Puisi: Tentang Kota yang Tak Usai Merayakan Idul Adha (Karya Lasinta Ari Nendra Wibawa)

Puisi "Tentang Kota yang Tak Usai Merayakan Idul Adha" memperlihatkan ketegangan dan kekuatan manusia dalam menghadapi konflik dan pengorbanan, ...
Tentang Kota yang Tak Usai
Merayakan Idul Adha

Bukan gemercik air yang mengalir dari mata air hingga muara
Bukan pula kokok ayam yang telurnya kau santap sebelum bekerja
Bukan suara cericit burung yang hinggap dari dahan k
e dahan
Bukan pula kidung-kidung pujian yang merdu dikumandangkan
Yang bakal terdengar saat menyambut pagi di kota bernama gaza
Selain desing peluru, dentum meriam, rudal yang membahana
Serta isak tangis yang tak pernah kering dari sumbernya.

Adalah kota kecil yang tak pernah usai merayakan Idul Adha
Sebab setiap saat orangtua rela melepas kepergian anaknya
Tanpa menuntut Tuhan menggantinya dengan seekor domba
Layaknya kisah ibrahim yang urung menyembelih putranya
Di kota inilah darah mesti menetes semerah-merahnya
Pengorbanan bukan sekedar memerankan lakon
Drama perlawanan bukan atas dasar pura-pura.

Berulang kali bakal kau dengar negeri para perompak
Menghujani kota dengan serangan tanpa sekalipun berjarak
Negeri yang kelak bakal terbutakan oleh ilmu pengetahuan
Negeri yang dihidupi oleh aneka brand yang kau agungkan
Negeri yang bersenjata karena label yang kau makan
serta kau kenakan.

Kota inilah yang berulang melahirkan pahlawan-pahlawan
Kota inilah yang selalu menghidupkan denyut perjuangan
Ketika kemerdekaan tak lagi bisa menjamin rasa aman
Kota inilah yang menukar peluru dengan batu
Adakah yang lebih hebat daripada itu?

Inilah kota yang selalu menjaga takbir dalam degup dada
Bukan sekedar saat menyambut kemenangan usai berpuasa
Inilah kota orangtua mesti setabah-tabah Ibrahim
ketika anaknya menyambut maut dalam usia yang teramat belia
menjadi Ismail-Ismail kecil yang tak kalah beraninya.

Surakarta, 31 Desember 2012

Analisis Puisi:
Puisi "Tentang Kota yang Tak Usai Merayakan Idul Adha" karya Lasinta Ari Nendra Wibawa menggambarkan gambaran yang kuat tentang kota yang terus menerus menghadapi konflik dan pengorbanan, serta keteguhan hati dalam menghadapinya.

Kontras Antara Kehidupan Sehari-hari dan Konflik: Puisi ini memulai dengan menyoroti kehidupan sehari-hari yang penuh dengan gemercik air, kokok ayam, dan suara alam lainnya. Namun, kontrasnya dengan realitas kota Gaza yang dihantui oleh suara peluru, meriam, dan isak tangis menegaskan ketegangan dan kekerasan yang dialami penduduknya.

Pengorbanan dan Perlawanan: Puisi ini menyoroti pengorbanan yang tak terhingga yang dilakukan oleh orangtua yang kehilangan anak-anak mereka karena konflik. Mereka melepaskan anak-anak mereka tanpa jaminan penggantian, mirip dengan kisah Nabi Ibrahim yang hampir menyembelih putranya sebagai pengorbanan kepada Tuhan. Namun, dalam konteks kota ini, pengorbanan bukanlah sekadar lakon, melainkan bagian dari perlawanan yang nyata dan kuat.

Pahlawan dan Perjuangan: Puisi ini menghormati kota sebagai tempat lahirnya pahlawan-pahlawan yang menghidupkan semangat perjuangan. Kota ini terus melawan meskipun dihadapkan pada serangan dan ketidakpastian, menggunakan batu sebagai senjata mereka dalam menghadapi peluru.

Takbir dalam Degup Dada: Puisi ini mengakhiri dengan menekankan keberanian dan keteguhan hati penduduk kota yang terus menjaga takbir dalam hati mereka. Takbir bukan sekadar ungkapan kemenangan, tetapi juga simbol keberanian dan keteguhan hati yang mengingatkan pada kisah Nabi Ibrahim dan Ismail.

Dengan demikian, puisi "Tentang Kota yang Tak Usai Merayakan Idul Adha" adalah sebuah puisi yang memperlihatkan ketegangan dan kekuatan manusia dalam menghadapi konflik dan pengorbanan, serta menegaskan semangat perlawanan dan keteguhan hati dalam menghadapi tantangan. Puisi ini memberikan penghormatan kepada kota Gaza dan penduduknya yang terus melawan meskipun dihadapkan pada cobaan yang berat.

"Puisi Lasinta Ari Nendra Wibawa"
Puisi: Tentang Kota yang Tak Usai Merayakan Idul Adha
Karya: Lasinta Ari Nendra Wibawa
© Sepenuhnya. All rights reserved.