Puisi: Stasiun Sebuah Pertemuan (Karya Abdul Wachid B. S.)

Puisi "Stasiun Sebuah Pertemuan" karya Abdul Wachid B. S. menggambarkan perjalanan hidup dan cinta sebagai sebuah stasiun, tempat pertemuan, dan ...
Stasiun Sebuah Pertemuan


ada banyak jalan pilihan
menuju musim hujan yang
membikin aku menunggu di tepian jendela
atau menembusnya dengan payung

atau ke dataran musim kemarau
di mana aku dan debu samalah diterbangkan
oleh angin dan ketidakberdayaan
dahaga kasih-sayang tak terbilang

atau menuju jalan hatimu yang
hakim agung dari hari kemarin tiba-tiba bisa
mengetokkan palu bahwa
aku harus disalibkan seperti isa

tetapi aku memilih jalan musim di luar musim
tidak semua kebenaran diungkapkan bahasa yang
pasti aku tidak takut kepada bayang-bayang
apalagi cuma dunia dan kemegahan

sekalipun terlihat di semua halaman buku
di segala persimpangan dan perjumpaan
sedari bangku-bangku kuliah kau dan aku dulu
di setiap pelukan dan perpisahan: pandanglah.....

ke depan keberduaan kau aku adalah
terus-menerus perjalanan indah hati nurani
dan kau dan aku tidak akan mau berhenti menyusuri
sebuah perjalanan tanpa akhir menuju hatimu

tersebab engkaulah jalan
sekaligus tujuan itu sendiri
dari satu stasiun ini ke stasiun lain
ke balik cakrawala.

Yogyakarta, 3 Juni 2018

Analisis Puisi:
Puisi "Stasiun Sebuah Pertemuan" karya Abdul Wachid B. S. menggambarkan perjalanan hidup dan cinta sebagai sebuah stasiun, tempat pertemuan, dan perjalanan yang tak pernah berhenti.

Metafora Perjalanan dan Pilihan: Puisi ini menggunakan gambaran perjalanan sebagai metafora untuk kehidupan dan cinta. Penyair menyajikan banyak jalan pilihan yang menggambarkan kerumitan dalam membuat keputusan dan memilih arah hidup. Pilihan antara musim hujan dan kemarau mencerminkan dinamika hidup yang penuh tantangan.

Simbolisme Payung dan Payung: Payung menjadi simbol perlindungan dari musim hujan, sedangkan ketidakberdayaan melambangkan kelemahan manusia di hadapan takdir. Payung dan payung menciptakan kontras antara perlindungan yang mungkin ditemukan dan ketidakmampuan mengendalikan segala hal.

Jalan Menuju Hatimu: Penyair menyiratkan bahwa cinta adalah suatu perjalanan, bukan hanya destinasi. Jalan menuju hati yang dijelaskan sebagai hakim agung dan disandingkan dengan kisah salib Isa memberikan dimensi religius pada pengalaman cinta. Hal ini juga menggambarkan kesulitan dan tantangan dalam mencapai hati yang dicintai.

Pilihan Hidup di Luar Kebenaran: Penyair mencoba mengeksplorasi bahwa kebenaran tidak selalu diungkapkan dalam bahasa yang pasti. Ada pilihan hidup yang tidak selalu sesuai dengan norma dan bahkan di luar musim, menciptakan gambaran bahwa kebenaran dan hidup sering kali kompleks dan tidak dapat diukur secara sederhana.


Perjalanan Hidup Tanpa Akhir: Puisi ini menekankan bahwa hidup adalah perjalanan tanpa akhir. Setiap pelukan dan perpisahan dianggap sebagai bagian dari perjalanan indah hati nurani. Tidak ada akhir yang pasti, melainkan sebuah perjalanan yang terus berlanjut, melibatkan pengalaman dan pertemuan yang tak terduga.

Keterlibatan Cinta dan Religiusitas: Penggunaan kata-kata seperti "Isa," salib, dan stasiun sebagai tempat pertemuan mengeksplorasi dimensi religius. Puisi ini menyoroti keterlibatan cinta dan spiritualitas, menekankan bahwa cinta adalah suatu kekuatan yang tak terbatas dan berlanjut ke seluruh cakrawala.

Puisi "Stasiun Sebuah Pertemuan" adalah puisi yang kaya dengan gambaran perjalanan, pilihan hidup, dan cinta yang abadi. Dengan metafora yang kuat dan bahasa yang mendalam, puisi ini menawarkan refleksi mendalam tentang kompleksitas kehidupan dan keberlanjutan cinta melalui semua perjalanan dan stasiun pertemuan.

Puisi
Puisi: Stasiun Sebuah Pertemuan
Karya: Abdul Wachid B. S.
© Sepenuhnya. All rights reserved.