Puisi: Perjalanan Bu Aminah (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Perjalanan Bu Aminah" karya W.S. Rendra menggambarkan perjuangan seorang perempuan yang mencari adiknya yang hilang di kota besar.
Perjalanan Bu Aminah


Perempuan dengan badai di perut
kamu datang dengan kereta malam ke jaya negara.
Dini hari kamu sampai
tanpa sempat mencuci muka.
Kamu masuki peron
yang berbau sampah.
Kamu muntah.
Seorang lelaki memegang lenganmu.
Kamu ucapkan terimakasih.
Tetapi tiba-tiba kamu merasa
lelaki itu mencopet dompetmu.
Mulutmu menganga
lantaran kaget.
Bukannya akan bersuara.
Tetapi lelaki itu tegas:
Dengan sabar ia tinju mulutmu.
Kereta api lewat.
Orang-orang lewat bersama dompetmu,
kamu bangkit dari lantai kotor
Di mana tadi kamu terkapar.
Dengan mulut bengkak dan berdarah
kamu hampiri penjaga keamanan.
Ia pandang kamu dengan jijik
dan sebelum kamu sempat berkata
ia membentak: "Pergi"

Perempuan dengan badai di perut
mukamu lembayung.
Kamu jual sumbangmu di toko
cuma laku separoh harga.
Kamu cari adikmu
sedang kamu tak jelas alamatnya.
.........................
Ternyata
yang dimaksud mandiri
bukannya tidak merepotkan orang lain,
tetapi tidak mempedulikan orang lain.
Namaku Aminah. Orang desa.
Datang ke ibu kota
mencari adikku: Maria Zaitun.
Orang kota menyebutku cengeng.
Kepada seorang wanita
yang tinggal di losmen yang sama
Aku menyapa: "Selamat Pagi!"
Dan ia menjawab: "Apa maumu?"
.........................
Perempuan dengan badai di perut:
Aminah!
Duitmu makin tipis
lalu kamu ingin cari kerja.
Kamu pergi ke pemilik losmen
minta nasihat kepadanya.
Ia berkat:
"Ini jaman sulit.
Tetapi apa yang bisa kamu lakukan?"
Lalu kamu menjawab
Bahwa kamu bisa menjahit,
pernah bekerja di salon
juga pernah kerja di restoran.
Ia menarik napas
seperti hendak bicara,
tetapi dibatalkan.
Lalu matanya sedikit dipicingkan,
menatap wajahmu,
dadamu, pinggulmu,
dan kakimu.
Kemudian ia bicara juga:
"Ini jaman susah.
Tetapi aku bisa kasih kamu kerja."

"Di mana?"
"Di sini."
"Kerja apa?"
"Terima tamu."
"Tetapi di sini
sudah ada dua penerima tamu."

"Yang saya maksud:
Menerima tamu di kamarmu,"

"Apa?"

"Hasilnya tidak sekedar lumayan.
Aku bisa jual kamu
dengan tarif tinggi."

Mendadak kamu berdiri.
Dadamu sesak.
Tanganmu gemetar.
Lalu dengan kasar kamu pergi.
Sementara ia tetap duduk
dengan tenang dan perkasa.
.........................

Ternyata:
"Aku harus lebih waspada.
Tidak semua orang itu orang.
Di dalam cahaya terdapat rasa sentosa.
Di jalan raya
tak ada tempat untuk berjalan kaki.
Di ruang duduk
tak ada tempat untuk berbicara.
Alangkah sesak ruang ini.
Tapi tanganku menggapai
yang terpegang hanya udara."
.........................
Perempuan dengan badai di perut.
Akhirnya kamu bekerja di situ restoran.
Kamu menjadi pembantu koki.
Segera nyata kamu berguna
karena memang ahli.
Pada hari pertama
koki gembira dan ramah terhadapmu.
Pada hari ke dua
ia suka memuji dan bercanda.
Pada hari ke tiga
ia bersikap seperti bapa.
Pada hari keempat
ia merayu
dan meremas pantatmu.
Kamu memprotes dengan halus.
Dan untuk menjaga jarak
kamu menambah sikap sopanmu.
Tapi datang hari ke lima
ia peluk kamu dengan paksa
dan ia mencoba mencium mulutmu.
Kamu menjerit. Kamu meronta.
Satu panik sup tumpah
gara-gara pergulatanmu.
Sehingga pada hari ke enam
kamu dipindah jadi pelayan.
Pada hari ketujuh
kamu kurang sopan pada tamu
yang dengan penuh penghargaan
Meraba pahamu.
Pada hari ke delapan
kamu di pindah
menjadi pencuci piring.
Pada hari kesembilan
tukang air memegang tetekmu.
Kamu menjerit dengan seru
sehingga majikan besar turun tangan.
Ia perhatikan kamu
ia geleng-gelengkan kepala.
Lalu kamu dipanggil ke kantornya
kamu dihibur
dan diberi pengertian.
Bahkan ia beri kamu uang  muka
dan gaji tiga bulan,
barangkali sebagai hiburan.
Pada hari ke sepuluh
kamu disuruh menyalin
daftar inventaris restoran.
Pada hari ke sebelas
majikan besar memberimu hadiah
Sepasang giwang, kalung dan gelang,
katanya sebagai penghargaan
untuk kepribadianmu yang jelas dan tegas.
Pada hari ke duabelas
ia berbicara tentang hobi seni fotografi,
bagaimana komposisi cahaya dan baying-bayang
bisa menonjolkan nilai tersembunyi
dari bentuk benda
yang semula nampak biasa.
Pada hari ke tigabelas
(yang kata orang angka sial)
ia berkata:
"Sebagai ahli fotografi
aku bisa membayangkan
Bagaimana kalau tubuhmu telanjang.
Gunung dan lembahnya
Akan memberi kesempatan
untuk permainan komposisi
Cahaya dan baying-bayang."
Orang-orang gila itu
punya tanggapan kasar
terhadap keindahan tubuhmu,
Tetapi aku penuh gelora seni.
Aku ingin merekam keindahan tubuhmu
yang alami dan asli
supaya abadi
dengan honorarium untukmu
yang memadai.
Sekarang renungkan dulu.
Kita bicara lagi besok pagi.
Pada hari ke empat belas
kamu meludah ke tanah
dan tidak masuk kerja.
.........................
"Terlalu banyak aku lihat keranjang sampah
tak ada isinya yang berguna,
filsafat bergantung di setiap paku.
Agama menjadi bendara bazaar.
O, ibuku!
Alangkah amannya kandunganmu!
Waktu aku rebah ingin tidur
Kasurku gaduh nrocos bicara!"
.........................
Perempuan dengan badai di perut
Di metropolitan Jaya negara,
kamu mencari adikmu.
Tidak jelas alamatnya.
Seingatmu ia bilang
ia tinggal di jalan delima nomor lima.
Sudah dua kali kamu ke sana
Dan ia tidak ada.
Di rumah itu banyak perempuan
dan yang tertua berkata:
"Sembilan tahun aku tinggal di sini.
Yang bernama Maria Zaitun
Tak pernah ada."
Dan akhirnya
setelah sekian lama,
di Jaya negara
kamu tahu
di sebelah barat kota ada juga jalan delima nomor lima,
tetapi itu kantor polisi.
Kamu ke sana
dan komandannya berkata:
"Memang ada dua jalan delima nomor lima
di barat dan timur,
yang di barat kantor kami
tak pernah ada Maria zaitun di sini
sedang di timur....
jadi ibu sudah kesana?"

