Puisi: Makrifat Jumat (Karya Dimas Arika Mihardja)

Puisi "Makrifat Jumat" mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan, cahaya, dan keberadaan dalam kerangka keagamaan.
Makrifat Jumat

1/ Ana Nur, ada cahaya yang melumuri seluruh tubuh menjadi aura cinta. Ana Nur bermakna ada bersama cahaya, adanya bermula dari cahaya hingga dadanya penuh cahaya. Ia berada dan mengada hanya lantaran cahaya. Apakah kalian lihat cerlang mata cahayanya? Seperti juga Yessika yang suka mandi cahaya dan tak suka menantang bahaya, di dalam dadanya selalu bergetar perasan perasaan suka pada sesama, sepenuh cinta.

2/ Asal muasal manusia dari setetes air hina. Apakah dengan begitu mereka pantas dihina? Jika air hina itu menetes dari perasan cinta dan atas kehendak dan titah, apakah zarah mendebu yang melekati seluruh tubuh tak bisa disucikan dengan terang cahaya? Hanya di terang cahaya manusia bisa mengaca betapa debu waktu akan mengajarkan doa dan pengharapan, cinta dan pengabdian, usaha menumbuhkan rasa sayang sepanjang malam dan siang.

3/ Di dalam dada manusia terdapat jagad kecil, tempat jantung dan hati berdegup menyebut makna cahaya. Dada akan terasa hampa tanpa cahaya. Dada diancam bahaya bila di dalamnya tumbuh hutan lengkap dengan binatang buas yang saling terkam. Dada akan menghitam saat cahaya melindap. Sebaiknya dada apabila di dalamnya tumbuh taman bunga beraneka. Terasa ada keharuman, kelembutan, dan rasa sayang yang selalu berkembang.

14 Mei 2010

Analisis Puisi:

Puisi "Makrifat Jumat" karya Dimas Arika Mihardja menghadirkan makna-makna mendalam tentang cahaya, kehidupan, dan spiritualitas.

Cahaya sebagai Metafora Kehidupan: Puisi ini secara kuat menggunakan cahaya sebagai simbol keberadaan dan makna dalam hidup. "Ana Nur" (Aku adalah Cahaya) menjadi pembuka yang kuat, mencirikan keberadaan yang dipenuhi dengan cahaya, dan cahaya itu sendiri sebagai sumber keberadaan.

Kehinaan dan Pembersihan: Penyair membahas konsep kehinaan manusia yang bermula dari "setetes air hina". Namun, ia mempertanyakan apakah kehinaan tersebut memungkinkan untuk disucikan melalui terang cahaya. Ini mencerminkan gagasan bahwa kehidupan yang penuh cinta dan kehendak ilahi dapat mengangkat kehinaan menjadi sesuatu yang penuh makna dan suci.

Kaitan dengan Spiritualitas: Puisi ini memasukkan unsur-unsur spiritualitas yang kuat. Jagad kecil di dalam dada manusia menjadi metafora untuk dunia batin, tempat jantung dan hati menyebut makna cahaya. Kontras antara tumbuhnya hutan binatang buas yang saling terkam dan taman bunga beraneka mencerminkan pertarungan antara kegelapan dan terang dalam jiwa manusia.

Penggunaan Nama Tokoh: Penyair menyisipkan nama tokoh seperti "Yessika" untuk memberikan gambaran dan contoh manusia yang hidup dalam kecintaan pada sesama. Ini mungkin memberikan dimensi personal pada pengalaman manusia terkait cahaya dan cinta.

Perpaduan Simbolisme dan Keindahan Bahasa: Penyair memadukan simbolisme dan keindahan bahasa untuk menyampaikan pesan spiritual. Perumpamaan debu waktu yang mengajarkan doa, pengharapan, cinta, dan pengabdian menambahkan lapisan makna yang mendalam.

Secara keseluruhan, puisi "Makrifat Jumat" bukan hanya sekadar puisi, tetapi juga sebuah perjalanan spiritual yang mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan, cahaya, dan keberadaan dalam kerangka keagamaan.

Puisi: Makrifat Jumat
Puisi: Makrifat Jumat
Karya: Dimas Arika Mihardja
© Sepenuhnya. All rights reserved.