Puisi: Seseorang Mengenang Tanjungkarang (Karya Alex R. Nainggolan)

Puisi: Seseorang Mengenang Tanjungkarang Karya: Alex R. Nainggolan
Seseorang Mengenang Tanjungkarang


kerap ia teringat, orang-orang yang menanam malam pada tubuh
sekadar mengakrabi sebuah kota
seperti dalam sebuah puisi
kota yang baginya gaduh, menempuh misteri gigilnya sendiri
dan gedung-gedung tua itu jadi tangkas mengunyah musim
di sini,
tak ada bau mesiu, hanya desau angin mambang jika malam telanjang
dari seberang, kejauhan yang berkerdip cahaya ia tahu, tanjungkarang acap bercahaya
merupa lembut sinar kekunang, yang mirip ganggang lumut di sebuah danau
maka ia menyibukkan diri lagi
memahami getah tangis yang tak luput dilerai, sepanjang tanjungkarang
para musafir yang mengukur jalan, menanti liuk sinar matahari untuk cepat sauh di dada
tetapi di mana beda? ketika abad-abad dituliskan dalam tebal kitab, huruf-huruf yang mengelupas, tak ada yang membaca. barangkali ia yang lama kesasar di kota ini
meski ia masih paham, tanda-tanda jalan, berdenyut di matanya
semua riwayat jadi serat, terasa berat untuk dikerat
namun mimpinya tentang tanjungkarang melulu singgah. rindu yang selalu rebah
candu yang lelah, sekadar melintasi tapal batas, di pangkal sudut kota yang menyulut

ia ingin mengakrabinya, meski malam selalu terbenam dan tumbuh jadi tangis
di mata orang-orang, kantung mata yang hitam. ada kusam pamflet di tembok yang catnya mengelupas, menyibak perdu tubuhnya. ia merasa terbelah, asing, dan kesepian
tetapi siapa yang sempat ia ingat? kota, sekerat mimpi, atau teman dekat yang tumpah pedat, berkakuan, seperti chairil bilang

maka ia kembali lagi ke sudut. menyulut batas yang mengeras
di stasiun tanjungkarang yang rimbun coretan, bau sampah, dan raup kemiskinan yang tambah gila. namun, di sini orang-orang masih menanam mimpi
membawa malam dan hujan dalam pakaian
di depan dua rumah ibadah yang berhadapan, mungkin ia akan berdoa
buat apa-apa yang sudah tak ada di kota. lalu, ia coba membuat warna, memadukan gelisah. seperti harap-harap cemas perempuan yang menunggu hujan datang
walau yang terlihat hanya simpul pikiran, di tengah ganas hujan
lirik-lirik air yang berkeriap, menjelma jadi puisi yang membongkar sepi

di kota itu, hanya terbayang kepak burung walet
di mana orang-orang bertarung di tengah genang waktu
yang kerap menyeret
mungkin terlalu lama alpa, menghitung-hitung luka. tiba-tiba sorot matanya menjauh
ia membayangkan kota yang bertahun-tahun dijaga bukit landai
seperti barisan prajurit, menahan sakit siang dan malam
aha, masih ada sudut lain yang belum tersikut
cerita perempuan lama, yang selalu pulang-pergi di hatinya
tak mampu diikat lama-lama
sekadar menuntun dirinya yang capai
memasuki tungkai halaman berjenjang
dengan pagar dan kesiap harum bunga

mungkin, ia seperti tanjungkarang
sama-sama telah berubah!


Puisi Seseorang Mengenang Tanjungkarang
Puisi: Seseorang Mengenang Tanjungkarang
Karya: Alex R. Nainggolan
© Sepenuhnya. All rights reserved.