Dongeng Waktu
ia menyebutnya ketika. tapi mungkin juga
waktu. aku ingin mencium pipinya. wangi
wangian yang sukar dikatakan.
"kau suka menari. atau mungkin melukis?"
apa yang mesti ditulis dari seribu
pesta. atau mungkin sekedar kematian
sebuah kemungkinan lain dari kebosanan
(aku tidak gila, kata nietzsche: ayo dayung perahumu! dengan bilah
tangan. kita menari. bersama darah!
bersama darah! katakan: kehendak berkuasa! ya begitu...)
ketika. waktu. ketika. waktu. kau berkata-kata.
"aku meniupnya. aku meniupnya ayah. gelembung itu menjadi rakasasa.
mukanya seribu. hiiii lucu sekali..."
hidungnya. hidungnya mirip siapa? mungkin waktu atau cuaca?
"ayah! ayah! ibu menangis. ibu menangis! rambutnya panjang. berkibar
menjerat leher raksasa (tangannya seperti gurita). hahahaha, biar tahu
rasa"
aku harus menyebutnya apa?
fatamorgana?
waham?
imijinasi?
bayangan?
mimpi?
ilusi?
halusinasi?
"cepat ayah. cepat...telah aku aduk detergen begini banyaknya, air
laut, air sungai, air sumur, air mata, air...
kutiup lagi. kutiup lagi. ayah, aku lihat: ayah, omong kosong, busa sabun...."
(plup!)
Puisi: Dongeng Waktu
Karya: Nanang Suryadi