Puisi: Episode Siang (Karya F. Rahardi)

Puisi: Episode Siang Karya: F. Rahardi
Episode Siang


Peluru-peluru tajam
kadang anak panah
mungkin pisau belati
ribuan
ratusan
jutaan
dipancarkan dari langit
dan membabat daun-daun
mencacah awan comulus
jadi serpih kecil-kecil lalu
hanyut ke pantai selatan.

Tombak-tombak runcing
pedang
gergaji mesin
turun dari langit
lalu menancap di punggung
menikam di pipi kiri kanan
menebas leher-leher kekar
dan menghunjam dalam-dalam
menembus jantung 
yang dengan setia sedang
memompa puluhan liter darah.
Angin lalu sangat kencang
ada yang berkobar-kobar di langit sana
dan itu pasti sangat panas
tetapi biarkan saja
angin itu masih harus  kencang
dan semua meliuk-liuk
biru
hanya di sana-sini
serpih-serpih putih itu terus bergerak
berkumpul sebentar
lalu berpencar lagi.

Semua gelisah
batu-batu menggeliat
dahan-dahan marah
lalu merontokkan ranting kering
dan aroma tanah naik lalu
berusaha menembus kerimbunan
tajuk
lapis demi lapis.

“Aroma apa ini?”
Seekor perkutut kaget lalu terbang
ke arah timur.

“Aroma Tuhan ya? Atau Setan?”

Sekawanan belalang gerah lalu
melompat dan melesat
menghindari tokek
tetapi aroma tanah itu terus naik
lalu hilang
tak tercium apa-apa lagi.

Daun-daun seperti berkedip
berkilatan
ada yang layu
tetapi pura-pura lentur
melenggang-lenggok
padahal angin telah seperempat jam
diam dan beristirahat.

“Selamat siang.”
Kata belalang dengan nada santun
“Selamat siang.”
Jawab kupu-kupu dengan suara sendu
“Hari ini kita makan apa?”
“Aku suka kuncup bunga jambu.”
“Aku lebih senang terbang tinggi lalu melayang
bersama angin mengapung berteman awan
matahari sedang panas-panasnya
udara cerah ya?”
“Memang, tetapi kita harus hati-hati.”
“Itu benar! Kita memang dituntut waspada.”
“Musuh ada di mana-mana.”
“Pemangsa! Kita harus awas.
Tidak boleh sejenak pun terlena.”
“Caranya?”
“Buka mata, pasang telinga, siapkan sayap-sayap
dan pusatkan perhatian pada hal-hal yang mencurigakan.”
“Jadi kita harus terus-terusan tegang?”
“Ya. Itu penting. Kendor sedikit saja, jiwa akan melayang.”
“Betapa hidup menjadi capek kalau begitu. Hidup lalu
menjadi sia-sia. Apa gunanya punya nyawa kalau
terus-terusan tegang dan tegang!”
“Jadi kamu mau lembek-lembekan?”
“Bukan. Aku mau menari mengikuti irama angin
putaran daun-daun dan gerak matahari
dari timur sampai ke barat.
Malam hari akan kuikuti bulan dan bintang-bintang
yang memenuhi langit.”
“Selamat Siang”
“Selamat Siang”
“Sampai Jumpa!”
“Dag!”

Mereka
belalang dan kupu-kupu
berpisah secara baik-baik
mereka memilih jalan masing-masing
menuju ke kebahagiaan abadi.

Ke mana mereka akan terbang?
ke taman yang penuh bunga-bunga?
ke ladang yang penuh tanaman jagung
dan singkong?
atau ke punggung gunung Payung
yang gelap dan lembap
penuh duri-duri rotan
liana
duri-duri nibung
atau menyisir pantai selatan
dari Karang Ranjang
ke Cibandawoh
lewat jalan setapak
di bawah deretan jambu hutan
yang pangkal batangnya barut-barut
tergesek tanduk rusa yang gatal
dan selalu digosok-gosokkan
hanya ke pohon jambu.

Daun-daun jambu tua
tersipu-sipu dan kemerahan
lalu kalau angin menyentaknya
dia akan oleng pelan-pelan
meluncur jatuh dan meniarap
menyentuh rumputan.

Berjalan di rumputan itu
yang empuk berbantalkan humus tebal
sambil mendengar pantai selatan
selalu menggerutu berkepanjangan
lalu setiba di Cibandawoh
kita akan mendapati badak-badak
sedang berkubang
di lubuk-lubuk berlumpur
di bawah rumpun pandan
dan tajuk bintaro
yang penuh bunga-bunga putih
dan buahnya yang bulat lonjong
hijau berbintik putih
lalu merah tua cemerlang setelah matang
dan bersamaan buah-buah pandan itu
yang kuning oranye
akan luruh lalu hanyut
ke laut
mungkin akan terdampar
di Cilacap sana
atau di pulau Tinjil
atau hanya di sepanjang pantai
menuju Cibunar
tak ada yang tahu persis rencana
Tuhan yang maha rumit bagi manusia
tapi sangat sederhana bagi buah pandan
dan bintaro.

Buah-buah pantai itu
juga keben
nyamplung
ketapang
termasuk kelapa
selalu bergabus tebal dan bertempurung
hingga tahan terapung-apung
dan terendam air asin
berminggu bahkan berbulan-bulan
sampai akhirnya terdampar di pasir
yang jauh dari sang induk.

