Puisi: Perwajahan Negeri (Karya Muhammad Rois Rinaldi)

Puisi ini menyoroti pengalaman rakyat dalam menghadapi pemerintahan yang otoriter, kehilangan kebebasan bersuara, dan pengorbanan yang tidak sepadan.
Perwajahan Negeri

Tuan, telah tersuguh sesajen hati, ampela juga jantung
kemarilah, bawa darah segar juga airmata paling amis
silahkan naik podium, telah disiapkan kata-kata indah
takkan ada yang berani memotong kalimatmu
majlis ini sudah seperti pemakaman.

Jangan lupa kata ganti "kami"
karena aku dan mereka ada di belakangmu
kau seret di jalan-jalan, memutari pemukiman
dan kardus tempat kami mendengkur
berpilarkan bendera-benderamu.

Wajah warna-warni menghiasi dinding kami
merah, sumpah serapah penuh luka
kuning, kemuning sawah kami
menjadi penyumbang istanamu
segenggam pun tak kau beri
kemarau di lambung perih!
Biru, langit kami tuan
diselimuti awan hitam
dan putih?
Kami nyaris buta warna!

Majlis ini telah menjadi pemakaman suara
tempat menyajikan diri tanpa harga
silahkan dimulai, bacalah kalimat-kalimat Tuhan
meski beraroma dusta, kita amini bersama.

Banten, 26 November 2011

Analisis Puisi:
Puisi "Perwajahan Negeri" karya Muhammad Rois Rinaldi menciptakan gambaran yang kritik terhadap sebuah pemandangan negeri yang dihadirkan oleh pemimpin atau penguasa.

Sesajen Hati, Ampela, dan Jantung: Penyair memulai dengan bahasa metaforis, menyuguhkan "sesajen hati, ampela juga jantung." Ini mungkin merepresentasikan pemberian yang diharapkan oleh pemimpin dari rakyatnya, seperti pengorbanan hati, jiwa, dan tenaga.

Pemakaman Suara: Ungkapan "majlis ini telah menjadi pemakaman suara" menyoroti pengalaman kehilangan kebebasan berbicara atau ekspresi di tengah pemerintahan yang otoriter. Suara rakyat dianggap telah mati atau setidaknya terkubur dalam pengaturan politik yang ada.

Pemandangan Warna-Warni: Warna-warna yang dihadirkan, seperti merah, kuning, dan biru, mungkin mencerminkan simbolisme tertentu. Merah dapat mewakili darah, kemarahan, atau luka; kuning mencerminkan kemuningan sawah dan kemarau; biru mungkin merepresentasikan langit, tapi kemudian dihadapkan pada awan hitam.

Kata Ganti "Kami" dan "Aku": Pemakaian kata ganti "kami" dan "aku" menunjukkan perbedaan kelas atau posisi antara penguasa dan rakyat. Ada perasaan pemisahan antara pemimpin yang ada di podium dan rakyat yang berada di belakangnya.

Kalimat Tuhan yang Beraroma Dusta: Menggambarkan bahwa bahkan kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pemimpin, yang seharusnya dipandang sebagai kata-kata yang benar dan suci, dapat tercium aroma dusta. Ini merupakan kritik terhadap ketidakjujuran atau manipulasi dalam pidato resmi.

Panggilan untuk Membacakan Kalimat-Kalimat Tuhan: Walaupun dikritik, penyair tetap menegaskan bahwa kalimat-kalimat Tuhan perlu dibacakan. Ini mungkin merupakan panggilan untuk tetap mempertahankan nilai-nilai moral dan agama meskipun kondisi politik tidak ideal.

Puisi ini menyoroti pengalaman rakyat dalam menghadapi pemerintahan yang otoriter, kehilangan kebebasan bersuara, dan pengorbanan yang tidak sepadan. Dengan menggunakan imaji warna dan metafora, Muhammad Rois Rinaldi berhasil menciptakan gambaran yang kuat dan menggugah pikiran tentang kondisi negara yang dihadapi oleh rakyat.

Muhammad Rois Rinaldi
Puisi: Perwajahan Negeri
Karya: Muhammad Rois Rinaldi

Biodata Muhammad Rois Rinaldi:
  • Muhammad Rois Rinaldi lahir pada tanggal 8 Mei 1988 di Banten, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.