Puisi: Dalam Gelombang (Karya Sutan Takdir Alisjahbana)

Puisi "Dalam Gelombang" karya Sutan Takdir Alisjahbana menghadirkan citra-citra alam, khususnya gelombang, sebagai perumpamaan perjalanan hidup ...
Dalam Gelombang

Alun bergulung naik meninggi,
Turun melembah jauh ke bawah,
Lidah ombak menyerak buih,
Surut kembali di air gemuruh.

Kami mengalun di samud'ra-Mu,
Bersorak bangga tinggi membukit,
Sedih mengaduh jatuh ke bawah,
Silih berganti tiada berhenti.

Di dalam suka di dalam duka,
Waktu bah'gia waktu merana,
Masa tertawa masa kecewa,
Kami berbuai dalam nafasmu,
Tiada kuasa tiada berdaya,
Turun naik dalam 'rama-Mu.

14 April 1935

Sumber: Tebaran Mega (1935)

Analisis Puisi:
Puisi "Dalam Gelombang" karya Sutan Takdir Alisjahbana menghadirkan citra-citra alam, khususnya gelombang, sebagai perumpamaan perjalanan hidup manusia. Dengan penggunaan bahasa yang sederhana namun penuh makna, Alisjahbana mengeksplorasi tema-tema kehidupan, kebahagiaan, kesedihan, dan keterbatasan manusia.

Citra Alam Sebagai Metafora Kehidupan: Alun bergulung, turun melembah, dan lidah ombak yang menyerak buih merupakan citra alam yang digunakan sebagai perumpamaan kehidupan. Gelombang laut menjadi simbol perjalanan hidup yang penuh dengan naik turun, kegembiraan, dan kesedihan.

Interaksi Manusia dengan Alam: Puisi ini membawa pembaca untuk merenungkan hubungan manusia dengan alam, khususnya laut. Pengalaman manusia yang mengalun di samudera-Mu menggambarkan interaksi yang penuh rasa kagum dan kekaguman terhadap kebesaran alam.

Sorak Bangga dan Sedih Mengaduh: Kata-kata seperti "bersorak bangga tinggi membukit" dan "sedih mengaduh jatuh ke bawah" merangkum polaritas emosi dalam hidup. Puisi ini menekankan sifat berputar hidup yang terus-menerus mengalami naik dan turun, suka dan duka.

Waktu Sebagai Faktor Pengubah: Penggunaan kata "waktu" dalam kontras waktu bahagia dan waktu merana menunjukkan peran penting waktu sebagai faktor pengubah dalam hidup manusia. Perjalanan hidup tercermin dalam dua sisi waktu yang berbeda.

Keberadaan Manusia dalam Rama-Mu: Penggunaan kata "Rama-Mu" menunjukkan keberadaan manusia dalam takdir Tuhan. Puisi ini menyiratkan pemahaman akan keterbatasan manusia dan ketergantungan terhadap kekuatan yang lebih besar.

Dualitas Suka dan Duka: Dualitas antara suka dan duka dihidupkan melalui kontras antara "suka" dan "duka," "waktu bahagia" dan "waktu merana." Puisi ini menggambarkan bahwa hidup adalah serangkaian pengalaman yang melibatkan kedua aspek tersebut.

Buai dalam Nafasmu: Kata-kata "Kami berbuai dalam nafasmu" memberikan gambaran tentang keterkaitan manusia dengan kehidupan. Hidup diibaratkan sebagai buaian yang berada dalam hembusan nafas Tuhan.

Ketidakberdayaan dan Keterbatasan: Frasa "Tiada kuasa tiada berdaya" mencerminkan ketidakberdayaan manusia di hadapan kekuatan alam dan takdir. Puisi ini menciptakan kesadaran akan keterbatasan manusia.

Rima dan Ritme yang Harmonis: Puisi ini ditulis dengan rima dan ritme yang harmonis, menciptakan aliran yang menyenangkan dan memberikan kekuatan pada pesan-pesan dalam puisi tersebut.

Puisi "Dalam Gelombang" merupakan karya yang merenungkan kehidupan manusia dan interaksinya dengan alam serta takdir Tuhan. Melalui citra-citra alam yang kuat dan perumpamaan emosional, Sutan Takdir Alisjahbana berhasil menciptakan karya yang memberikan makna mendalam tentang perjalanan hidup yang penuh dengan liku-liku dan keajaiban.

Sutan Takdir Alisjahbana
Puisi: Dalam Gelombang
Karya: Sutan Takdir Alisjahbana

Biodata Sutan Takdir Alisjahbana
  1. Sutan Takdir Alisjahbana lahir pada tanggal 11 Februari 1908 di Natal, Mandailing Natal, Sumatra Utara.
  2. Sutan Takdir Alisjahbana meninggal dunia pada tanggal 17 Juli 1994.
  3. Sutan Takdir Alisjahbana adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.