"Sudah. Ia tidak ada di sana."
"Rumah pelacuran."
"Astaghfirullah haladziim!"

"Ya.
Alhamdulillah ia tak ada di sana.
Tak pernah memakai nama aslinya."

"Ya ,Allah!"

Sesudah itu
kamu merasa
badanmu melayang-layang.
Segala yang terjadi,
terjadi antara ada dan tiada.
Dan kamu hampir tidak mendengar
ketika komandan itu berkata:
"Cobalah besok ibu kemari lagi besok pagi
bawalah fotonya dan semua informasi.
Kami akan membantu ibu mencarinya."

Keesokan harinya
Kau masukkan foto adikmu
Ke dalam dompetmu.
.........................


Sumber: Perjalanan Bu Aminah (1997)

Analisis Puisi:
Puisi "Perjalanan Bu Aminah" karya W.S. Rendra adalah sebuah karya yang menggambarkan pengalaman seorang perempuan bernama Aminah yang datang ke kota besar (Jaya Negara) dalam pencarian adik perempuannya yang hilang. Puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti kehidupan kota, kesulitan hidup, ketidakadilan sosial, dan perasaan kehilangan.

Kehidupan di Kota Besar: Puisi ini menggambarkan kehidupan di kota besar yang sibuk dan penuh dengan keramaian. Aminah tiba di kota ini dengan kereta malam dan segera dihadapkan dengan kenyataan yang keras dari kehidupan perkotaan yang kasar.

Ketidakamanan: Saat Aminah tiba di stasiun kereta api, ia mengalami kejadian yang menakutkan ketika seorang lelaki mencopet dompetnya. Hal ini menciptakan perasaan ketidakamanan yang mendalam dalam dirinya.

Ketidakadilan Sosial: Puisi ini mencerminkan ketidakadilan sosial yang ada di kota besar. Aminah mencari pekerjaan untuk mencari nafkah, tetapi kesulitan menemukan pekerjaan yang layak. Bahkan, ia menerima tawaran pekerjaan yang merendahkan martabatnya sebagai seorang penerima tamu di kamarnya sendiri, menggambarkan bahwa wanita seringkali dieksploitasi dalam masyarakat.

Perjuangan Aminah: Meskipun mengalami banyak kesulitan dan pelecehan, Aminah tetap mencari adik perempuannya yang hilang. Ia tidak menyerah dalam pencariannya dan pergi ke kantor polisi untuk mencari informasi tentang adiknya.

Kehilangan dan Kekuatan: Puisi ini menciptakan perasaan kehilangan dan rasa sakit yang dialami Aminah. Namun, ia juga menunjukkan keteguhan hati dan kekuatan dalam mencari adiknya, meskipun ia harus menghadapi banyak kesulitan dan rintangan.

Kritik terhadap Kota Besar: Puisi ini juga bisa dianggap sebagai kritik terhadap kehidupan di kota besar, di mana orang seringkali terpinggirkan, dieksploitasi, dan kesulitan dalam mencari nafkah. Hal ini menciptakan kontras antara kehidupan di pedesaan dan kota besar.

Tidak Ada Jawaban Pasti: Puisi ini mengakhiri dengan Aminah membawa foto adiknya dan mencoba mendapatkan bantuan dari polisi. Namun, tidak ada jawaban pasti tentang nasib adiknya, dan puisi ini meninggalkan pembaca dengan perasaan ketidakpastian.

Puisi "Perjalanan Bu Aminah" karya W.S. Rendra adalah karya yang menggambarkan perjuangan seorang perempuan yang mencari adiknya yang hilang di kota besar. Puisi ini mencerminkan tema-tema seperti ketidakamanan, ketidakadilan sosial, kekuatan individu dalam menghadapi kesulitan, dan ketidakpastian dalam kehidupan. Ini adalah cerminan kehidupan yang keras dan sering kali tidak adil di lingkungan perkotaan yang padat.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Perjalanan Bu Aminah
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.