Puisi: Bunga Kuning (Karya Abdul Wachid B. S.)

Puisi "Bunga Kuning" karya Abdul Wachid B. S. merangkum nostalgia dan perasaan penyair terhadap kehilangan, perubahan, dan kenangan di lingkungan ...
Bunga Kuning


kurindukan guguran bunga kuning
di sepanjang jalanan kampus uns
tidak ada salju di sini menjadi es
kurasakan hembusan angin dingin mengenang

bukit pekuburan telah terkubur
tidak ada aroma hio lagi
tidak ada dongeng geger pecinan di sini
sejarah susah boleh saja dikubur

bukan lagi sebagai kematian
tetapi bunga-bunga remaja yang
kembangkan wewangian ilmu yang
diraih dengan cinta

kurindukan kembangnya bunga kuning
di sepanjang jalanan kampus uns
seorang wanita menuju mushola doa
bergegas berpayung gerimis

aku masih merasakan hembusan angin
mengenang para mahaguru yang
begitu baik satusatu teman telah pulang
aku masih terjebak oleh hujan.


Solo, 28 Maret 2016

Analisis Puisi:
Puisi "Bunga Kuning" karya Abdul Wachid B. S. adalah karya yang merangkum nostalgia dan perasaan penyair terhadap kehilangan, perubahan, dan kenangan di lingkungan kampus. Dengan fokus pada elemen bunga kuning, penyair mengeksplorasi tema kepergian, kenangan, dan perubahan dalam konteks pembelajaran dan pertumbuhan pribadi.

Guguran Bunga Kuning di Jalanan Kampus: Metafora bunga kuning yang gugur di sepanjang jalanan kampus menandakan kepergian waktu dan kehilangan. Warna kuning sering dikaitkan dengan keceriaan, sehingga kehilangannya menciptakan rasa nostalgia terhadap masa-masa yang cerah dan berwarna.

Tidak Ada Salju, Hanya Es dan Angin Dingin: Pembaca dihadapkan pada kenyataan bahwa lingkungan kampus tidak memiliki salju, melainkan es dan angin dingin. Ini menciptakan perbandingan antara harapan dan realitas, menyoroti perubahan yang terjadi di tempat tersebut.

Bukit Pekuburan dan Aroma Hio yang Terkubur: Deskripsi bukit pekuburan yang telah terkubur menggambarkan bahwa sejarah, terutama yang sulit atau tidak diinginkan, bisa atau bahkan seharusnya dikubur. Aroma hio yang tidak lagi tercium menciptakan citra kesegaran dan pembaharuan.

Tidak Ada Dongeng Geger Pecinan: Kehilangan dongeng geger pecinan mencerminkan perubahan budaya dan lingkungan. Hal ini bisa diartikan sebagai akibat dari modernisasi dan globalisasi yang menggeser tradisi lokal.

Bukan Kematian, Melainkan Bunga Remaja: Penyair mengubah persepsi tentang kematian menjadi simbolik bunga remaja yang mekar dan harum. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman pembelajaran dan pertumbuhan pribadi adalah bentuk kehidupan yang baru.

Menuju Mushola Doa dan Hujan: Wanita yang menuju mushola doa di tengah gerimis menggambarkan ketenangan dan spiritualitas. Hujan bisa diartikan sebagai pembersihan dan penyucian, serta sebagai ungkapan perasaan yang masih membebani penyair.

Hembusan Angin Mengenang Mahaguru dan Teman: Angin yang mengenang mahaguru dan teman menciptakan atmosfer melankolis, menekankan kehilangan orang-orang yang memiliki dampak besar dalam hidup penyair.

Melalui penggunaan metafora bunga kuning dan elemen-elemen alam, Abdul Wachid B. S. membawa pembaca ke dalam perenungan tentang perubahan, kehilangan, dan pertumbuhan di lingkungan kampus. Puisi "Bunga Kuning" menciptakan keseimbangan antara keceriaan dan kepergian, membawa nuansa kesedihan yang dalam dan harapan yang tumbuh dari pengalaman pembelajaran.

Puisi
Puisi: Bunga Kuning
Karya: Abdul Wachid B. S.
© Sepenuhnya. All rights reserved.