Puisi: Pezinah Pertama yang Masuk Surga (Karya Agus Noor)

Puisi "Pezinah Pertama yang Masuk Surga" menggambarkan sebuah narasi yang mendalam tentang dosa, pengampunan, dan pencarian makna.
Pezinah Pertama yang Masuk Surga (1)

Rasanya belum lama
Kita nikmati
Dosa pertama

Dan kini mereka
akan membakar kita

Selepas subuh
Yang kehilangan hening
Pintu digedor

Pekik amarah
Tanda-tanda tazkirah
Orang-orang berjubah
Menyeret paksa
Dua pezinah

Di pohon zaitun
Sepasang mata ular
Sehitam zakar

Cahaya memar
Bintang zohar
Bergeletar dan pudar

Pezinah Pertama yang Masuk Surga (2)

Kita pezinah
Yang akan dibakar
Di alun-alun
Unggun adalah altar
Bagi pendosa

Tak usah cemas, cintaku
Di kota ini
Dusta memang lebih dipuja
Dari yang dosa

Bukan karena ular
Dan buah itu
Kita tergoda

Kita pilih dunia
Karena surga
Hanyalah ilusi
Bagi yang patah hati

Tidakkah kita ingat:
Mephisto yang jatuh
Ke lembap kitab

Juga Arakiel
Yang menyucikan diri
Ke arak api

Neraka hanyalah ketakutan
yang kita ciptakan.

Tak perlu kaujeritkan
Kecemasanmu
Ke dalam doa.

Sentuhkan saja
Tangan lembutmu itu
Pada cahaya.
Dan dekatkan jantungmu
Sedekat detak
Jantungku, cinta.

                                                          “Tapi,” katamu
                                                          “Kita tak pernah siap
                                                          Dihapus senyap.”

Pezinah Pertama yang Masuk Surga (3)

Di alun-alun telah berhimpun
orang-orang berjubah, dengan obor di tangan.
Dengan api, dosa diperabukan.
Di langit yang sekarat, beribu burung
dengan batu api di paruhnya, terbang bergegas
dengan kepak cemas. Dan lengking seekor anjing

moksa ke hening.

Dua pezinah yang digelandang itu
mendongak: memandang bulan bulai,
sangsai yang tak selesai.
Lalu dua pezinah itu bertatapan
seolah ingin saling meyakinkan:
Ketika api perlahan membakar kulit
adakah kesakitan, yang lebih nikmat
dari senggama?

                                         “Apakah doa
                                         akan menyelamatkan dosa?”

                                        “Berdoalah bukan karena ketakutan.
                                         Jangan pernah berharap pada keajaiban,
                                         selain kita.”

Pezinah Pertama yang Masuk Surga (4)

Mukjizat hanya dongeng
Yang dibualkan
Wali dan nabi.

Api hanyalah tamsil
Agar kita memahami yang muskil

Di puncak api
Kitalah Alif
Menjulang sendirian

Kita kitab terbakar
Tak terhapuskan
Di kebenaran.

Sorak-sorai memecah kesunyian ketika dua pezinah itu disalibkan
di atas tumpukan kayu. Disiramnya tubuh dua pezinah itu
dengan minyak zaitun, agar panas api sempurna membakarnya.

Pezinah Pertama yang Masuk Surga (7)

Ketika udara ranum harum cedar
Bercampur daging matang
Di antara gemeretak kayu terbakar
Gemetar doa samar-samar

“Tuhan yang tak bernama
Yang berdiam di
Sabda dan dosa

Biarkan kami
Menikmati yang dosa
Dengan bahagia.”

Api semakin berkobar
Sorak-sorai kian menggelegar.
“Huraaahhhh huraaahhhh huraaahhhh!!!”
“Huraaahhhhh huraaahhhh huraaahhhhhh!!!”
Kemarahan dan firman
Tak lagi bisa dibedakan

Pezinah Pertama yang Masuk Surga (8)

Bulan meleleh
Serupa mangkuk perak
Dilebur pandai besi

                                                             “Tuhan yang kudus
                                                             Kusembunyikan
                                                             Namamu dalam cemas.

                                                            Dekaplah aku
                                                            Dan sembunyikan aku
                                                            Dalam dosaMu.

                                                            Selamatkanlah
                                                            Aku ke dalam nikmat
                                                            Persanggamaan”

“Dimuliakan
Namamu. Dan datanglah
Kepedihanmu

Di bumi ini,
Di tempat pesakitan
Dimerdekakan.”

Ke panas yang berkobar
Ke sulbi api
Dosa pun abu 

Pezinah Pertama yang Masuk Surga (9)

Di alun-alun
Tinggal seekor anjing
Dan Tukang Sapu
(Sebab mesti Ia bersihkan
Abu dan kemarahan
Sebelum tiba fajar)

Di tilas api
Tak ada mayat, hanya:
Sebuah kitab

(Tetiba Ia ingat
Silam sebelum Elba
Atau Sumeria

Di zaman nun sebelum
Huruf pertama
Dituliskan
Sebagai Firman)

Tukang Sapu itu membatin:
Barangkali, ini kitab rahasia.
Sebuah kitab, yang dibangkitkan dari
reruntuh abu.
Seperti ada yang hendak dikekalkan
Dalam piktogram
Sebuah Nama
yang tak bernama

Nama yang bukan
99-Mu

Dan diambilnya
Kitab itu. Disimpan
Ke dalam tabut kabut

Sebelum embun bangkit
Si Tukang Sapu
Pun raib dengan gaib

Pezinah Pertama yang Masuk Surga (10)

Betapa hangat mata Tukang Sapu itu
Seperti deja vu, rasanya pernah bertemu

Mungkin di gua
Ketika datang wahyu
Yang tak ditunggu

Mungkin di Sinai
Atau di pantai
Sebelum sampai badai

Barangkali juga
Yang kujumpa ketika
Hari Karbala

Atau sewaktu
Seekor cacing merah
Zikir di tanah

Dari balik belukar kegelapan
Di bawah bayang-bayang pohon apel
Aku mengingat Si Tukang Sapu
dengan mata berkaca-kaca

“Izinkan hamba, mengetahui
nama Si Tukang Sapu
Sebelum, orang-orang berjubah itu
Menemukan dan mencincangku!

