Puisi: Malin Kundang (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Malin Kundang" karya Joko Pinurbo menggambarkan sebuah kisah naratif tentang Malin Kundang yang kembali ke rumah ibunya setelah sekian lama.
Malin Kundang


Malin Kundang pulang menemui ibunya
yang terbaring sakit di ranjang.
Ia perempuan renta, hidupnya tinggal
menunggu matahari angslup ke cakrawala.

"Malin, mana istrimu?"
"Jangankan istri, Bu. Baju satu saja robek di badan."

Perempuan yang sudah tak tahan merindu itu
seakan tak percaya. Ia menyelidik penuh curiga.

"Benar engkau Malin?"
"Benar, saya Malin. Lihat bekas luka di keningku."
"Tapi Malin bukanlah anak yang kurus kering
dan compang-camping. Orang-orang telah memberi kabar
bahwa Malin, anakku, akan datang
dengan istri yang bagus dan pangkat yang besar."
"Mungkin yang Ibu maksud Maling, bukan Malin."
"Jangan bercanda, mimpiku telah sirna."

Walau sakit, perempuan itu memberanikan diri bertanya:
"Ke mana saja engkau selama ini?"
"Mencari ayah di Jakarta."
Lalu kata ibu itu: "Ayahmu pernah pulang
dan aku telah sukses mengusirnya."

"Benar engkau Malin?" Ibu itu masih juga sangsi.
Dan anak yang sudah lelah mengembara itu pun bicara:
"Benar, saya Malin. Malin yang diam-diam
telah menemukan ayahnya dan membunuhnya."

Sambil memejamkan mata, perempuan itu berkata:
"Bila benar engkau Malin, biar kusumpahi ranjang
dan tubuhku ini menjadi batu."
Tapi ranjang tidak menjadi batu, dan perempuan itu pun
masih di situ, seakan ada yang masih ditunggu.


1999

Sumber: Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung (2007)

Analisis Puisi:
Puisi "Malin Kundang" karya Joko Pinurbo menyajikan narasi yang kaya dengan menggunakan tema dan gaya bahasa yang kuat.

Pembawaan Kisah Naratif: Puisi ini menggambarkan sebuah kisah naratif tentang Malin Kundang yang kembali ke rumah ibunya setelah sekian lama. Narasi ini membangun konflik dan ketidakpercayaan antara ibu dan anak.

Konflik Antara Kenyataan dan Harapan: Konflik mendasar dalam puisi ini adalah antara harapan ibu terhadap Malin Kundang yang sukses dan kenyataan bahwa Malin Kundang pulang dengan keadaan yang sangat berbeda. Ini menciptakan lapisan dramatis dan menunjukkan perbedaan antara impian dan kenyataan.

Gaya Bahasa yang Kuat: Puisi ini menggunakan bahasa yang kuat dan gambaran yang tajam untuk menyampaikan konflik dan emosi. Kata-kata seperti "Mimpiku telah sirna" dan "Saya Malin. Malin yang diam-diam telah menemukan ayahnya dan membunuhnya" memperkuat dramatisme dalam puisi.

Ironi dan Kehampaan: Ironi hadir ketika ibu menyumpahi ranjangnya agar menjadi batu sebagai tanda bahwa Malin Kundang yang sebenarnya telah pulang. Namun, ranjang tidak berubah, dan perempuan itu tetap menunggu sesuatu yang tidak kunjung datang, menciptakan perasaan kehampaan.

Konflik Batin dan Penebusan Diri: Malin Kundang menghadapi konflik batin karena ia tidak dapat memenuhi harapan ibunya. Pengakuan bahwa ia telah menemukan dan membunuh ayahnya menciptakan lapisan ketidakpastian dan penebusan diri.

Tema Penghancuran Impian: Puisi ini mengeksplorasi tema penghancuran impian dan harapan, terutama melalui perbandingan antara harapan ibu yang tinggi dan kenyataan kehidupan Malin Kundang yang sulit.

Puisi "Malin Kundang" karya Joko Pinurbo memainkan perasaan dan ekspektasi pembaca melalui penggunaan narasi yang kuat, ironi, dan bahasa yang tajam. Ini menciptakan gambaran tentang konflik batin dan kekecewaan dalam perjalanan hidup Malin Kundang.

Puisi
Puisi: Malin Kundang
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.