Puisi: Sajak 33 (Karya Abdul Wachid B. S.)

Puisi "Sajak 33" karya Abdul Wachid B. S. membawa pembaca ke dalam refleksi mendalam tentang keagungan Allah, keunikan angka, dan kesempurnaan yang ..
Sajak 33


nabi menganjurkan
bertasbih bertahmid bertakbir
dalam bilangan 33: tetapi
pada jarak abad mengapa?

rasul tidak menerang rahasia
dalam bilangan 33: ada apa?
lalu kau aku ingat nama-nama
dalam bilangan 99

hanya milik Allah asma-ul husna
memohon menyebutnya
meninggalkan orang ramai di jalan simpang
kau aku menyebut nama-nama begitu sayang

hanya milik Allah asma-ul husna
memelihara nama-nama
pastikan terbuka gapura surga
Allah itu ganjil menyukai yang ganjil

angka-angka cumalah makhluk
selalu bertasbih memuji begitu tunduk
angka-angka mengharmoni diri
dengan nama-nama indah Allahu Rabbi

garis telapak tangan yang
kanan melukis angka 18 yang
kiri melukis angka 81
dan bila bertemu menjelma 99

asmaul husna hanyalah lambang
kesempurnaan
bukan lagi
sebagai jumlah bilangan

kalau begitu
mengapa cuma 99?
cahayamu mencipta
maha sempurna

Yogyakarta, 23 Juni 2016

Analisis Puisi:
Puisi Sajak 33, karya Abdul Wachid B. S., menggambarkan keagungan dan kesempurnaan dalam asma-ul husna, nama-nama indah Allah, melalui angka dan simbol.

Nilai Simbolis Angka 33: Puisi ini dibuka dengan merujuk pada ajaran nabi yang menganjurkan tasbih, tahmid, dan takbir sebanyak 33 kali. Angka ini memiliki signifikansi dalam ajaran agama, tetapi penyair bertanya, "pada jarak abad mengapa?" Mengindikasikan keraguan atau pemeriksaan terhadap nilai simbolis tersebut dalam konteks sejarah yang berkembang.

Rahasia Bilangan 33 dan 99: Puisi menciptakan ketidakpastian dengan menyatakan bahwa rasul tidak menerangkan rahasia di balik bilangan 33. Pergeseran perhatian kemudian terjadi pada bilangan 99, di mana kau dan aku diingatkan pada nama-nama yang mencerminkan keesaan Allah. Pertanyaan muncul, "ada apa?" memberikan lapisan misteri pada hubungan antara angka dan spiritualitas.

Asma-ul Husna: Puisi menyoroti pentingnya menyebut dan memelihara asma-ul husna, nama-nama indah Allah. Penekanan pada hanya milik Allah dan memohon menyebutnya memberikan penghormatan dan kekhusyukan terhadap keagungan-Nya.

Kesamaan dan Keunikan dalam Angka: Angka-angka dijelaskan sebagai makhluk yang selalu bertasbih dan memuji, menunjukkan keharmonisan dan kesesuaian antara dunia spiritual dan material. Garis telapak tangan yang membentuk angka 18 dan 81, yang bila bertemu menciptakan 99, menggambarkan keunikan dan kesempurnaan yang dapat diwujudkan melalui asma-ul husna.

Kesempurnaan sebagai Lambang Asma-ul Husna: Puisi menegaskan bahwa asma-ul husna bukan lagi hanya sebagai jumlah bilangan, melainkan sebagai lambang kesempurnaan. Pertanyaan "mengapa cuma 99?" mengajak pembaca untuk merenung pada keagungan Allah yang tidak terbatas, dan bahwa 99 hanya merupakan representasi terbatas dari kesempurnaan-Nya.

Cahaya yang Mencipta Kehidupan Maha Sempurna: Puisi diakhiri dengan menyatakan bahwa cahaya mencipta kehidupan yang maha sempurna. Ini menciptakan gambaran bahwa kehidupan yang penuh cahaya dan kesempurnaan dapat dicapai melalui pemahaman dan penyebutan asma-ul husna.

Puisi "Sajak 33" karya Abdul Wachid B. S. merupakan karya yang memadukan kebijaksanaan agama, pertanyaan filosofis, dan keindahan bahasa. Dengan merangkai kata-kata dan konsep angka, penyair berhasil membawa pembaca ke dalam refleksi mendalam tentang keagungan Allah, keunikan angka, dan kesempurnaan yang dapat ditemukan melalui penghayatan asma-ul husna. Puisi ini memberikan perspektif baru terhadap hubungan antara angka, spiritualitas, dan kesempurnaan dalam konteks kehidupan manusia.

Puisi
Puisi: Sajak 33
Karya: Abdul Wachid B. S.
© Sepenuhnya. All rights reserved.