Puisi: Puasa (Karya Abdul Wachid B. S.)

Puisi "Puasa" karya Abdul Wachid B. S. mengajak pembaca untuk merenungkan arti dan nilai dari pengalaman puasa dalam konteks spiritualitas dan ...
Puisi Puasa

pohon yang seperti khuldi itu, mengapa
di tiap detak puasa dia justru menegak
sedangkan matahari maghrib masih jauh
seorang lelaki yang tujuh tahun bersimpuh

di bawah pohonnya yang tidak rimbun
reranting mengering dibakar keinginan yang
tidak pernah sampai kepada basah akar
sedangkan dia sudah terlalu parah oleh tuak membakar

tetapi, di suatu pagi menjelang subuh
ada yang bergerak-gerak dari dahan-dahan pohon
padahal angin belum menyapa di dini hari itu
lalu, darimana datangnya gerakan?

apalagi ketika adzan duhur mengaura dari menara
angin dan pohon ini sama-sama kencangnya
berkesiur kemari ke sana mencari pemuja cintanya
yang selama ini dianggurkan, dan putus-asa

teringatlah dia kepada penyair raja daud
dengan 99 perupamaan dombanya
dan the king of salomon dalam bible
dengan 700 keluarganya dari berbagai negeri

pohon yang seperti khuldi itu, mengapa
di tiap gerak puasa dia justru menegak
sedangkan perempuan penyiram ladang itu masih jauh
seorang lelaki yang tujuh tahun bersimpuh

kini dia bertakbir
mengacungkan
alif
yang tidak terbilang jumlahnya!

Yogyakarta, 17 Agustus 2012

Analisis Puisi:

Puisi "Puasa" karya Abdul Wachid B. S. adalah sebuah pengamatan yang dalam dan puitis tentang pengalaman berpuasa, dilihat melalui metafora pohon dan hubungannya dengan spiritualitas.

Metafora Pohon dan Puasa: Dalam puisi ini, pohon digambarkan sebagai simbol keberanian dan keteguhan dalam menghadapi tantangan. Ketika seseorang berpuasa, seperti pohon, mereka menghadapi keterbatasan dan cobaan dengan tegar. Meskipun kekeringan dan kelelahan mungkin mengintai, pohon (atau orang yang berpuasa) tetap tegak dan kuat.

Kesepian dan Kerinduan: Ada kesan kesepian dan kerinduan yang kuat dalam puisi ini. Pohon yang disebutkan menunggu dan bertahan, mencari sesuatu yang jauh. Ini dapat diartikan sebagai kerinduan manusia akan pemenuhan spiritual atau pencarian akan kebenaran yang lebih dalam, terutama selama bulan puasa.

Simbolisme Agama: Ada elemen-elemen agama yang kuat dalam puisi ini, seperti rujukan terhadap adzan dan ketakwaan. Simbolisme alif yang tidak terbilang jumlahnya merupakan representasi dari kebesaran Allah dan ketidakterbatasan-Nya. Ini menunjukkan bahwa dalam keadaan puasa, seseorang menemukan kekuatan dan kebesaran spiritual yang melampaui batasan manusia.

Perbandingan dengan Kisah dalam Agama: Penyebutan domba dalam perumpamaan Nabi Daud dan keluarga dalam kisah Raja Sulaiman membawa dimensi historis dan keagamaan yang mendalam. Ini menyoroti hubungan antara pengalaman individu dengan tradisi agama yang lebih luas.

Kesimpulan yang Penuh Makna: Puisi ini diakhiri dengan kata "takbir" dan simbol alif, menegaskan bahwa kekuatan spiritual yang ditemukan selama puasa melebihi jumlah atau batasan apa pun. Ini menunjukkan puncak dari pencarian spiritual dan keberhasilan dalam menghadapi tantangan.

Dengan demikian, puisi "Puasa" bukan hanya sekadar deskripsi tentang pengalaman berpuasa, tetapi juga merupakan refleksi mendalam tentang kesabaran, keteguhan, dan pencarian spiritual dalam kehidupan manusia. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti dan nilai dari pengalaman puasa dalam konteks spiritualitas dan keimanan.

Puisi
Puisi: Puasa
Karya: Abdul Wachid B. S.
© Sepenuhnya. All rights reserved.