Puisi: Kosmologi Mutakhir (Karya Sitor Situmorang)

Puisi: Kosmologi Mutakhir Karya: Sitor Situmorang
Kosmologi Mutakhir


air terjun
kesan luar skala
akuarel.

Gejolak -
bumi
terhimpit mastodon.

Dataran
menggelegar
sepi.

Hutan
beku di cakrawala
waktu.

Angin -
di atasnya
pohon.

Di bekas rimba
gubuk
berasap.

Kerak bumi
bertudung
rumput kering.

Padang
lebuh
terpencil.

Di atas lahar
banjir
menangis.

Traktor bingar
menyeringai
raksasa.

Tinggal angin -
hujan -
matahari -


Analisis Puisi:
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang mampu menggambarkan dan mengekspresikan perasaan, pengalaman, serta pemikiran penulisnya. Sitor Situmorang, seorang penyair Indonesia yang terkenal, juga berhasil menciptakan puisi-puisi yang sarat akan makna dan keindahan bahasa. Salah satu puisi Sitor Situmorang yang menarik untuk diulas adalah "Kosmologi Mutakhir."

Dalam puisi ini, Sitor Situmorang membawa pembaca untuk menjelajahi alam semesta dan menyingkapkan pandangannya tentang keadaan kosmos yang tak terbatas. Puisi ini terdiri dari beberapa bagian yang menghadirkan gambaran-gambaran kuat, yang mampu membawa pembaca masuk ke dalam dunia imajinasi dan refleksi yang mendalam.

Puisi dimulai dengan tiga kata yang menggambarkan elemen alam: "air terjun, kesan luar skala, akuarel." Kata-kata ini membawa pembaca untuk merenung tentang kebesaran dan kekuatan alam yang tak terbatas. Air terjun menjadi simbol pergerakan yang dinamis, sedangkan kesan luar skala menggambarkan ketidakmampuan manusia untuk mengukur segala sesuatu secara sempurna. Akuarel menggambarkan keterikatan puisi dengan seni visual, menghadirkan imaji yang kuat dan indah.

Kemudian, puisi menggambarkan gejolak bumi yang terhimpit oleh mastodon. Gejolak tersebut menjadi metafora untuk konflik dan pertarungan dalam dunia ini. Mastodon, sebagai makhluk prasejarah yang besar dan kuat, melambangkan ancaman yang menghadang kehidupan. Pada saat yang sama, bumi juga merasakan gejolak dan ketidakstabilan yang sama dengan gejolak manusia di dalamnya.

Pada bagian berikutnya, puisi melukiskan dataran yang menggelegar dan sepi. Gambaran ini menghadirkan suasana yang suram dan menyiratkan kesunyian yang memenuhi kehampaan. Hutan yang membeku di cakrawala waktu menjadi metafora untuk kebekuan dan kehilangan kehidupan yang alami, sementara angin yang menghembus di atas pohon menggambarkan kehadiran yang lembut namun tidak berwujud.

Puisi kemudian memindahkan kita ke bekas rimba, di mana gubuk-gubuk berasap. Rimba yang sekarang hanya tinggal sisa-sisanya, menjadi saksi bisu dari pengrusakan dan perubahan yang terjadi di alam. Gambaran kerak bumi yang bertudung rumput kering menggambarkan kekeringan dan kerusakan lingkungan yang menyelimuti planet ini.

Padang yang lebuh terpencil menghadirkan gambaran kesepian dan kesunyian yang menyelimuti alam terbuka. Di atas lahar, banjir menangis, menggambarkan kehancuran dan kesedihan yang terjadi akibat bencana alam. Traktor yang bingar dan raksasa yang menyeringai melambangkan perusakan yang dilakukan oleh tangan manusia sendiri.

Puisi ini diakhiri dengan tiga kata penting: angin, hujan, matahari. Ketiga elemen ini merupakan simbol kehidupan dan harapan, yang tetap hadir meskipun alam telah berubah. Angin membawa kekuatan, hujan membawa penyegaran, dan matahari membawa sinar yang memberi kehidupan.

Puisi "Kosmologi Mutakhir" karya Sitor Situmorang menjadi sebuah perjalanan ke dalam pemikiran dan perasaannya tentang alam semesta. Dalam puisi ini, ia menghadirkan gambaran-gambaran yang kuat dan indah, mengungkapkan kegelisahan dan refleksi tentang perubahan yang terjadi di dunia ini. Melalui bahasa puisinya yang mendalam, Sitor Situmorang mampu menyentuh hati dan membawa pembaca untuk merenungkan hubungan manusia dengan alam semesta yang luas dan kompleks.

"Puisi Sitor Situmorang"
Puisi: Kosmologi Mutakhir
Karya: Sitor Situmorang
© Sepenuhnya. All rights reserved.