Aku ingin mengingat, sepenuh khidmat Namanya

Nama yang bahkan telah ada
Sebelum Engkau bertahta
Dan mengusirku dari surga

Adakah Ia akan menyelamatkan pezinah itu?
Dan dibangkitkan di hari ke 7”

Seekor ular,
yang lebih tua dari Waktu
merayap ke dalam belukar

ke dalam doa-Mu.
2013-2015

Sumber: Barista Tanpa Nama (2018)

Analisis Puisi:
Puisi "Pezinah Pertama yang Masuk Surga" adalah sebuah puisi yang kuat dan menggugah karya Agus Noor. Puisi ini terdiri dari sepuluh bagian yang menggambarkan sebuah narasi yang mendalam tentang dosa, pengampunan, dan pencarian makna. Dalam analisis ini, kita akan memeriksa setiap bagian puisi secara terpisah untuk memahami makna dan pesan yang terkandung di dalamnya.

Pezinah Pertama yang Masuk Surga (1)

Puisi dimulai dengan perasaan bahwa dosa pertama yang telah dinikmati sekarang akan berdampak pada penderitaan di masa depan. Pintu digedor setelah subuh, dan suara pekik amarah menciptakan suasana yang tegang dan menegangkan. Bait ini memberikan gambaran tentang perasaan bersalah dan rasa takut setelah melakukan dosa.

Pezinah Pertama yang Masuk Surga (2)

Bagian ini berbicara tentang bagaimana kebohongan dan kebohongan lebih dipuja daripada dosa. Kata-kata seperti "kita pilih dunia karena surga hanyalah ilusi bagi yang patah hati" menggambarkan pengorbanan pribadi demi kenikmatan duniawi. Puisi ini mendorong pembaca untuk merenungkan apakah dosa adalah hasil dari keputusan sadar atau tergoda oleh godaan.

Pezinah Pertama yang Masuk Surga (3)

Bagian ketiga menciptakan gambaran tentang penghakiman dan penyiksaan atas dosa. Dua pezinah digambarkan berhadapan dengan api yang membakar. Mereka mempertanyakan apakah rasa sakit yang mereka alami selama pembakaran lebih nikmat daripada senggama. Ini adalah pertanyaan yang mendalam tentang dosa, penebusan, dan keajaiban.

Pezinah Pertama yang Masuk Surga (4)

Bait ini berbicara tentang mukjizat dan kitab suci sebagai simbol-simbol agama. Mukjizat dan kitab suci disebut sebagai sesuatu yang membantu manusia memahami yang sulit. Selanjutnya, bait ini menyampaikan gambaran tentang dua pezinah yang disalibkan, dan tubuh mereka disiram dengan minyak zaitun agar panas api bisa membakar mereka dengan sempurna.

Pezinah Pertama yang Masuk Surga (7)

Bagian ini menggambarkan sebuah upacara pemakaman di mana dua pezinah dihukum dengan pembakaran. Sorak-sorai menggelegar dan menyatukan kemarahan dan firman. Bait ini menciptakan gambaran bahwa dosa manusia yang besar tidak akan lepas dari hukuman dan penghakiman yang keras.

Pezinah Pertama yang Masuk Surga (8)

Bait ini berbicara tentang mukjizat dan api sebagai simbol agama. Puisi mengarahkan perhatian pada sifat mukjizat sebagai dongeng yang dibualkan oleh wali dan nabi. Ini juga menggambarkan api sebagai alat untuk memahami yang sulit.

Pezinah Pertama yang Masuk Surga (9)

Bagian ini menciptakan gambaran tentang penemuan sebuah kitab rahasia setelah dua pezinah dibakar. Kitab tersebut diambil oleh tukang sapu dan disimpan dalam tabut kabut, menciptakan rasa misteri dan keberlanjutan dalam puisi.

Pezinah Pertama yang Masuk Surga (10)

Bait terakhir menggambarkan mata tukang sapu yang hangat dan deja vu. Bait ini menciptakan gambaran tentang seorang yang merasa telah bertemu dengan tukang sapu sebelumnya, mungkin dalam pengalaman rohani atau sejarah agama. Ini adalah penutup yang kuat untuk puisi ini, menggugah pertanyaan tentang makna, pengampunan, dan penebusan.

Secara keseluruhan, puisi "Pezinah Pertama yang Masuk Surga" adalah puisi yang penuh dengan simbolisme agama, pertanyaan filosofis, dan gambaran yang kuat tentang dosa, penghakiman, dan penebusan. Agus Noor menggunakan bahasa yang padat dan gambaran yang kuat untuk menyampaikan pesan tentang kehidupan, kemanusiaan, dan spiritualitas. Puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan makna yang lebih dalam dan mencari pemahaman tentang dosa, pengampunan, dan harapan.

Agus Noor
Puisi: Pezinah Pertama yang Masuk Surga
Karya: Agus Noor

Biodata Agus Noor:
  • Agus Noor lahir pada tanggal 26 Juni 1968 di Margasari, Tegal, Jawa Tengah, Indonesia.
  • Agus Noor adalah seorang penulis puisi, cerpen, prosa, naskah lakon dan skenario sinetron.
© Sepenuhnya. All rights reserved.