Puisi: Sebuah Dunia yang Marah (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Sebuah Dunia yang Marah" menciptakan citra dunia pasca perang yang penuh dengan ketidakpastian, penderitaan, dan kebingungan moral.
Sebuah Dunia yang Marah


Setelah dua buah perang dunia
senapan bicara dan mesiu di udara.
betapakah wajah dunia?
setelah segala pidato dan perbincangan
lembaga-lembaga yang bagus didirikan
untuk bertengkar
dalam seribu semboyan
dan tikaman dari belakang,
betapakah napas dunia?

Di sini di bagian bumi ini
muncullah wajah-wajah yang luka
dalam kelam malam jiwa.
Tidak perlu sebuah peta
untuk menunjuknya di mana.
Inilah sebuah dunia yang marah.
Penuh mata yang nyalang dan liar,
wajah-wajah yang buas putus asa,
dan tangan-tangan yang gemetar
menggenggam hidup yang hambar.
Maka
gubug, manusia, dan sampah
tak ada bedanya.
Penuh dendam tak berdaya.

Perang dunia dan pemberontakan
tidak merubah bumi lesi di sini
Pembunuhan demi pembunuhan
dendam demi dendam
tidak berbuah apa-apa
selain dosa, kebimbangan,
dan ketidakpercayaan.

Tidak berbuah apa-apa
selain mengorbankan yang tak berdaya
Ah, wajah-wajah yang selalu bertanya!
Didorong ke dunia sangsi dan dusta
mereka pun sebatang kara.
Tumbuh dari dosa. Berbuah pun dosa.

Bumi di sini tetap terluka.
Orang-orang miskin melangkah dalam lapar.
Mereka adalah kayu yang meranggas.
Mereka menyesali kelahirannya
tetapi menolak kematiannya.
Mereka mandul. Ialah tak berbuah.
Mereka mati. Ialah tak berdaya.
Mereka menelungkup di atas bumi -
itulah bundanya!
Sedang yang lain, semua musuhnya.

Di atas bumi compang-camping di sini
mengungkaplah kehidupan manusia yang berdarah
yang telah lama mengidapkan dosa
di luar sadarnya. Di luar pilihannya.
Tuhan pun berdiri di antara mereka
terluka bersama mereka.
Dan dunia menolaknya.

Tuhan menangis bersama mereka.
Tapi mereka tiada tahu.
Tuhan yang sedih dan menderita
terlanda kaki mereka yang marah.
terlanda oleh dendam
dan ketakutan yang resah.

Bapa!
Bagaimana menghindari kematian
itulah masalah mereka yang utama
bukan tentang kebajikan atau dosa.
Betapa mereka mengerti suara sorga
bila suara kehidupan belum pernah didengarnya?

Bapa!
Sementara dunia mengerti cuma senapan dan dusta
ulurkanlah dengan tangan-Mu penuh kasih
jantung-Mu yang penuh cinta dan luka.
Luka-luka-Mu, Bapa! Luka-luka-Mu!
Hanya pada luka
dunia mengerti cinta.

Tuhan menangis dan mengerti.
Tuhan selalu menangis dan mengerti.
Selalu ditikam. Selalu dikhianati.


Sumber: Sajak-Sajak Sepatu Tua (1972)

Analisis Puisi:
Puisi "Sebuah Dunia yang Marah" karya W.S. Rendra menggambarkan gambaran yang kuat tentang dunia pascaperang, konflik, dan kehidupan manusia yang penuh dengan penderitaan.

Penderitaan Pasca Perang: Puisi dibuka dengan merenungkan dampak dua perang dunia, yang meninggalkan dunia dalam keadaan hancur dan gejolak. Senjata dan pertumpahan darah telah menciptakan dunia yang marah.

Wajah Dunia yang Luka: W.S. Rendra menggambarkan wajah-wajah yang luka dan penuh keputusasaan. Penderitaan muncul di malam jiwa, dan kehancuran tidak dapat disembunyikan dengan pidato dan perbincangan.

Dunia yang Marah dan Dendam yang Tak Berdaya: Ada tema kemarahan dan dendam yang melibatkan tangan-tangan gemetar dan wajah-wajah yang buas putus asa. Penderitaan tidak menghasilkan apapun selain dosa, kebimbangan, dan ketidakpercayaan.

Pertanyaan dan Kesebatangan Jiwa: Puisi menyajikan wajah-wajah yang selalu bertanya, mendorong mereka ke dunia sangsi dan dusta. Mereka terdorong oleh ketidakpercayaan dan menjadi sebatang kara, tumbuh dari dosa dan berbuah dosa.

Pembunuhan, Dendam, dan Hampa: Pembunuhan dan dendam tidak merubah bumi, hanya meninggalkan dosa, kebimbangan, dan ketidakpercayaan. Puisi menggambarkan bahwa dunia marah tetap terluka, dan orang-orang miskin melangkah dalam lapar, menjadi simbol hampa dan penderitaan.

Dunia yang Terluka dan Tuhan yang Menderita: Puisi menunjukkan bahwa dunia terluka, dan Tuhan pun menderita bersama manusia. Tuhan menangis dan mengerti, tetapi manusia kadang-kadang tidak menyadari keberadaan-Nya.

Tuhan yang Menangis dan Mengerti: Kesedihan Tuhan disajikan sebagai reaksi terhadap kemarahan dan ketakutan manusia. Meskipun Tuhan selalu menangis dan mengerti, manusia terkadang tidak memahami suara-Nya.

Kelemahan dan Penderitaan Tuhan: Puisi menggambarkan kelemahan Tuhan, yang ditikam dan dikhianati oleh kemarahan dan ketakutan manusia.

Puisi "Sebuah Dunia yang Marah" menciptakan citra dunia pasca perang yang penuh dengan ketidakpastian, penderitaan, dan kebingungan moral. W.S. Rendra menggunakan bahasa yang kuat dan gambaran yang tajam untuk menyampaikan pesan tentang kelemahan manusia dan kekuatan yang lebih tinggi yang tetap paham akan penderitaan dunia.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Sebuah Dunia yang Marah
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.