Puisi: Beri Aku Kekuasaan (Karya Afrizal Malna)

Puisi "Beri Aku Kekuasaan" mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kekuasaan, sejarah, dan perubahan sosial, serta konsekuensinya terhadap ...
Beri Aku Kekuasaan

Mereka pernah berjalan dalam taman itu, membuat wortel, semangka, juga pepaya. Tetapi aku buat juga ikan-ikan plastik, angsa-angsa kayu dari Bali, juga seorang presiden dari boneka di Afrika. Kemana saja kau bawa kolonialisme itu, dan kau beri nama: Jakarta 1945 yang terancam. Beri aku waktu, beri aku waktu, untuk berkuasa.

Kau lihat juga tema-tema berlepasan, dari Pulo Gadung ke Sukarno Hatta, atau di Gambir: Jakarta 1957 yang risau. Sepatuku goyah di situ. Orang bicara tentang revolusi, konfrontasi Malaysia, Amerika dan Inggris dibenci pula. Sejarahku seperti anak-anak lahir, dari kapal kolonial yang terbakar. Mereka mencari tema-tema pembebasan, tetapi bukan ayam goreng dari Amerika, atau sampah dari Jerman.

Begitu saja aku pahami, seperti mendorong malam ke sebuah stasiun, membuka toko, bank dan hotel di situ pula. Kini aku huni kota-kota dengan televisi, penuh obat dan sikat gigi. Siapakah yang bisa membunuh ilmu pengetahuan siang ini, dari orang-orang yang tak tergantikan dengan apapun. Beri aku waktu, beri aku waktu, untuk kekuasaan. tetapi sepatuku goyah, menyimpan dirimu.

Mereka pernah masuki tema-tema itu, bendera terbakar, letusan di balik pintu, jerit tangis anak-anak, dan dansa-dansi di malam hari. Lalu: Siapakah yang mengusung tubuhmu , pada setiap kata...

1991

Analisis Puisi:

Puisi "Beri Aku Kekuasaan" karya Afrizal Malna menghadirkan gambaran kritis tentang kekuasaan, sejarah, dan perubahan sosial di Jakarta. Dengan bahasa yang kaya dan imajinatif, Afrizal Malna menggambarkan kompleksitas kota dan mengajak pembaca untuk merenungkan berbagai dimensi kekuasaan.

Kolonialisme dan Perubahan Kota: Puisi ini membuka dengan gambaran tentang taman yang pernah dihuni oleh orang-orang yang membuat wortel, semangka, dan pepaya. Namun, pemilihan kata-kata seperti "ikan-ikan plastik" dan "angsa-angsa kayu dari Bali" menyoroti perubahan di Jakarta, yang tidak hanya terjadi dalam hal flora dan fauna, tetapi juga dalam dimensi sosial dan politik.

Nama Kota dan Tahun: Afrizal Malna merinci sejumlah tempat dan waktu yang mengandung konotasi sejarah, seperti "Jakarta 1945" dan "Jakarta 1957." Ini menciptakan lapisan sejarah yang kompleks, mencakup periode kemerdekaan Indonesia dan gejolak politik di masa itu.

Tema Pembebasan: Puisi ini menyentuh tema-tema pembebasan, yang dapat diinterpretasikan sebagai pencarian identitas dan kebebasan dari penjajahan. Beberapa referensi sejarah, seperti "konfrontasi Malaysia," menyoroti dinamika politik yang mempengaruhi Jakarta dan Indonesia pada umumnya.

Kritik terhadap Modernitas: Melalui gambaran kota yang dihuni oleh televisi, obat, dan sikat gigi, Afrizal Malna mengajukan pertanyaan kritis terhadap modernitas dan dampaknya terhadap budaya dan kehidupan sehari-hari. Ini menciptakan perasaan ketidakpastian dan goyah dalam konteks perkembangan kota yang modern.

Permintaan untuk Kekuasaan: Puisi ini berulang kali meminta, "Beri aku waktu, beri aku waktu, untuk berkuasa." Permintaan ini dapat diartikan sebagai aspirasi untuk memiliki kendali atas perubahan dan arah yang diambil oleh kota Jakarta. Namun, sepatu yang "goyah" menciptakan kontras, menunjukkan ketidakpastian dan keraguan dalam menghadapi tantangan kekuasaan.

Sejarah dan Identitas: Penggunaan kata-kata seperti "kapal kolonial yang terbakar" dan referensi terhadap "revolusi" dan "pembebasan" memberikan dimensi sejarah dan perjuangan identitas kepada puisi ini. Hal ini menggambarkan kerumitan perjalanan sejarah Jakarta dan mengajak pembaca untuk merefleksikan peran mereka dalam membentuk masa depan.

Bahasa dan Citra: Afrizal Malna menggunakan bahasa yang kaya dan citra yang kuat untuk mengekspresikan berbagai konsep. Ia menciptakan gambar-gambar yang kuat dan metafora yang mendalam, meninggalkan ruang interpretasi bagi pembaca untuk merenung dan berdialog dengan karya ini.

Secara keseluruhan, puisi "Beri Aku Kekuasaan" adalah puisi yang mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kekuasaan, sejarah, dan perubahan sosial, serta konsekuensinya terhadap identitas dan kehidupan sehari-hari di Jakarta.

Puisi Afrizal Malna
Puisi: Beri Aku Kekuasaan
Karya: Afrizal Malna

Biodata Afrizal Malna:
  • Afrizal Malna lahir pada tanggal 7 Juni 1957 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.