Puisi: Perjalanan Bersama Penyair (Karya Raedu Basha)

Puisi "Perjalanan Bersama Penyair" karya Raedu Basha menggambarkan bagaimana perjalanan fisik dapat memicu perjalanan emosional yang ...
Perjalanan Bersama Penyair
(: Nathalie Handal)


Apa yang gemetar di bibirmu
padahal ombak belum
memukul pulau yang damai
merobohkan bangunan-bangunan
termasuk ruang perjumpaan kita malam ini
menuju panggung puisi
sepanjang perjalanan Ubud-Sanur
kita takzim mendengarkan musik ponselmu
lagu-lagu Umi Kalsum dan Fairuz
kita berdiam di Pulau dewata
namun seolah berada antara Ramallah dan Gaza
sehingga kata-kata saat kau bicara
bibirmu gemetar dalam ujar:

“Rumahku telah rata dengan tanah, di Palestina
yang tersisa hanya puing masjid dan gereja
dan di sini, kenangan membadai
di dalam kepala”

Apa yang gemetar di bibirmu 
membawaku kepada getar-getar waktu
di situ aku terkapar merekatkan kening
ke tanahmu sujud yang bising
oleh lemparan kerikil, pesawat, bom,
senapan, dan teriakan seorang bibi
mengazani anak yang mati
sepanjang perjalanan Ubud-Sanur
musik ponselmu berhenti diputar
aku diam di hadapan deklamasi puisi
penyair perempuan: adalah kau
bibir yang gemetar melafalkan 
nama rumahmu yang dihancurkan.


Ubud, 2015

Analisis Puisi:
Puisi "Perjalanan Bersama Penyair" karya Raedu Basha adalah karya sastra yang mendalam tentang perjalanan fisik dan emosional seorang penyair yang berdampingan dengan seseorang yang mengalami kerusakan di negara asalnya.

Gemetar di Bibir: Puisi ini dibuka dengan gambaran tentang gemetar di bibir seseorang yang tampak gelisah dan trauma. Meskipun ombak belum mencapai pulau yang damai, gemetaran ini mengisyaratkan ketegangan dan kegelisahan.

Perjalanan Menuju Ubud-Sanur: Penyair menggunakan perjalanan dari Ubud ke Sanur di Pulau Bali sebagai latar belakang untuk perasaan dan perjalanan emosional yang terjadi selama perjalanan. Ini menciptakan kontras antara tempat fisik yang tenang dan ketegangan emosional yang dirasakan oleh pelaku puisi.

Musik Ponsel: Penyair mencatat bahwa mereka mendengarkan musik di ponsel selama perjalanan. Lagu-lagu dari Umi Kalsum dan Fairuz, yang mungkin berasal dari tanah air pelaku, menciptakan hubungan dengan asal-usul dan kenangan yang telah mereka tinggalkan.

Pengalaman Palestina: Dalam puisi ini, pelaku puisi merenungkan kehidupan yang ditinggalkan di Palestina. Mereka menggambarkan kehancuran rumah mereka, termasuk masjid dan gereja, serta efek dramatis konflik yang melibatkan kerikil, pesawat, bom, dan kekerasan lainnya.

Kontras dengan Pulau Dewata: Penyair menciptakan kontras yang kuat antara pengalaman di Pulau Bali (Pulau Dewata) yang damai dan perasaan pengungsi dan trauma yang mereka bawa dari Palestina. Ini menciptakan perasaan disonansi yang kuat di antara perasaan dan lingkungan fisik.

Gemetar di Bibir: Puisi ini berakhir dengan pernyataan kembali tentang gemetaran di bibir. Perasaan ini mungkin mencerminkan perasaan ketidakmampuan untuk meredakan perasaan trauma dan ketidakpastian yang masih berkecamuk di dalam hati.

Perasaan Empati: Puisi ini menciptakan perasaan empati terhadap pengalaman penyair, yang harus menavigasi antara dua realitas yang berlawanan: kehidupan yang damai di Bali dan ingatan traumatis tentang Palestina.

Puisi "Perjalanan Bersama Penyair" adalah karya sastra yang menghadirkan pengalaman yang mendalam dan merenungkan konflik, eksil, dan kerinduan akan tanah air. Ini menggambarkan bagaimana perjalanan fisik dapat memicu perjalanan emosional yang mendalam dalam jiwa seseorang.

"Puisi Raedu Basha"
Puisi: Perjalanan Bersama Penyair
Karya: Raedu Basha
© Sepenuhnya. All rights reserved.