Puisi: Sajak Kematian (Karya Rini Intama)

Puisi "Sajak Kematian" karya Rini Intama menghadirkan gambaran tentang kematian dengan kegelapan dan kedamaian yang berdampingan. Puisi ini .....
Sajak Kematian


Kelam menggenggam cekam
tapi gumpalan awan menyemai damai
ketika jingga senja menebar
atau suara fajar menuai segar

Sayup Sangkakala terdengar syahdu merayu dayu
menghembus aroma maut kelu dan suara sendu

Ilalang kering ikut riuh
gemuruh menghempas luruh
akar kering ikut tercerabut
dalam takut dan kalut

Tak surut doa turut
tidak sekedar patut
demi polah yang masih carut marut

Nyawa meregang, memisah jasad dingin menegang
Nyawa melayang terbang ruh menghilang
tinggalkan wajah pias membias dalam kenang
Kaku tubuh terbujur tanpa dengkur panjang

waktu telah habis terkikis
dalam telapak jejak bergaris garis
tak lagi sempat merasa miris dan menadah rinai gerimis
apalagi bisa menangis, hanya mata menutup tipis
dan senyum mengiris sakit yang manis

Mati dan kafan putih membentang
sama saja dengan tanah merah basah yang memberi ruang
menanti tutupi jasad mati dan taburan melati ….

....riuh riuh doa memanjat, riuh riuh celoteh burung burung kematian
....riuh riuh isak tangis, riuh riuh jejak jejak meninggalkan tapak…

Tangerang, 27 Februari 2010

Analisis Puisi:
Puisi "Sajak Kematian" karya Rini Intama menghadirkan gambaran tentang kematian dengan kegelapan dan kedamaian yang berdampingan. Puisi ini menggambarkan momen peralihan dari kehidupan menuju kematian dan mengeksplorasi perasaan dan refleksi yang terkait dengan pengalaman tersebut.

Puisi dimulai dengan menggambarkan suasana yang kelam dan mencekam. Namun, gumpalan awan hadir sebagai penyejuk dan membawa damai. Ini mencerminkan dualitas antara ketakutan dan ketenangan yang sering terjadi dalam konteks kematian.

Puisi dilanjutkan dengan menyebutkan jingga senja yang menyebar atau suara fajar yang menawarkan kesegaran. Ini memberikan gambaran tentang peralihan dari kehidupan menuju kematian, di mana ada keindahan dan harapan baru yang muncul.

Sangkakala terdengar syahdu dan menghembuskan aroma maut yang menyelimuti suasana. Ini menambahkan elemen dramatis dan menunjukkan perasaan kehadiran kematian yang semakin dekat.

Ilalang kering, akar yang tercerabut, dan gemuruh yang menghempas luruh menciptakan gambaran tentang kehancuran dan ketakutan dalam menghadapi kematian. Puisi juga menyinggung tentang doa yang tak surut dan terus meluncur, menunjukkan upaya manusia untuk memahami dan merespons kematian.

Pada bagian berikutnya, puisi menggambarkan perpisahan antara nyawa dan jasad yang membeku dan nyawa yang terbang dan menghilang. Wajah yang tenang dan senyum yang pahit menciptakan gambaran tentang penerimaan dan penyesuaian diri terhadap kenyataan kematian.

Puisi berlanjut dengan menggambarkan waktu yang habis terkikis dan jejak-jejak yang meninggalkan garis-garis di tanah. Puisi menunjukkan bahwa kematian tak terelakkan dan melibatkan kehilangan dan perpisahan yang menyakitkan.

Pada akhirnya, puisi menghadirkan riuh doa, celoteh burung kematian, isak tangis, dan jejak-jejak meninggalkan tapak sebagai penutup. Ini mencerminkan kehidupan yang terus berlanjut meskipun kematian ada di sekitar kita.

Secara keseluruhan, puisi "Sajak Kematian" menghadirkan gambaran yang kuat dan puitis tentang pengalaman kematian. Dengan menggunakan gambaran alam dan perasaan yang mendalam, penyair mampu mengeksplorasi aspek-aspek emosional, spiritual, dan reflektif yang terkait dengan kematian. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti kehidupan dan kematian serta menghadapi realitas kematian dengan kedamaian dan penerimaan.

Rini Intama
Puisi: Sajak Kematian
Karya: Rini Intama

Biodata Rini Intama:
    Rini Intama lahir pada tanggal 21 Februari di Garut, Jawa Barat. Namanya tercatat dalam buku Apa & Siapa Penyair Indonesia (2017).
    © Sepenuhnya. All rights reserved.