Puisi: Sajak (Karya Widjati)

Puisi "Sajak" karya Widjati mencerminkan keadaan introspektif dan reflektif seorang penyair dalam menghadapi kehidupan dan kematian.
Sajak

Sungguh!
Adalah kata-kata sekarat
Pengelap sisa-sisa kotoran
Di atas meja

Perutku merasa jadi sangat melilit
Barangkali para cacing yang bermukim di
Usus laparku asyik berpesta-pora
Karena cacing pun berwenang melagukan kata demi kata
Tentang perut, tentang bumi, tentang langit, tentang cuaca
Seperti engkau, akupun senang sekali mendengarkan sabda
Para nabi. Seperti engkau, akupun setiap hari selalu mandi
Sungguh, sajak ini kutulis di malam bening, sebening air danau,
Engkau paham?
Barangkali engkaupun lantas manggut-manggut tersenyum
Sambil menguap lalu pergi.

Lanjiladang-Bantarbolang, 1985

Analisis Puisi:

Puisi "Sajak" karya Widjati merupakan sebuah karya yang menggambarkan keadaan pikiran dan perasaan penyair dalam sebuah momen yang kritis dan introspektif.

Kesadaran Akan Kematian: Puisi ini dimulai dengan kata-kata "Sungguh!", yang mengisyaratkan pada kesadaran akan kematian atau akhir dari sesuatu. Ada keadaan kritis yang dihadapi oleh penyair, yang terlihat dalam penggambaran "kata-kata sekarat" dan "sisa-sisa kotoran" di atas meja. Ini bisa dimaknai sebagai refleksi akan keterbatasan manusia dan keberlangsungan hidup yang sementara.

Kontras dan Ketidaknyamanan: Penyair menggunakan kontras antara gambaran keadaan fisik yang tidak nyaman, seperti perut yang terasa melilit dan para cacing di usus lapar, dengan suasana yang tenang dan jernih di malam yang bening. Kontras ini memperkuat ketidaknyamanan yang dirasakan oleh penyair dan menciptakan ketegangan dalam suasana puisi.

Pesan tentang Kebangkitan Spiritual: Dalam puisi ini, terdapat tema kebangkitan spiritual yang disampaikan melalui referensi terhadap sabda para nabi dan ritual mandi harian. Penyair menyampaikan bahwa seperti mendengarkan sabda para nabi, dia juga merasakan kedamaian dan pencerahan saat menulis sajak ini di malam yang jernih. Ini mengisyaratkan upaya penyair untuk mencari pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan dan kematian melalui refleksi dan meditasi.

Gaya Bahasa yang Kompleks: Puisi ini menggunakan gaya bahasa yang kompleks dan simbolisme yang dalam untuk menyampaikan pesan-pesan filosofis. Penggunaan kata-kata yang menggambarkan keadaan fisik yang tidak nyaman, seperti cacing di usus, memberikan dimensi yang lebih dalam terhadap pengalaman manusia dan ketidaknyamanan yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.

Penutup yang Membuka Interpretasi: Penutup puisi yang ambigu, "Sambil menguap lalu pergi," meninggalkan ruang bagi pembaca untuk menafsirkan makna dan perasaan penyair. Hal ini memberikan kesan bahwa refleksi dalam puisi ini adalah proses yang terus-menerus, dan penyair masih mencari jawaban atau pemahaman yang lebih dalam tentang eksistensi dan makna kehidupan.

Puisi "Sajak" karya Widjati adalah sebuah karya yang mencerminkan keadaan introspektif dan reflektif seorang penyair dalam menghadapi kehidupan dan kematian. Dengan menggunakan kontras, simbolisme, dan gaya bahasa yang kompleks, puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan makna kehidupan, kematian, dan spiritualitas. Puisi ini menunjukkan bahwa refleksi dan meditasi merupakan bagian penting dari perjalanan manusia untuk memahami diri dan dunia di sekitarnya.

Puisi
Puisi: Sajak
Karya: Widjati
© Sepenuhnya. All rights reserved.