Puisi: Menengok Tahun (Karya Mustafa Ismail)

Puisi "Menengok Tahun" karya Mustafa Ismail merangkai kata-kata dengan indah untuk menyampaikan refleksi mendalam tentang perjalanan waktu dan ....
Menengok Tahun


Sedang apakah kau kini di situ, saat tahun berganti
kita meninggalkan almanak dengan sejumlah hal:
kenangan,
air mata, dan sebuah rumah
saat-saat kita menulis hari sehidup semati

Sedang apakah kau di situ, saat terompet dibunyikan
irama mercon itu adalah peringatan bahwa usia
makin menua
adakah kau sedang hening: memikirkan perjalanan
yang jauh
tubuh rapuh dan kelelahan

Atau kau sedang terpana: menatap pagi turun ke tahun
yang lain
waktu telah usang dan segera harus kita tanggalkan
sambil bertanya: apa yang telah kita buatkan?


Jakarta, 1 Januari 1998

Analisis Puisi:
Puisi "Menengok Tahun" karya Mustafa Ismail adalah sebuah karya sastra yang memandang tahun yang berganti dengan penuh refleksi, nostalgia, dan pertanyaan tentang makna hidup. Dalam puisi ini, penyair membawa pembaca melalui serangkaian pertimbangan dan perasaan terhadap perubahan waktu.

Pertanyaan Terhadap Waktu: Puisi ini dimulai dengan pertanyaan yang mengajak pembaca untuk merenung tentang keberadaan di saat pergantian tahun. Penyair menanyakan di mana pembaca berada dan apa yang sedang mereka lakukan di saat almanak digantikan oleh tahun yang baru. Pertanyaan ini menimbulkan rasa introspeksi dan mengajak pembaca untuk menyadari nilai waktu dan kenangan yang telah terlewati.

Simbolisme Almanak dan Kenangan: Almanak dan kenangan menjadi simbol-simbol utama dalam puisi ini. Almanak mencerminkan pencatatan waktu dan perjalanan hidup yang telah terjadi, sementara kenangan menjadi bagian dari catatan tersebut. Keduanya dihubungkan erat dengan proses penulisan dan pembacaan hari-hari yang telah dilalui bersama. Simbolisme ini menekankan pentingnya mengenang dan memahami perjalanan hidup.

Tingginya Nilai Emosional: Puisi ini mengandung nuansa emosional yang tinggi. Penyair merangkai kata-kata dengan penuh perasaan, seperti "kenangan," "air mata," dan "rumah," menciptakan atmosfer sentimental yang dapat dirasakan oleh pembaca. Hal ini mengundang pembaca untuk terlibat secara emosional dalam refleksi terhadap tahun yang berlalu.

Irama Mercon dan Usia yang Menua: Penggunaan irama mercon sebagai metafora peringatan usia yang menua memberikan dimensi baru pada puisi. Irama mercon menciptakan gambaran visual dan suara yang kuat, sementara keterkaitannya dengan menuanya usia menimbulkan rasa melankolis. Ini memberikan lapisan emosional lebih dalam pada konsep pergantian tahun.

Refleksi atas Perjalanan Jauh: Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang perjalanan hidup yang jauh. Tubuh yang rapuh dan kelelahan menjadi gambaran dari rentang waktu yang telah dilalui. Refleksi atas perjalanan ini mendorong pembaca untuk menimbang kehidupan mereka sendiri dan memahami arti yang terkandung di dalamnya.

Pertanyaan tentang Kontribusi Kehidupan: Puisi ini menyudutkan pembaca dengan pertanyaan tentang apa yang telah mereka buat dalam hidup mereka. Pertanyaan ini menciptakan kesadaran akan tanggung jawab terhadap waktu yang terus berlalu. Puisi ini menantang pembaca untuk merenungkan makna hidup dan makna dari segala tindakan dan pencapaian yang mereka lakukan.

Kesimpulan yang Bersifat Terbuka: Puisi ini tidak memberikan jawaban pasti. Sebaliknya, ia berakhir dengan sebuah pertanyaan terbuka: "apa yang telah kita buatkan?" Ini menciptakan ruang bagi pembaca untuk menciptakan narasi dan makna sendiri terkait dengan tindakan dan keputusan yang telah diambil dalam perjalanan hidup mereka.

Puisi "Menengok Tahun" karya Mustafa Ismail adalah puisi yang merangkai kata-kata dengan indah untuk menyampaikan refleksi mendalam tentang perjalanan waktu dan makna hidup. Dengan pertanyaan-pertanyaan yang menggugah pikiran, penyair berhasil menciptakan karya yang merangsang perasaan dan pemikiran pembaca tentang eksistensi, kenangan, dan tindakan di dalam ruang waktu yang terbatas.

Puisi
Puisi: Menengok Tahun
Karya: Mustafa Ismail
© Sepenuhnya. All rights reserved.