Di sana
di kehangatan matahari
dan kelembapan hujan
akan segera tumbuh tunas
dan akarnya yang akan menghunjam
ke pasir dalam-dalam.

Badak-badak
dan kubangan itu
teduh
dan sepi sekali
hingga setiap gerak yang sekecil
apapun
akan kedengaran mengejutkan
gerak pelan kaki  belalang
yang menyentuh ranting kering
kepak sayap kupu-kupu
seakan menimbulkan getar
yang menyentak
sampai ke dalam dada.

Angin yang datang  palan-pelan
atau menerjang dengan kekuatan penuh
selalu mengantarkan berita
apakah di seberang sana
hadir marabahaya atau
aman-aman saja.

Indera penciuman badak
sudah sangat disiapkan
untuk menangkap sinyal-sinyal
demikian
sejak jutaan tahun silam.

Tetapi
matahari abad XX
sering memancarkan granat
bom bius
peluru tajam
gergaji mesin
pisau-pisau guilotin
mesin pencacah daging
penggiling tulang
penyamak kulit
bahkan tukang-tukang opset
dengan mesin jahitnya
didrop langsung
dari langit sana
bersamaan dengan cahaya-cahaya silau
yang menyakitkan mata
perih dan berair.

Mungkinkah badak-badak itu
perlu diperiksa matanya
diukur plus minusnya
dihitung silindrisnya
dengan komputer canggih
lalu dibuatkan framenya
atau bisa dengan lensa kontak?
mungkin beberapa di antara
mereka perlu operasi
katarak.

Bisa jadi indera canggih
warisan jutaan tahun silam itu
tak berdaya lagi menghadapi
parfum perancis
obat gosok
minyak angin
tisu pengusir nyamuk
atau aroma permen karet?

Badak
kapankah kalian bersedia
masuk ke lab
untuk menjalani kloning massal
hingga cula-cula itu
bisa diproduksi
dengan biaya murah
dalam jumlah tak terbatas?

Kapankah jejak genetikmu
bisa dirunut ke belakang hingga
bisa benar-benar tercipta
dinosaurus dan mastodon
paling tidak macan jawa
yang telah tersingkir itu
bisa dipanggil pulang dari alam baka
dan dikirim ke gunung Payung
itu semua jelas sangat diperlukan
tetapi kapan?

Kapan kalian bersedia
jadi jinak seperti kuda poni
atau gajah-gajah sirkus
hingga posisimu kuat dan aman
lalu anak-anak sekolah
dapat mengelus-elus
baju zirahmu yang tebal
dan berlipat-lipat.

Bukan seperti sekarang
anak-anak sekolah itu
telah mengepung habitatmu
dengan sampah plastik
stereofoam
kaleng-kaleng
botol-botol plastik
bungkus permen
musik disko
metal
lalu warna-warni baju mereka
telah menyilaukan mata biawak
yang mengendap-endap
di bawah batang ketapang yang tumbang
dan mulai lapuk.

Matahari adalah bola kristal
yang ditaruh di tengah-tengah langit
lalu nenek sihir
Nyai Roro Kidul itu
mengganti sapunya
menukar kereta kencananya
lampor-lampor itu
telah masuk musium
dan yang melayang-layang di langit
hanya kelebat helikopter
dengan raungannya yang memekakkan telinga.

Dari mana datangnya peluru-peluru
pisau-pisau
anak panah tajam
kadang-kadang tombak.

Apakah untuk menghalau dengung nyamuk
memang diperlukan satu batalyon
artileri berat
dengan panser dan tank
lalu meriam ditembakkan
dan clurit diimpor dari Madura
juga kukri tajam itu
dengan pasukan bersorban
Gurkha
apakah mereka juga perlu segera didatangkan
langsung dari Nepal
dari lereng Himalaya yang dingin itu?

Kulit-kulit tebal
belukar kemadu berdaun lebar
dan super gatal
tapi daun-daun itulah
kesukaan badak
mungkin dari sanalah energi kehidupan itu
dikumpulkan
diperas
lalu menggumpal jadi
jimat yang menonjol
di culamu.

Selamat siang kubangan
lumpur kelabu kecokelatan
sekarang matahari bukan lagi kristal bening
bukan lagi peluru-peluru dan pedang tajam
awan-awan comulus bak kapas itu
lama-lama hangus dan menghitam
tiba-tiba angin diam
gumpalan awan itu lalu jadi tirai
abu-abu
kilat berloncatan
dan ketika angin kembali
beraksi
maka hujanpun turun dengan
sangat lebatnya
tetesan-tetesan kasar itu bukan peluru
bukan pedang atau mata tombak
tetapi permukaan lumpur di kubangan
sesaat jadi seperti kaca yang penuh lubang
karena tetesan-tetesan
deras dan tajam.

Sungai Cibandawoh
lalu meluap
muara itu disulap
menjadi rawa-rawa cokelat
yang luas sekali.

Selamat siang kubangan
masihkah badak-badak itu
akan datang lagi
lalu menceburkan diri
dan berendam
di rawa-rawa cokelat ini
kapankah hujan itu berakhir
lalu bola kristal itu kembali
menyala lalu
menghangatkan rumpun honje
yang bunganya mulai memerah
kapankah kau akan
datang lagi
badak?


Sumber: Negeri Badak (2007)

F. Rahardi
Puisi: Episode Siang
Karya: F. Rahardi

Biodata F. Rahardi:
  • F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.