Puisi: Cerita Lama Belum Selesai (Karya Isbedy Stiawan ZS)

Puisi "Cerita Lama Belum Selesai" mengajak pembaca untuk merenung tentang kehidupan yang penuh dengan kehilangan, rindu, dan kompleksitas hubungan ...
Cerita Lama Belum Selesai


AKU berdiri di antara tumpukan pasir bercampur batu kapur
julang ke angkasa: lambaian pohon terasa dekat, dan anginnya
membelai rambutku. tubuhku goyang, jiwaku kini guncang

"ah, aku sudah amat rindu padamu. anak-anak yang ditinggal
dan jauh dari telapak tanganku. pasti kau pun rindu."

"aku memang rindu. hanya berapa waktu kali pertama kau
lepaskan sandal di depan rumah. setelah itu aku pun lupa,
tak pernah lagi mengingat rindu rindu."

di antara tumpukan pasir bercampur batu kapur aku berdiri,
memandang rumah yang dulu pernah jadi tempat lelapku
tiap malam aku ingin tidur, atau siang saat perutku menggeremang

"kini aku tak bisa lagi menikmati rumah itu, setiap kali rinduku
ingin menarik langkahku. tubuhku sudah amat batu!"

"tapi, aku tak pernah menginginkanmu kembali pulang
sebab aku sudah biasa tidur tanpa lebih dulu kau mendongeng."


*
HANYA serpihan kalimat janji yang masih tertulis di buku yang
ada tanda tanganmu dan tanda tanganku. juga foto masa remaja

aku lalu jadi peziarah, seperti ahasveros tapi tak pernah sasap. karena
kangenku akan selalu berumah. pangkuan cinta yang terbangun dari
khianat. jadi benar, katamu, sekali berdusta maka akan selamanya
ingin berbohong

maka aku mengelana. di jalan-jalan kuludahi kebohongan, perempuan
yang dirajam sebab ia pernah mendustai kekasihnya dengan sebiji
buah. setelah itu, ia ajak kekasihku menuruni lereng setelah melepas
baju dari balutan taman

"kita pun telanjang....."


*
DI suatu masa kita pernah dipertemukan. lalu kita bersua tiap waktu, di meja
saling bertatap. di ranjang kita pun bertempur. "anjing! apakah tak ingin kau
bawaku ke bak-bak sampah itu hingga lupa makanan yang baik?"

tahu apa dengan makanan yang bersih, sedangkan daging mentah lagi busuk
pernah menemani piringku. entah di rumah makan mana atau warung kecil
di mana, aku dan kau satu piring menikmati lezatnya daging yang membusuk

dan seorang pengumpul sampah - ah, barangkali juga pengemis - menadah,
sambil lidahnya menjulur dan meleleh liurnya...


AKU ingin kau seperti dulu lagi. menyambut setiap aku datang dengan senyuman,
dan membukakan pakaianku. melepas sepatuku lalu meletakkan di tempatnya,
sangat rapih. menjemur baju kausku karena basah oleh keringat atau membuangnya
di tempat cucian.

dan menanggalkan celana dalamku kemudian mencuci bersama pakaian dalammu,
dan esok pagi akan melambai di tali jemuran. menantang terik matahari. hingga
sore ketika kau pulang, jemuran itu pun kering. "kita harus berhemat, tukang cuci
belum dibayar. gadaikan barangku, apa yang masih bisa dihargai," kataku.

kau mendelik. pegawai pegadaian tertidur sejak pagi. kantor ini sudah tutup
sejak lama. krisis global. orang-orang akan kehilangan uangnya. buku tabungan
terbakar, atau dihanyutkan banjir tiap hujan datang

"bencana selalu mengancam. sedikit lengah akan habis barang kita, juga nyawa
yang sudah berpuluh-puluh tahun kita pertahankan. kita tepis tiap maut
mau mengintai," katamu

apalah artinya nyawa kita? maut tak juga merindukan diri kita: biar pun kita
tinggalkan tanah ini, air ini, udara ini--juga hutan belantara ini--tak akan ada
yang rindu

"lalu apakah kita mentimun bengkok? sekedar buah jengkol atau petai?"


