Puisi: Mereka Membangun Sungai (Karya Dorothea Rosa Herliany)

Puisi "Mereka Membangun Sungai" karya Dorothea Rosa Herliany mengajak pembaca untuk merenungkan dampak pembangunan, kemajuan teknologi, dan ....
Mereka Membangun Sungai


Mereka membangun sungai pada kepalanya, kata seseorang.
Agar hanyut kalimat-kalimat dalam pikirannya
menuju bendungan-bendungan yang 
ditunggui orang-orang kosong.
Untuk memperebutkan rumus-rumus dan kesimpulan
yang mengasingkannya dari kemanusiaan, kata yang lain.

Agar tercipta makhluk-makhluk baru yang pongah
dengan huruf-huruf dan angka-angka membungkus hati-nurani.
Sehingga bumi yang purba membangun kepompongnya
pada kanvas sunyi, kata seseorang.

Agar orang-orang meninggalkan arti debu, kata yang lain.
Agar orang-orang meninggalkan arti hujan dan matahari.
Agar orang-orang tak paham bunyi angin.
Agar orang-orang tak tahu kediaman batu.
Agar orang-orang ....

Mereka membangun sungai,
membangun bendungan-bendungan.
Membangun orang-orang kosong, muara, air, dan 
kebisuan suara-halus dari mulut-mulutnya,
kata seseorang yang menamakan dirinya nabi.
Orang-orang telah meninggalkan kefanaan, desahnya.

Mereka membangun sungai dalam pikirannya.
Dalam hati-nuraninya.
Agar orang-orang tak paham
kediaman ayat-ayat yang terbaca.
Agar orang-orang ....


1991

Sumber: Nikah Ilalang (1995)

Analisis Puisi:
Puisi "Mereka Membangun Sungai" karya Dorothea Rosa Herliany adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan proses pembangunan sungai dan dampaknya pada pemahaman manusia tentang alam dan makna kehidupan.

Metafora Pembangunan Sungai: Pembangunan sungai dalam puisi ini dapat dianggap sebagai metafora untuk penciptaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan struktur sosial yang kompleks. Seperti halnya membangun bendungan dan muara, manusia menciptakan sistem-sistem yang terkadang dapat mengalihkan dan mengendalikan alam.

Kritik Terhadap Materialisme: Puisi ini menyiratkan kritik terhadap kecenderungan manusia untuk lebih mengutamakan pengetahuan dan kemajuan material daripada menghargai hubungannya dengan alam. Orang-orang yang "kosong" dalam puisi ini mungkin merujuk pada mereka yang kehilangan koneksi dengan alam dan nilai-nilai spiritual.

Alienasi dari Alam: Puisi ini menggambarkan bagaimana manusia dapat terasing dari alam karena penciptaan makhluk-makhluk "baru" yang lebih terfokus pada angka, huruf, dan pengetahuan abstrak daripada pengalaman langsung dengan alam.

Kekosongan Makna: Ada ungkapan tentang orang-orang meninggalkan "arti debu" dan "arti hujan dan matahari," yang menggambarkan kehilangan makna dan keindahan dalam elemen-elemen alam yang sederhana. Ini mencerminkan kekosongan makna dalam kehidupan modern.

Kritik terhadap Kefanaan: Puisi ini mencerminkan kritik terhadap manusia yang meninggalkan pemahaman tentang kemanusiaan dan nilai-nilai yang lebih dalam dalam upayanya mencapai pengetahuan dan kemajuan teknologi.

Penghayatan Spiritual: Di tengah pembangunan sungai dan kebingungan yang dihasilkan oleh penciptaan "orang-orang kosong," ada upaya untuk menghubungkan manusia kembali dengan nilai-nilai spiritual. Hal ini tercermin dalam kata-kata "kata seseorang yang menamakan dirinya nabi."

Puisi "Mereka Membangun Sungai" karya Dorothea Rosa Herliany adalah sebuah karya sastra yang kaya akan simbolisme dan kritik sosial. Ini mengajak pembaca untuk merenungkan dampak pembangunan, kemajuan teknologi, dan alienasi dari alam terhadap manusia. Puisi ini juga mengusulkan perlunya menjaga keseimbangan antara kemajuan material dan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan manusia.

Dorothea Rosa Herliany
Puisi: Mereka Membangun Sungai
Karya: Dorothea Rosa Herliany

Biodata Dorothea Rosa Herliany:
  • Dorothea Rosa Herliany lahir pada tanggal 20 Oktober 1963 di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Ia adalah seorang penulis (puisi, cerita pendek, esai, dan novel) yang produktif.
  • Dorothea sudah menulis sejak tahun 1985 dan mengirim tulisannya ke berbagai majalah dan surat kabar, antaranya: Horison, Basis, Kompas, Media Indonesia, Sarinah, Suara Pembaharuan, Mutiara, Citra Yogya, Dewan Sastra (Malaysia), Kalam, Republika, Pelita, Pikiran Rakyat, Surabaya Post, Jawa Pos, dan lain sebagainya.
© Sepenuhnya. All rights reserved.