Puisi: Di Meunasah Tua Aku Bertadarus (Karya Sulaiman Juned)

Puisi "Di Meunasah Tua Aku Bertadarus" menghadirkan suasana spiritual yang mendalam dan penuh makna. Dengan bahasa yang sederhana namun ...
Di Meunasah Tua Aku Bertadarus

Ini malam
adalah juga malam sebelumnya
duduk bersimpuh dan bertadarus
berjuz-juz lafalkan ayat-Mu
menadah makrifat-Mu
aku semakin kecil dan kerdil dihadapan-Mu.

Ini malam
tak habis-habis kueja nama-Mu
dalam ratebku semalam suntuk
di Meunasah tua.

Lain malam
adalah juga malam sebelumnya
di Meunasah tua beratap rumbia
sebayaku mengaungkan puja-puji
seperti juga aku:
Alhamdulillah
Laillahaillallah
Allahuakbar

Malam itu
meunasah tua ketika kecilku dulu
mengeja juz Amma
menghafal Al-Qur’an
meneliti Kitab Kuning
mengikat batin.

Meunasah tua
aku rindu bersamamu lagi
aku rindu Petua Syik berkutbah lagi
aku rindu melafal lagi nama-nama-Mu
Allah ya Allah-Allah ya Allah.

Usi Dayah, 17 Ramadhan 1412 H

Analisis Puisi:

Puisi "Di Meunasah Tua Aku Bertadarus" karya Sulaiman Juned adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan keintiman dan nostalgia terhadap proses spiritual yang dilalui di sebuah meunasah tua. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, penyair membawa pembaca ke dalam suasana spiritual yang mendalam.

Malam dan Spiritualitas: Penyair memperkenalkan malam sebagai waktu yang penuh kekhusyukan dan keintiman dengan Tuhan. Malam menjadi momen yang istimewa untuk duduk bersimpuh dan bertadarus, yang merupakan bentuk ibadah yang sangat ditekankan dalam Islam. Pada malam-malam seperti ini, seseorang merasakan kedekatan yang lebih dalam dengan Tuhan dan menadahkan hati untuk memahami makna ayat-ayat-Nya.

Nostalgia dan Kehangatan Meunasah Tua: Puisi ini juga mengandung rasa nostalgia terhadap suasana di meunasah tua, tempat di mana penyair merasakan kehangatan spiritual dan pembelajaran agama semasa kecil. Meunasah tua menjadi tempat di mana penyair belajar mengaji, menghafal Al-Qur'an, dan meneliti kitab kuning. Pengalaman ini menciptakan ikatan batin yang kuat dengan tempat tersebut, yang diresapi oleh kebersamaan dengan Tuhan.

Kecilnya Manusia di Hadapan Tuhan: Penyair mengungkapkan perasaannya yang merasa semakin kecil dan kerdil di hadapan Tuhan. Ini mencerminkan kesadaran akan kebesaran Tuhan dan ketergantungan manusia terhadap-Nya. Meskipun begitu, kebersamaan dengan Tuhan dalam ibadah membuat penyair merasa tenang dan damai.

Keindahan dan Kehangatan Spiritual: Puisi ini mengekspresikan keindahan dan kehangatan spiritual dalam ibadah dan kebersamaan dengan Tuhan. Melalui pengalaman bertadarus dan beribadah di meunasah tua, penyair merasakan kedamaian dan kekuatan spiritual yang memenuhi hatinya. Meunasah tua menjadi tempat di mana kebersamaan dengan Tuhan terasa paling dekat dan paling bermakna.

Puisi "Di Meunasah Tua Aku Bertadarus" menghadirkan suasana spiritual yang mendalam dan penuh makna. Dengan bahasa yang sederhana namun mengena, penyair menggambarkan kebersamaan dengan Tuhan dan nostalgia akan kehangatan spiritual di meunasah tua. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna kebersamaan dengan Tuhan dalam ibadah dan keindahan spiritual yang dapat ditemukan di tempat-tempat suci. Dalam kesederhanaannya, puisi ini mengandung kebijaksanaan dan kehangatan yang dapat menginspirasi hati dan jiwa pembaca.

Puisi
Puisi: Di Meunasah Tua Aku Bertadarus
Karya: Sulaiman Juned
© Sepenuhnya. All rights reserved.