Bersama Cerita Wahyu
anak-anak muda yang menatap cerobong pabrik,
kantor penuh uang,
tambang emas permata sebagai sebuah masa depan
rasakan kecemburuan luar biasa
ketika pintu-pintu buat mereka tak pernah dibuka
sedangkan etalase menawarkan mimpi-mimpi yang harus dibeli
seteguk demi seteguk menelan kebencian,
berkobarlah api di dalam dadanya
karena kenyataan begitu pahit
berbutir pil dan minuman keras bersarang di perutnya
(dengan belati di tangan
menyergap rizki di tengah jalan!)
Malang, 2 Oktober 1996
Puisi: Bersama Cerita Wahyu
Karya: Nanang Suryadi