Candu (1)
ia masuki pintu-pintu candu
dari mulutnya
sampai busa temui ludah
kata-kata tak lontar saat bicara
tapi yang terbungkus puncak sesal
dalam setiap kepal
di kelopak mata sayup
meniup angin jahat yang menyelusup
Candu (2)
ia berdiri
menjerang waktu dengan kompor tanah
membasuh langkah hujan yang berkemah
tempat muasal cinta
seandainya, alkohol atau tembakau kembali
kemilau, ia akan menggapai pagar surga
tapi yang ditemui cuma mayat-mayat kaku
di redup bola mata
lingkaran malam yang bertahan
dalam tahun-tahun ingatan
ia berdiri
mengukur cabang jalan
begitu banyak persimpangan
sampai ia lelah, terbaring dengan lungkrah
di tengah getah dedaun kuning
mengambil lusinan malaikat yang lahir
dari mimpinya
tentang lelaki yang gemar anus
Candu (3)
sudah letih, katanya
tetapi jendela kamar terbuka
angin dingin merembes tembus ke tengah seprai
tempat ia berkubang cinta
bukankah masih ada letus peluru
di akhir subuh, yang tak jadi berita?
sudah lelah, katanya
ia terbenam lagi
muncratan birahi tentang perempuan
yang menggoda di kantuknya
Jakarta, 2004
Puisi: Candu
Karya: Alex R. Nainggolan