*
AKU sudah kehabisan ingin. padahal tumpukan kata hingga jadi kalimat
masih kusimpan dalam tabungan. dan setiap kuingin menulis sapa atau cacian
akan datang kata-kata minta dikenakan. tak perlu mengais lagi dari kamus
yang telah kujadikan semacam buku tabungan

tapi aku sudah kehabisan ingin menulis. sebab puisi-puisi sudah bertaburan
sebagai promosi ataupun kampanye. iklan sabun mandi, pesan moral tentang
bangsa dan pemimpin.

apakah kau tahu, hari ini hingga esok, presiden datang? membuat jalan-jalan sepi,
pasar mati, tempat hiburan makin gelap: "awas ada intel mengawasimu."

beri satu kata, akan kusudahi jadi puisi yang ditimbun kata-kata


*
AKU tak bisa meneruskan inginku.

kini tanganku amat letih. eksim yang menggerogoti jari-jariku makin perih,
berdarah dan membuat jari tanganku kaku

aku mau memejamkan mataku. meski hanya sesaat. setelah suara pertama
ayam jantan berkokok, segera pula kutinggal kursi ini yang telah menerima
badanku

aku tak mau dilihat orang, pasti aku malu. sebab itu kuingin secepatnya
membangunkan ayam jantan dan kusuruh ia bersuara:

"Sangkuriang, kau kalah. Tak bisa membangun istana. Maka tak rela
kau jadi suamiku, anakku..."


2009

Analisis Puisi:
Puisi "Cerita Lama Belum Selesai" karya Isbedy Stiawan ZS menggambarkan kerumitan kehidupan, kehilangan, serta refleksi terhadap perubahan dan keputusan hidup. Dengan gaya bahasa yang khas dan imaji yang kuat, puisi ini memperkenalkan pembaca pada berbagai lapisan makna dan emosi yang mendalam.

Keterikatan dengan Alam dan Alam Batin: Penyair menggambarkan dirinya berdiri di antara tumpukan pasir bercampur batu kapur, menciptakan gambaran fisik yang mengarah pada keterhubungan dengan alam. Lambaian pohon, angin yang membelai, dan perasaan rindu terhadap anak-anak menciptakan latar belakang yang merangkul aspek spiritual dan emosional dari pengalaman hidup.

Tema Rindu dan Kehilangan: Puisi ini memunculkan tema rindu melalui dialog yang penuh emosi antara narator dan diri yang dirindukan. Rasa rindu terhadap rumah, anak-anak, dan kenangan masa lalu menjadi benang merah yang mengalir sepanjang puisi. Penggambaran tubuh yang sudah "amat batu" mencerminkan ketidakmampuan untuk merasakan dan mengalami kehidupan dengan sepenuh hati.

Perjalanan Hidup dan Keputusan yang Tak Terelakkan: Penyair merinci perjalanan hidupnya, menciptakan narasi yang mencakup kesalahan dan keputusan yang tak terelakkan. Hanya serpihan janji, tanda tangan, dan foto masa remaja yang tersisa, mengisyaratkan pada hubungan yang berakhir dan kenangan yang menyakitkan. Peran peziarah dalam puisi menggambarkan perjalanan spiritual dan pencarian makna hidup.

Kritik terhadap Kehidupan yang Penuh Kebohongan: Bagian ketiga puisi menggambarkan kritik terhadap kebohongan dalam kehidupan, disampaikan melalui perumpamaan perempuan yang dirajam karena mendustai kekasihnya. Gambaran makanan yang busuk dan daging mentah yang pernah dinikmati bersama menciptakan metafora tentang kehidupan yang penuh kepalsuan.

Harapan dan Keinginan yang Terluka: Pada bagian terakhir, narator mengungkapkan keinginannya yang terluka. Dia ingin pasangannya kembali seperti dulu, menyambutnya dengan senyuman, dan menjalani kehidupan yang sederhana. Namun, realitas kehidupan yang keras, krisis, dan kehilangan membuat harapannya tampak mustahil.

Ingin Menulis: Penyair menggambarkan kelelahan terhadap keinginan untuk menulis. Puisi ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap banyaknya puisi yang dianggap sebagai iklan atau kampanye, menyiratkan bahwa makna dan esensi puisi hilang di tengah-tengah realitas sehari-hari yang penuh dengan pesan-pesan praktis.

Kesimpulan yang Menyentuh: Puisi ini menyimpulkan dengan sebuah adegan melankolis, di mana narator menginginkan keheningan dan merasa takut untuk dihadapkan dengan tatapan orang lain. Kesetiaan ayam jantan sebagai pelaku dalam suatu panggung memperkuat perasaan kesepian dan keputusasaan yang dirasakan oleh narator.

Puisi "Cerita Lama Belum Selesai" adalah puisi yang kaya akan lapisan makna dan emosi. Dengan menggunakan bahasa yang mendalam dan imaji yang kuat, Isbedy Stiawan ZS mengajak pembaca untuk merenung tentang kehidupan yang penuh dengan kehilangan, rindu, dan kompleksitas hubungan manusia. Puisi ini menggambarkan perjalanan hidup yang penuh warna dan memaksa pembaca untuk merenung tentang arti sejati dari kehidupan dan keputusan yang diambil di sepanjang jalan tersebut.

Puisi
Puisi: Cerita Lama Belum Selesai
Karya: Isbedy Stiawan ZS
© Sepenuhnya. All rights reserved.