Istri yang Melati
Ketika kemarau belum juga reda
Seorang lelaki dengan hati ranggas justru
Meniup-niup bara dalam rumahnya
Serakan daunan kering di halaman ditimbunkan angin
Dan lelaki itu memindahkan
Bara di tengahnya, ialah hatinya yang
Dipenuhi dendam tanpa alasan
Keraguan pada debu yang telah ditiupi ruh
Ke sembilan purnama rahim istrinya
Sedang istri hanya bisa bertahan dalam kata
Tapi sesekali melukis pula sekuntum senyum
"Lelaki yang berani mengulum api
Bukankah bara yang ditiup dari hati
Apinya lebih besar dan membakar diri sendiri?"
Cuma tawa
Selebihnya embun pagi tak kunjung tiba
Tapi matahari menyorotkan tanya
Apa lelakimu merasa sekuat sujud
Ibrahim Alaihis Salam
Hingga perlu bermain-main api?
Cuma tawa
Selebihnya getir bibir istri yang melati
Tapi dari mulut lelaki itu lidah ular
Menjulurkan bau busuk sungguh ke siapa-siapa
Ketika kemarau belum juga reda
Gerhana telah mempergelap mata lelakinya
Tersentak ia dikagetkan detiknya yang tiba
Yang dikandung mau melesat untuk kenal udara
Dan perempuan itu cuma dapat menggeliat
Dalam sakit sangat ia meratap, "Gusti Allah
Ampuni, kutahu ia tak pernah ngerti arti bayi
Kau Maha Tahu yang kukandung buah malamnya
Tapi bara di hatinya akan bakar anaknya!"
1995
Karya: Abdul Wachid B. S.