Puisi: Tugu (Karya Mustafa Ismail)

Puisi "Tugu" karya Mustafa Ismail merenungkan perpisahan dan kerinduan dengan imaji yang kuat dan suasana yang melankolis. Melalui penggunaan ...
Tugu

Aku meninggalkanmu malam itu, seusai kita
berjalan jauh, menekuni kesunyian

dari stasion Tugu, kereta tak lagi berhenti,
menghapus semua jejak, menutup seluruh percakapan

nyanyian menjadi sayup, wajahmu pun senyap
aku hanya bisa mereka-reka pada suatu masa:

masih seperti dulukah bentuk bibirmu
menjahit kata-kata yang sobek

dan matamu yang serupa danau, masih adakah
potret kita di situ

berguling-guling di rumput, melahap sajak yang
belum dihidangkan

Aku terus membangun ingatan: sepanjang apakah
rambutmu ketika kau melambaikan tangan

sehabis kita mengulum beberapa biji salak siang itu
kau larut pada satu sudut

meneruskan percakapan yang belum usai
dan perjalanan yang belum sampai

Aku harus meninggalkanmu di Tugu malam itu,
bersama peluit kereta yang melengking panjang

lalu sunyi,
sampai air matamu memercik matahari.

Depok, 8 Juni 2006

Analisis Puisi:

Puisi "Tugu" karya Mustafa Ismail menggambarkan perpisahan yang melankolis dan introspektif antara dua individu di sebuah stasiun kereta yang disebut "Tugu".

Tema Perpisahan dan Kerinduan: Puisi ini secara konsisten menyampaikan tema perpisahan dan kerinduan. Kata-kata yang dipilih, seperti "aku meninggalkanmu" dan "aku harus meninggalkanmu," menunjukkan bahwa ada pemisahan yang tak terelakkan antara pembicara dan orang yang dia tinggalkan di stasiun Tugu. Kerinduan yang mendalam terhadap momen bersama juga terpancar melalui retrospeksi penyair tentang momen-momen yang telah berlalu.

Simbolisme Stasiun Tugu: Stasiun Tugu bukan hanya sekadar latar tempat, tetapi juga merupakan simbol perjalanan dan pemisahan. Kereta yang tidak lagi berhenti melambangkan perpisahan yang tiba-tiba dan tak terduga, serta kemungkinan bahwa kesempatan untuk bersama telah berlalu. Stasiun juga merupakan titik di mana jalur-jalur hidup dua individu bertemu dan kemudian berpisah.

Imaji yang Kuat: Puisi ini dipenuhi dengan imaji yang kuat dan mendalam. Kata-kata seperti "matamu yang serupa danau" dan "potret kita di situ" menciptakan gambaran visual yang indah dan mengesankan, memperkuat perasaan kerinduan dan nostalgia dalam puisi.

Kesunyian dan Rasa Sunyi: Kontras antara keramaian stasiun dan kesunyian yang menyertainya memperdalam rasa sunyi dan kekosongan yang dirasakan oleh penyair setelah perpisahan. Peluit kereta yang melengking panjang menggambarkan kesedihan dan kehampaan di tengah-tengah perpisahan.

Pertanyaan Tak Terjawab: Puisi ini meninggalkan banyak pertanyaan tak terjawab, seperti apakah potret mereka masih ada di stasiun, atau apakah ingatan tentang orang yang ditinggalkan masih tetap hidup. Hal ini menambah lapisan kompleksitas emosional dalam puisi dan meninggalkan ruang bagi interpretasi pribadi pembaca.

Puisi "Tugu" karya Mustafa Ismail adalah sebuah karya yang merenungkan perpisahan dan kerinduan dengan imaji yang kuat dan suasana yang melankolis. Melalui penggunaan simbolisme stasiun kereta dan bahasa yang indah, penyair berhasil menyampaikan kerumitan perasaan yang terjadi dalam momen perpisahan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kehampaan, nostalgia, dan kerinduan yang melanda setelah berpisah dari seseorang yang dicintai.

Puisi
Puisi: Tugu
Karya: Mustafa Ismail
© Sepenuhnya. All rights reserved.