.

Pencarian Makna dalam Kehidupan: Dalam merenung pada akhir tahun, penyair mencari makna hidup dan cinta. Pencarian ini tercermin dalam konflik antara keinginan untuk mencintai dan kebutuhan akan kepastian serta ketenangan.

Keteguhan Diri dan Ketidakwarasan Cinta: Puisi ini mencerminkan keteguhan diri penyair dalam menghadapi ketidakwarasan cinta. Permohonan untuk "memupus lari sangsiku" menunjukkan keinginan untuk mengakhiri konflik dan menemukan kedamaian, bahkan jika itu melibatkan pengorbanan cinta.

Dialog Internal: Penyair menggunakan dialog internal untuk merangkai pemikiran dan perasaannya. Pergolakan emosional yang terungkap dalam puisi ini menciptakan dimensi psikologis yang mendalam.

Puisi "Justru pada Akhir Tahun" menciptakan keseimbangan antara tema ketidakpastian cinta, rasa kehilangan, dan konflik batin. Melalui kata-kata yang puitis, W.S. Rendra menyampaikan kompleksitas perasaan manusia terhadap cinta dan kehidupan.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Justru pada Akhir Tahun
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.