Puisi: Tembang Pangkur (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Tembang Pangkur" karya Subagio Sastrowardoyo menghadirkan sebuah perjalanan emosional dan spiritual yang mempersembahkan kesedihan, ...
Tembang Pangkur

Ketika didendangkannya lagu yang dipelajarinya
dari orang tua
bidadari pada mendengar dari balik dinding
dan nenek-moyang yang pernah tinggal di bumi
diam tepekur.

Sudah lama dia tidak menyanyi tembang pangkur

Laut lalu berhenti di titik nadir
dan kijang berdebar mulai minum dari pangkal telaga
angin kembali ke hutan purba

Kota terbakar sudah hilang asapnya
mengapa harus terus mendendam

Di teras alam merelung kedamaian.

Sumber: Hari dan Hara (1982)

Analisis Puisi:

Puisi "Tembang Pangkur" karya Subagio Sastrowardoyo adalah sebuah karya sastra yang mempersembahkan gambaran yang dalam dan reflektif tentang nostalgia, kehilangan, dan perdamaian. Puisi ini menggambarkan perasaan penyesalan dan kerinduan akan masa lalu yang telah hilang, sekaligus mengundang pembaca untuk merenungkan kedamaian yang terpancar dari alam.

Nostalgia dan Kehilangan: Puisi ini membawa pembaca pada perjalanan melalui ingatan yang menyentuh, di mana narator merenungkan kehilangan akan masa lalu yang terasa begitu berarti. Dengan mengingat lagu yang dipelajarinya dari orang tua, narator menyadari betapa jauhnya perpisahan dengan akar budaya dan warisan nenek moyang.

Penggambaran Alam: Subagio Sastrowardoyo menggunakan alam sebagai latar belakang untuk menggambarkan perubahan emosional dan spiritual dalam puisinya. Laut yang berhenti, kijang yang berdebar, dan angin yang kembali ke hutan purba adalah gambaran yang memperkuat perasaan keheningan dan kedamaian.

Kritik Sosial Tersembunyi: Meskipun puisi ini didominasi oleh tema nostalgia dan keharmonisan alam, terdapat juga kritik tersembunyi terhadap kerusakan dan keguncangan dalam kehidupan manusia. Kota yang terbakar dan asap yang hilang mewakili kehancuran dan kesedihan yang dihasilkan oleh perbuatan manusia.

Simbolisme Tembang Pangkur: Tembang Pangkur yang disebutkan dalam puisi adalah simbol dari tradisi dan kebudayaan yang berlalu. Melalui lagu-lagu tradisional seperti Tembang Pangkur, manusia bisa terhubung dengan akar budaya mereka dan merasakan keharmonisan yang terpancar dari warisan nenek moyang.

Kedamaian dan Kebahagiaan: Meskipun dihadapkan pada kehilangan dan kehancuran, puisi ini menawarkan refleksi tentang kedamaian yang dapat ditemukan dalam kesederhanaan alam. Teras alam yang merelung kedamaian menjadi sebuah simbol untuk mencapai kedamaian batin dan kesadaran spiritual.

Puisi "Tembang Pangkur" karya Subagio Sastrowardoyo menghadirkan sebuah perjalanan emosional dan spiritual yang mempersembahkan kesedihan, kehilangan, dan ketenangan dalam kehidupan manusia. Dengan menggunakan alam dan warisan budaya sebagai latar belakang, puisi ini menawarkan refleksi yang mendalam tentang hubungan antara manusia dan alam, serta nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam kehidupan.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Tembang Pangkur
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.