Puisi: Amurang (Karya Raudal Tanjung Banua)

Puisi: Amurang Karya: Raudal Tanjung Banua
Amurang


Cinta adalah lengkung teluk yang disebut “amoor”
dalam lidah Portugis. Mereka pernah berdansa
di sini, di kedai minum menghadap laut
tempat kapal-kapal berbaris
dengan palka selengkung pinggang gadis-gadis
Pinamorongan dan Kawangkoan
dari pedalaman

Waktu itu, cinta masih seranum bibir lokan
dibasuh gelora pasang
Sehingga jinak mulut meriam tapi mulut botol
jadi tambah liar. Maka yang berdansa tumbang
seorang demi seorang mulai membuka jalan
ke hutan-hutan pala perawan
Sampai pinggang gadis-gadis itu menggembung
seperti pala atau cengkeh dalam karung
Tapi lebih gembung lagi
lambung kapal-kapal
di teluk dalam

yang perlahan bergerak, pergi, angkat jangkar.
Gadis-gadis tinggal
berlutut di laut surut. Tapi di jejaknya
sebuah kota tumbuh bersama doa
dan pengharapan, ”Amoor, Amour, ya, Bapa,
Di kedai-kedai tohor torang pernah mabuk
berdansa! Amoorang, Amurang, torang serupa moyang
Toar dan Lamimuut di Watu Pinawetengan,
Lupa laut bakal murung...”

Bagai orang-orang lumpuh
yang dibangkitkan, mereka panggul sisa jangkar
sebagai salib besar
ke puncak Bukit Kasih Kanonang
di pedalaman. Dari mana lengkung teluk
dikenang sebagai pintu masuk
kidung suci Mezbah Agung.


Minahasa-Yogya, 2016

"Puisi: Amurang"
Puisi: Amurang
Karya: Raudal Tanjung Banua
© Sepenuhnya. All rights reserved.