Puisi: Di Candi Prambanan (Karya Sutan Takdir Alisjahbana)

Puisi "Di Candi Prambanan" mengekspresikan keprihatinan akan kemunduran moral dan hilangnya nilai spiritual dalam seni dan kehidupan, sambil ...
Di Candi Prambanan

Dari Jauh angin mengombak padi, desir membuai daun ketapang di atas kepalaku.

Susunan batu tingkat meningkat, indah berukir arca, membangunkan candi tempat memuja.

Di mata kalbuku terbayang pendeta, menelutut-tunduk di hadapan dewa memohonkan sempana: Di dalam hati menyala bakti, menyerahkan badan dan jiwa kepada batara sakti.

Datang bisikan dari jauh, sayup sendu menyelapi sukmaku: Berabad-abad candi terlupa, masa baik berganti buruk. Seni yang dilahirkan bakti sukma yang ikhlas tak mungkin!

Hatiku tiada rindu kepadamu masa, ketika pendeta meniarap di hadapan Syiwa, ketika jiwa berbakti menjelma candi berarca.

Tidak! Tidak! Tidak!

Ya Allah, Ya Rabbani, kembalikan ketulusan jiwa berbakti pembentuk candi kepada umatmu!

Dan aku akan melahirkan seni baru, tidak serupa bentuk ini......., abadi selaras dengan gelora sukma dan zamanku.

Prambanan, 14 Januari 1933

Sumber: Pujangga Baru (Juli, 1933)

Analisis Puisi:
Puisi "Di Candi Prambanan" karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah sebuah karya yang menggambarkan keindahan dan keagungan Candi Prambanan serta pemikiran yang mendalam tentang makna kesucian, keindahan seni, dan keterhubungan antara spiritualitas dan kesenian.

Gambaran Candi Prambanan: Puisi ini dibuka dengan gambaran alam yang indah dan tenang di sekitar Candi Prambanan. Angin yang mengombakkan padi, daun ketapang yang berdesir, semuanya menciptakan atmosfer yang damai dan suci.

Kesucian dan Spiritualitas: Penyair menggambarkan suasana spiritual yang kental di sekitar Candi Prambanan. Pendeta yang menelutut di hadapan dewa, memohonkan sempana, dan menyembah dengan penuh pengabdian. Hal ini mencerminkan pemahaman tentang kesucian dan keterhubungan manusia dengan yang Ilahi.

3. Refleksi tentang Seni dan Kehidupan
Puisi ini juga mengandung refleksi mendalam tentang seni dan kehidupan. Penyair mengekspresikan keprihatinan terhadap kemunduran moral dan kehilangan makna spiritual dalam seni dan kehidupan. Dia menolak ide bahwa seni yang lahir dari bakti sukma yang ikhlas bisa terlupakan begitu saja.

Harapan akan Kebangkitan Rohani: Penutup puisi menampilkan sebuah doa atau harapan akan kebangkitan rohani. Penyair memohon kepada Tuhan agar ketulusan jiwa dalam beribadah dan berkarya seni dapat kembali menginspirasi umat manusia. Ini merupakan seruan untuk kembali kepada akar spiritualitas dan kesucian dalam berkarya seni dan menjalani kehidupan.

Perubahan dan Penciptaan Seni yang Baru: Puisi ini mencakup gagasan tentang perubahan dan evolusi dalam seni. Penyair berkomitmen untuk melahirkan seni baru yang abadi, yang tetap sesuai dengan zaman dan gelora sukma, sementara tetap mempertahankan nilai spiritual dan kesucian.

Puisi "Di Candi Prambanan" adalah sebuah karya yang memikat dengan gambaran indah tentang alam dan suasana spiritual di sekitar Candi Prambanan. Melalui puisi ini, Sutan Takdir Alisjahbana mempertanyakan makna kesucian, keindahan seni, dan hubungan antara spiritualitas dan kesenian. Dia mengekspresikan keprihatinan akan kemunduran moral dan hilangnya nilai spiritual dalam seni dan kehidupan, sambil menyerukan kebangkitan rohani dan penciptaan seni yang baru yang tetap bersesuaian dengan zaman.

Puisi: Di Candi Prambanan
Puisi: Di Candi Prambanan
Karya: Sutan Takdir Alisjahbana

Biodata Sutan Takdir Alisjahbana:
  1. Sutan Takdir Alisjahbana lahir pada tanggal 11 Februari 1908 di Natal, Mandailing Natal, Sumatra Utara.
  2. Sutan Takdir Alisjahbana meninggal dunia pada tanggal 17 Juli 1994.
  3. Sutan Takdir Alisjahbana adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.