Puisi: Susi dari Cashinava (Karya Gus tf)

Puisi: Susi dari Cashinava Karya: Gus tf
Susi dari Cashinava


Apa yang dulu nyata, kini menjadi dongeng kuno,
apa yang dulu dongeng kuno, kini menjadi mitologi

Si pemegang kunci yang mengenalkan diri sebagai Damis, tak pernah
kautemui di Nineveh. Nineveh yang dulu kaukenal sebagai kota, pun kini
cuma tinggal sebuah sumur tua. Tak ada timba. Ada seekor ular menjaga;
ular yang setiap kaubutuh air dan berhasil menimba, setiap kali itu pula
akan berganti kulitnya: dari putih ke hijau, hijau ke biru, biru ke jingga.
Dan, setiap kembali ke putih, kau segera tahu wujud aslinya: Heracles.

Heracles, sang perkasa itu? Kau tahu, dua belas tugas Heracles sudah
selesai dalam dua belas dongeng lalu. Sepuluh dongeng lenyap, sembunyi,
dan dua sisanya menjelma mitologi. Dan engkaulah, Apollonius, yang kini
menanggung mitologi itu; yang menyebabkan engkau lahir di Kapadosia,
menjejak bumi Tyana, harus berjalan jauh ke India, mewarisi peta yang
terbuat dari gema; penunjuk jalan ke Kota Para Dewa. Apakau engkau

tetap percaya—kota itu ada? Lihat ke belakang, jalan-jalan lenyap bagai
mencair, dusun-dusun bergerak bagai mengalir. Rasakan ubun mengepul,
menggigil, membubung naik digulung gema. Peta itu. Apakah itu memang
peta yang sama, yang ditemukan Larchas, seperti juga peta di La Filouziere
dan di Chancal de Mahoma? Peta cakrawala. Kaubayangkan dentuman itu:
awan-awan gas es dan debu Kaubayangkan sesuatu sebelum dentum itu:
dari manakah awan-awan gas, es, dan debu? Rasakan, seratmu bergetar.

Apa yang dulu dongeng kuno, kini menjadi mitologi,
apa yang dulu mitologi, kini bergetar di dekapan Susi

Si penjaga gerbang yang minta dipanggil Nyaya (kau pun kini tahu dari
mana Brahmana mendapatkan sebuah nama), heran, takjub, bagaimana kau
bisa melewati Nineveh. Ada titian api, singa bertubuh bara, naga berkepala
sembilan. Kau pun lalu mengerti: si penjaga masih tertahan dalam dongeng
belum menjelma mitologi. Dia tentu tak kenal Damis, ular-Heracles jalan
mencair dusun mengalir. Bagaimana kau harus bicara—tentang Si Kota.

Kau pun kini ragu, benarkah ini gerbang itu? Engkau malu, “Apollonius,
inilah catatan itu: akashic, tempat kaubisa kembali melihat hidupmu.” Aduh,
bukan. Kauhanya ingin melihat masa (dua juta tahun manusia); engkau hanya
ingin melihat badan (yang tak bisa dipenjara Domitian). “Apollonius, tahan
hasratmu saat tubuh berdenyar; tahan nafsumu saat serat bergetar.” Ah aduh,
bukan itu. Engkau hanya Si Pewaris Peta; engkau hanya satu dari dua sisa

mitologi Para Dewa—benarkah gerbangnya? Engkau bayangkan Damis si
pemegang kunci yang tak kaujumpa, engkau bayangkan si penjaga masih dalam
dongeng bersama Nyaya. Ah, benarkah ini gerbangnya? “Ayo cepat, Apollonius.
Kota ini menyimpan satu lagi mitologi sisa. Sebelum sepuluh dongeng Heracles
menggigil, menyembul keluar dari sembunyinya.” Engkau ragu. Engkau malu.
“Ayo, Apollonius. Sebelum kota membubung, naik ke langit. Sebelum Zeus
meraung, memberi pedih ke sakit. Cepat.” Ganti kulitmu! Ganti kulitmu!


2010

Puisi: Susi dari Cashinava
Puisi: Susi dari Cashinava
Karya: Gus tf
© Sepenuhnya. All rights reserved.