Elegi (1)
Di sorga: ada juga derita
Ketika keranda-keranda putih
Dalam gelap gulita
Ditarik kereta berkuda
Ke sungai perak
Ruh-ruhpun terbang
Pulang ke sarang senja
Dan matahari pucat
Tuhan berdiri
Di tepi telaga darah
Dan pada nisan seorang Gembala
Tertulis berita:
Di padang Kerbela
Telah terbunuh Hasan dan Husein
Dengan lidah terulur ke tanah
Dan tubuh yang remuk
Tuhan berduka
Memandang bumi yang jelaga
Di mana Adam telah buas seketika
Dan Hawa melahirkan anak-anak cacat muka:
Muhammad, Muhammad!
1971
Sumber: Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
Elegi (3)
"Aku harap kau mau meraba bulu kudukku yang gemetarandi tangan. Dan mencium keningku sebelum pergi dengan kaindan rambut terseret", katanya. Tamu asing itumenghilang di pagi subuh dan meninggalkan hotelketika musik membuai kota yang mati
Kami tahu ia akan datang di malam haridengan sepatunya yang tua dan kemeja yang kusutdan melemparkan surat kabar ke atas mejaPelancong yang sedih, pemabok yang sunyitelah menyewa kamar hotel dalam perjalanannyadengan tujuan yang tak pasti ke kota inidi mana peluit kapal sepanjang malam bermimpidan penghuni kota harus mengungsi ke seberang pulauyang penduduknya binasa
Antara Chittagong dan Hanoi, kami telah berjalan sekian mil, lewat kesepian dan masa kanak-kanak dan hidup penuh impian gemilang, dengan sajak-sajak Li po dan di mana Iqbal berkata:
"Tiongkok dan Arab juga tanahku India semua, malahan tanahku......"
Antara Chittagong dan Hanoi, kami telah berjalan sekian ribu mil dan mengawasi Gangga dan Yangtze dari pintu kereta masa silam, di mana Tembok Raksasa dan Borobudur didirikan, dan kemudian Kapal-kapal Inggris dan Portugis mendekat mendirikan Hongkong, Singapura, Macao dan Goa serta pusat persediaan gandum dan perang di masa datang
"Mari kita tinggalkan kota yang buruk ini dan ciumkeningku yang berdarah, sebelum pergi dengan kegelisahandan kepala yang penyap karena impian", katanya. Tamu asing itumembuka peta yang besar dan membiarkannya di meja makanlalu menghilang menjelang subuh dan meninggalkan hotelyang tiba-tiba sepi karena musik tidak berbunyi
kami tahu ia akan datang di malam hari, dengan samuraidan jubah seorang darwis yang di tangan kirinyamemegang Pararaton dan memandang kita dengan masaiDi luar kami dengar dengus kuda Timur Leng dan orang-orangberteriak bahwa perang sedang berkobar di sebuah kotadi sana. Dan seorang perempuan yang matanya sipit membelalakmuncul di pintu dan berkata bahwa ia keturunan dewa
kami tahu ia akan datang di malam hari, dengan kalimat-kalimatIqbal dan mengucapkan mantra kepada istana-istana yang tuayang para penjaganya telah membeku menjadi arca-arca batudengan kanak-kanak yang sepanjang jalan menyanyikan"Nenek moyangku orang pelaut" dan harus mencari negeri yang baru
1971
Sumber: Horison (Februari, 1974)
Analisis Puisi:
Puisi "Elegi" karya Abdul Hadi WM adalah karya yang mengandung elemen-elemen yang kuat dan mendalam, termasuk tema-tema keagamaan, perasaan kesedihan, dan refleksi tentang sejarah.
Elemen Keagamaan: Dalam puisi ini, ada gambaran tentang Tuhan dan elemen-elemen keagamaan yang kuat. Pemaknaan pisau dan keranda putih dapat dihubungkan dengan ritual kematian dalam konteks agama tertentu, seperti Islam. Puisi ini menciptakan suasana yang mengingatkan kita pada perasaan berduka dalam agama dan kaitannya dengan sejarah agama.
Penghargaan Terhadap Sejarah: Penyair menghadirkan unsur sejarah dengan menyebutkan Hasan dan Husein serta peristiwa-peristiwa penting dalam Islam. Ini menggambarkan penghargaan terhadap sejarah dan kejadian-kejadian bersejarah yang membentuk keyakinan dan budaya umat Islam. Sejarah tersebut juga berdampak pada perasaan sedih dan duka yang dirasakan.
Perasaan Kesendirian: Puisi ini menggambarkan perasaan kesendirian atau kehampaan. Penyair merenungkan perasaan kehilangan dan kesepian, serta rasa sakit yang mungkin muncul dalam konteks agama dan sejarah.
Elemen-Elemen Puitis: Puisi ini memuat elemen-elemen puitis, seperti perbandingan, metafora, dan gambaran. Pisau yang dibungkus dengan nama Tuhan menjadi simbol yang kuat, menggambarkan perasaan pertentangan antara keyakinan agama dan perasaan individu.
Tema-Tema Universal: Meskipun puisi ini memiliki elemen keagamaan yang kuat, tema-tema kesedihan, keraguan, dan sejarah adalah tema-tema yang universal dan dapat dipahami oleh berbagai latar belakang keagamaan atau budaya. Ini membuat puisi ini lebih luas dalam daya tariknya.
Puisi "Elegi" karya Abdul Hadi WM adalah karya yang mendalam dan mengandung elemen-elemen keagamaan dan sejarah yang kuat. Penyair menggambarkan perasaan kesedihan, kesendirian, dan keraguan dalam konteks agama, menciptakan karya yang reflektif dan penuh makna. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan elemen-elemen universal dalam kehidupan manusia, termasuk perasaan tentang keyakinan, sejarah, dan kesedihan.
Karya: Abdul Hadi WM
Biodata Abdul Hadi WM:
- Abdul Hadi WM (Abdul Hadi Widji Muthari) lahir di kota Sumenep, Madura, pada tanggal 24 Juni 1946.
- Abdul Hadi WM adalah salah satu tokoh Sastrawan Angkatan '66.