Puisi: Salju (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Salju" karya Subagio Sastrowardoyo mengajak pembaca untuk merenungkan siklus kehidupan, kerapuhan manusia, dan kebesaran alam semesta.
Salju

Asal mula adalah salju
sebelum tercipta Waktu
sentuhan perawan seringan kenangan
adalah semua yang disebut bumi
dan udara terus bicara
sebab bicara tak pernah berhenti
dan salju jatuh seperti mimpi
Angin kutub memanjang selalu
dan meraba tanpa jari
dan di ambang anjing belang menggonggong
sia sia membuka pagi
hanya geliat bayi sudah terasa
pada dinding tua dekat musim binasa
dan salju melebari hari
Bangunnya Waktu bersama penyesalan
ketika manusia dengan mukanya yang jelek
meninggalkan telapak kakinya di salju
pada setiap langkah menetes darah 
sedang gelegar bintang berpadu ringkik kuda
terlempar damba ke angkasa
Pada saat begini terjadi penciptaan
ketika orang bungkuk dari gua di daerah selatan
menghembuskan napas dan bahasa
bagi segala yang tak terucapkan
sedang selera yang meleleh dari pahanya
menerbitkan keturunan yang kerdil
dengan muka tipis dan alis terlipat
suaranya serak meniru gagak menyerbu mangsa
Dengan tangan kasar digalinya kubur
di salju buat tuhan-tuhannya yang mati
dan di lopak-lopak air membeku
mereka cari muka sendiri terbayang sehari
di antara subuh dan kilat senja
sebelum kebinasaan menjadi mutlak
dan salju turun lagi menghapus semua rupa
dalam kenanaran mimpi.

1964

Sumber: Horison (Agustus, 1968)

Analisis Puisi:
Puisi Salju karya Subagio Sastrowardoyo adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan keindahan alam, kompleksitas manusia, dan refleksi akan kehidupan dan kematian. Dalam puisi ini, Sastrowardoyo mengeksplorasi tema-tema seperti alam, waktu, eksistensi manusia, dan keabadian.

Alam dan Waktu: Puisi ini dibuka dengan gambaran alam yang megah dan abadi, melalui gambaran salju sebagai simbol keberadaan yang ada sebelum waktu tercipta. Salju menjadi metafora bagi keberadaan yang murni dan tak tergoyahkan sebelum adanya konsep waktu.

Keberadaan Manusia: Di baris-baris selanjutnya, puisi menyelami keberadaan manusia dalam konteks alam. Manusia digambarkan sebagai makhluk yang terjebak dalam ruang dan waktu, meninggalkan jejak-jejak kehidupan mereka yang berdarah di atas salju.

Penciptaan dan Kehancuran: Puisi Salju juga menggambarkan proses penciptaan dan kehancuran. Ada penekanan pada proses penciptaan, di mana manusia dianggap sebagai bagian dari kejadian tersebut, sekaligus mengingatkan akan kehancuran yang tak terelakkan.

Refleksi Kemanusiaan: Sastrowardoyo menyelami refleksi kemanusiaan melalui deskripsi fisik dan emosional manusia. Dari jejak darah di salju hingga gambaran manusia yang kerdil dan rentan, puisi menggambarkan kerapuhan manusia di hadapan kebesaran alam dan tak terelakkan kehancuran.

Kebijaksanaan dan Keheningan: Terdapat juga pesan tentang kebijaksanaan dan keheningan dalam puisi ini. Dalam saat-saat ketenangan, ketika keheningan melingkupi alam, manusia diingatkan akan keberadaan yang lebih besar dari diri mereka sendiri.

Siklus Kehidupan dan Kematian: Puisi Salju juga menggambarkan siklus kehidupan dan kematian. Salju turun lagi sebagai simbolik keabadian dan kesinambungan kehidupan, sementara kehancuran menjadi bagian dari realitas yang tak terhindarkan.

Puisi "Salju" karya Subagio Sastrowardoyo adalah karya yang kaya akan simbolisme dan makna. Melalui penggunaan gambaran alam dan manusia, Sastrowardoyo merenungkan tentang keberadaan, waktu, kemanusiaan, dan keabadian. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan siklus kehidupan, kerapuhan manusia, dan kebesaran alam semesta. Dengan demikian, Puisi Salju menjadi sebuah karya sastra yang mendalam dan memikat bagi para pembaca yang ingin merenungkan makna kehidupan dan kemanusiaan.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Salju
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.