Puisi: Bangsaku, Bersatulah (Karya Asmara Hadi)

Puisi "Bangsaku, Bersatulah" karya Asmara Hadi menggambarkan perasaan kepedihan dan keinginan untuk persatuan dalam konteks perjuangan kemerdekaan ...
Bangsaku, Bersatulah

Kalau kupikir kukenang-kenang,
Hatiku duka merasa pilu;
Lautan besar rasa kurenang,
Pekerjaan berat sukar terlalu
  
            Indonesia Merdeka dicita-cita,
            Menjadi kenangan setiap waktu;
            Tetapi apa hendak dikata
            Bangsaku belum lagi bersatu,
  
Mereka mengaku ingin merdeka,
Baris persatuan lenggang dan jarang;
Bagaimana dapat tampil ke muka,
Kalau kekuatan kita kurang?
  
            Saudaraku, sebangsa setanah air,
            Dengar apalah aku berseru
            Indonesia merdeka supaya lahir,
            Hilangkan sifat tengkar cemburu!
  
Wahai saudaraku, bangsa melarat,
Supaya dapat apa dicita
Aturlah barisan kuat dan rapat
Sepakat semanis, seia sekata.

Sumber: Pikiran Rakyat (November, 1932)

Analisis Puisi:
Puisi "Bangsaku, Bersatulah" karya Asmara Hadi merupakan karya sastra yang menggambarkan perasaan kepedihan dan keinginan untuk persatuan dalam konteks perjuangan kemerdekaan Indonesia. Puisi ini menghadirkan gambaran yang mendalam tentang perasaan penulis terhadap kondisi bangsa pada masa itu, sekaligus menyerukan kepada rakyat untuk bersatu demi meraih kemerdekaan.

Latar Belakang Sejarah dan Sosial: Puisi ini lahir di tengah-tengah perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajahan. Periode tersebut penuh dengan ketidakpastian, perasaan pilu, dan keinginan untuk mencapai kemerdekaan. Penulis dengan indah memadukan perasaan pribadi dan semangat perjuangan nasional.

Ekspresi Emosional: Puisi ini menciptakan gambaran kuat tentang perasaan penulis terhadap kondisi bangsa. Dengan menggunakan metafora laut yang besar dan pekerjaan berat, penulis menggambarkan kesulitan dan rintangan yang dihadapi dalam mencapai kemerdekaan. Sentuhan emosional yang kuat tercermin dari kata-kata seperti "duka merasa pilu" memberikan dimensi perasaan yang mendalam.

Cita-Cita Merdeka dan Realitas: Dalam baris "Indonesia Merdeka dicita-cita," penulis mengekspresikan impian akan kemerdekaan sebagai kenangan yang diperjuangkan setiap waktu. Namun, kesedihan muncul ketika penulis menyadari bahwa bangsanya belum sepenuhnya bersatu. Hal ini mencerminkan kontras antara cita-cita merdeka dan realitas yang belum tercapai sepenuhnya.

Tantangan Menuju Persatuan: Penulis menyadari bahwa untuk meraih kemerdekaan, persatuan sangat diperlukan. Baris yang mengajukan pertanyaan, "Bagaimana dapat tampil ke muka, kalau kekuatan kita kurang?" menyoroti tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam mencapai persatuan.

Seruan untuk Bersatu: Puisi ini mencapai puncaknya dengan seruan kepada sesama bangsanya. Melalui kata-kata seperti "Dengar apalah aku berseru," penulis mengajak rakyat untuk bersatu, meninggalkan perselisihan, dan fokus pada tujuan bersama, yaitu kemerdekaan.

Gaya Bahasa dan Pemilihan Kata: Pemilihan kata yang kaya dan gaya bahasa yang kuat memberikan kekuatan ekspresi pada puisi ini. Metafora seperti "lautan besar rasa" dan "barisan persatuan lenggang dan jarang" memberikan nuansa artistik dan mendalam pada makna puisi.

Makna Universal: Meskipun puisi ini muncul dari konteks sejarah dan perjuangan Indonesia, pesan kesatuan dan perjuangan untuk meraih cita-cita merdeka bersifat universal. Puisi ini dapat memberikan inspirasi bagi setiap bangsa yang mengalami perjuangan serupa.

Dengan kesan mendalam dan seruan untuk bersatu, puisi "Bangsaku, Bersatulah" menjadi karya sastra yang timeless, tetap relevan untuk diterima dan diapresiasi oleh generasi berikutnya sebagai pengingat semangat persatuan dan perjuangan.

Puisi: Bangsaku, Bersatulah
Puisi: Bangsaku, Bersatulah
Karya: Asmara Hadi

Biodata Asmara Hadi:
  • Asmara Hadi lahir di Talo, Bengkulu, pada tanggal 8 September 1914.
  • Asmara Hadi meninggal dunia di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 3 September 1976 (pada usia 61 tahun).
© Sepenuhnya. All rights reserved.