Puisi: Qasidah Cinta Semata (Karya Dimas Arika Mihardja)

Puisi "Qasidah Cinta Semata" karya Dimas Arika Mihardja merangkum perjalanan spiritual yang dipenuhi dengan ketaatan, keikhlasan, dan pemahaman ...
Qasidah Cinta Semata


Kulidahkan bahasa sajadah
bagi sang guru batinku

Aku datang mendekap mesjid
menguntai wirid

Sajadah basah
airmata semata

Kupadamkan api benci di hati
kupadamkan

Kupahamkan api sufi di hati
kupahamkan

Kusahamkan iman di hati
kusahamkan

Kumakamkan dendam di hati
kumakamkan

Rebana bertalu-talu menghalau risau
Rebana berdentam-dentam menikam dendam

Engkau sungguh maha pualam
tak pernah diam.


Sungai Putri, 1993

Analisis Puisi:
Puisi "Qasidah Cinta Semata" karya Dimas Arika Mihardja menyajikan ekspresi spiritual yang mendalam melalui bahasa yang kaya dengan simbolisme dan makna. Dalam analisis ini, kita akan menjelajahi aspek-aspek kunci puisi ini untuk memahami kedalaman pesan spiritual yang terkandung di dalamnya.

Bahasa Sajadah sebagai Kode Spiritual: Penyair menggunakan bahasa sajadah sebagai simbol keagamaan yang mendalam. Sajadah, sebagai tempat sujud dalam ibadah Islam, menciptakan konsep spiritualitas yang langsung terhubung dengan Sang Pencipta. Dengan meletakkan bahasa sajadah sebagai bentuk puisi, penyair menciptakan hubungan langsung dengan spiritualitas.

Mesjid dan Wirid Sebagai Simbol Ketaatan: Menggunakan gambaran datang dan mendekap mesjid, serta menguntai wirid, menyajikan gambaran ketaatan dan pengabdian. Mesjid sebagai tempat ibadah, dan wirid sebagai doa-doa yang diulang-ulang, menciptakan suasana penuh ketundukan dan kesadaran akan keagungan Tuhan.

Sajadah Basah dan Airmata Semata sebagai Ekspresi Diri yang Tulus: Kata-kata "sajadah basah" dan "airmata semata" menciptakan citra keikhlasan dalam beribadah. Kelembutan dan kebersihan air mata menjadi representasi dari hati yang tulus dan penuh kerendahan hati dalam bersujud kepada Sang Khalik.

Penghapusan Api Benci dan Pemahaman terhadap Api Sufi: Penyair menggunakan metafora api untuk menciptakan perjalanan rohaniah. Proses memadamkan api benci dan memahamkan api sufi menciptakan gambaran tentang transformasi spiritual yang dialami penyair dalam perjalanan keagamaannya.

Rebana sebagai Harmoni dalam Perjalanan Spiritual: Penyair menggunakan gambaran rebana untuk melambangkan harmoni dan kebahagiaan dalam perjalanan spiritualnya. Dentam-dentam rebana menciptakan gambaran tentang ketenangan batin dan kemenangan atas risau dan dendam.

Pemahaman akan Kebesaran Sang Pencipta yang Tak Pernah Diam: Penutup puisi membawa pembaca pada pemahaman bahwa Sang Pencipta adalah yang Maha Pualam dan tak pernah diam. Ini menciptakan kesadaran akan keabadian dan keberlanjutan Sang Pencipta, mengajak pembaca untuk merenung dan bersujud di hadapan-Nya.

Puisi "Qasidah Cinta Semata" karya Dimas Arika Mihardja merangkum perjalanan spiritual yang dipenuhi dengan ketaatan, keikhlasan, dan pemahaman mendalam akan kebesaran Tuhan. Melalui penggunaan simbol-simbol keagamaan dan metafora, puisi ini menciptakan lukisan indah tentang ekspresi cinta dan pengabdian yang semata-mata kepada Sang Pencipta.

"Puisi Dimas Arika Mihardja"
Puisi: Qasidah Cinta Semata
Karya: Dimas Arika Mihardja
© Sepenuhnya. All rights reserved.