Puisi: Fragmen-Fragmen bagi Musa (Karya Alex R. Nainggolan)

Puisi: Fragmen-fragmen bagi Musa Karya: Alex R. Nainggolan
Fragmen-Fragmen bagi Musa


(1)

tuan musa,

tangismu yang bayi, telah memecah matahari. inilah hari saat bayi akan dibunuh saat kelahiran. mereka memburu tunas yang pecah di udara, ke liang-liang rumah. dan ketika bayangan pohon jatuh di punggung air. maka berlayarlah engkau sepanjang sungai nil. sendiri dalam perahu kecil. tangan mungil terkepal. sebuah tanda jika engkau tak mudah lelah dan kalah. dan semerbak tubuhmu atau erang tangismukah yang memanggil? tapi istanamu mungkin adalah pusat mainan. di mana engkau bisa leluasa menarik janggut sang raja. dan pilihlah bara api ini, agar kelak kau ingat bagaimana neraka terbuat.


(2)

tuan musa,

kelak raja lalim itu akan tertidur. bertahun kausimpan wajahnya di kerumunan masa kanak. di tongkatmu adalah urat-urat dari cakrawala. tongkat yang mampu menyihir segala rencana jahat. menjadi ular. dan di dalam cahaya, engkau telah memantik cahaya.

di tursina, lidah cahaya menjilati kornea matamu-- sekujur tubuh yang memutih. dan engkau tersungkur, sebab masih ada rasa angkuh yang memburu. tapi kini engkau luluh dan tersimpuh. angin memiuh bagi tubuh perkasamu. sekujur rambut, menyambut wahyu meringkuk di segenap cemasmu.


(3)

tuan musa,

maka petualanganmu kelak akan menjadi kisah di ujung lidah. ketika kau belah laut merah dengan amuk cemas yang mengeras di tubir tongkat kayumu. maka meringkuklah fir'aun jadi fosil batu, menggali kubur di hening samudera.

di kejauhan kota memphis, urat-urat cahaya di wajah. seperti rindu tak kunjung habis. engkaupun pergi menjelajah, menjauhi debar kota. dalam kembaramu, bintang-bintang selalu terbit di ufuk. menandai gemertap yang tersekap, dari setiap jalan akal. bagi pencarianmu.

rasa haus yang mengepal. dan di tursina, tongkatmu memukul sebuah batu besar, hingga air mamancar dua belas. mengalir deras. dan bawalah sepuluh wasiat taurat. agar jejak langkahmu tak berkarat, menghapus segala dosa yang telah jadi coklat.


(4)

tuan musa,

rasa sabar memang tak pernah lebar. seperti engkau menjadi kawan sejalan. tuan khidir memenuhi penglihatanmu dengan enigma yang ganjil.

apa yang kaulihat bukan terang cahaya pada retina

apa yang kaudengar bukan sesumbar kisah picisan

apa yang kaurasa bukan sekadar keringat pada jangat

bukankah engkau acap tergesa menafsir peristiwa? hanya tiga pertanyaan yang membatu. bertalu di kepalamu. kapal megah yang rusak, anak kecil dibunuh, bangunan yang rubuh dibangun. maka di antara keterjagaanmu ada rahasia yang menyembul di ujung waktu.


(5)
tuan musa,

saat kematianmu mendekat, engkau sendiri dan kesepian. memandang berhala sapi emas dajjal. murka yang terkepal. kaummu mengeras, menjelma berhala. engkau tertunduk berdiam di padang tih, dengan bilangan tahun di angka 120. kenangan menjauh dari pembuluh.


Poris Plawad-Gondangdia, 2016


Puisi Fragmen-fragmen bagi Musa
Puisi: Fragmen-fragmen bagi Musa
Karya: Alex R. Nainggolan
© Sepenuhnya. All rights reserved.